logo
Pemudik motor memadati ruas jalan  persimpangan Kanggraksan, Cirebon, Jawa Barat.Pada H-3 Lebaran, volume kendaraan khususnya roda dua di jalur arteri melonjak tajam. Tercatat, lebih dari 200 ribu kendaraan pemudik motor melintas mengarah ke Jawa. Minggu 8 April 2024. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Jumlah Pemudik Anjlok, Efisiensi dan Pelemahan Ekonomi Jadi Biangnya

  • Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan bahwa penurunan jumlah pemudik Lebaran 2025 merupakan indikasi melemahnya daya beli masyarakat.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi jumlah pemudik Lebaran 2025 akan turun signifikan menjadi 146,48 juta orang, atau sekitar 52% dari total populasi Indonesia. 

Angka tesebut turun sebesar 24% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 193,6 juta orang. Penurunan ini diduga kuat dipicu oleh melemahnya daya beli masyarakat, yang juga tercermin dari turunnya penerimaan pajak.  

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan bahwa penurunan jumlah pemudik Lebaran 2025 merupakan indikasi melemahnya daya beli masyarakat. 

Salah satu buktinya adalah penurunan drastis penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri pada Januari 2025, yang hanya mencapai Rp2,58 triliun, jauh di bawah realisasi Januari 2024 sebesar Rp35,6 triliun.  

“Itu menggambarkan [masyarakat] bukan tidak ingin mudik, tapi enggak bisa mudik karena duitnya cekak,” ujar Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto, kala memaparkan keterangannya dalam diskusi Indef yang digelar secara daring, dikutip Kamis, 3 Maret 2025.

Indef juga mengkritik kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025. Kebijakan ini dinilai justru menghambat pertumbuhan ekonomi karena mengurangi belanja pemerintah, yang seharusnya dapat mendorong daya beli masyarakat.  

Menurut Eko efisiensi anggaran yang berlebihan justru menekan konsumsi rumah tangga, terutama di Jawa. Transfer dana ke daerah juga turun sebesar Rp50,59 triliun, sehingga mengurangi peredaran uang dan konsumsi masyarakat.

Studi Indef memperkirakan, kebijakan efisiensi anggaran ini akan menurunkan konsumsi rumah tangga nasional sebesar 0,814%. Hal ini tentu berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. 

“Harusnya menumbuhkan ekonomi dulu, tapi sayangnya kita efisiensi dulu, baik di pusat dan daerah,” kata Eko.

Dampak Positif Mudik Bagi Ekonomi

Mudik Lebaran sejatinya memiliki dampak positif yang signifikan bagi perekonomian. Pergerakan pemudik dapat meningkatkan aktivitas di sektor pariwisata, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), perhotelan, restoran, serta transportasi lokal. 

Selain itu, mudik juga berkontribusi pada peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di berbagai daerah.  

“Ekonomi regional, dengan adanya mudik ini, ini akan meningkatkan PDRB untuk sektor transportasi lokal dan retribusi ekonomi regional,” jelas Eko.

Namun, dengan turunnya jumlah pemudik tahun ini, dampak positif tersebut diprediksi akan berkurang. Sektor-sektor yang biasanya mendapat keuntungan dari arus mudik kemungkinan besar akan mengalami penurunan pendapatan.  

Penurunan jumlah pemudik Lebaran 2025 tidak hanya menjadi indikasi melemahnya daya beli masyarakat, tetapi juga menjadi sinyal bahaya bagi pertumbuhan ekonomi nasional. 

Konsumsi rumah tangga yang turun, ditambah dengan kebijakan efisiensi anggaran, dapat memperlambat pergerakan ekonomi secara keseluruhan. 

Penurunan jumlah pemudik Lebaran 2025 menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna memulihkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Tanpa intervensi yang tepat, dampak negatif dari pelemahan ekonomi ini dapat semakin meluas dan menghambat pemulihan pasca-krisis.