Perdana Menteri Myanmar dan Ketua Dewan Administrasi Negara Min Aung Hlaing
Dunia

Junta Myanmar Resmi Tunda Pemilu yang Dijanjikan Setelah Kudeta

  • Junta militer Myanmar resmi menunda pemilu yang dijanjikan pada bulan Agustus 2023. Junta juga memperpanjang status keadaan darurat selama enam bulan lantaran aksi perlawanan yang masih berlangsung.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Junta militer Myanmar resmi menunda pemilu yang dijanjikan pada bulan Agustus 2023. Junta juga memperpanjang status keadaan darurat selama enam bulan lantaran aksi perlawanan yang masih berlangsung. 

Pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing, dalam pertemuan dengan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC) memperpanjang status darurat selama enam bulan ke depan, dikutip dari Reuters, Selasa 1 Agustus 2023.

Militer sebelumnya berjanji akan menyelenggarakan pemilu pada bulan Agustus 2023 setelah mereka menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh pemenang Nobel Aung San Suu Kyi tahun 2021.  

Namun mereka menyebutkan kekerasan yang berlanjut sebagai alasan untuk menunda pemungutan suara. "Untuk memastikan pemilu yang bebas dan adil serta agar pemilih dapat memberikan suaranya tanpa rasa takut, perlu pengaturan keamanan. Oleh karena itu, periode status darurat harus diperpanjang,” demikian pernyataan junta.

Sejak kudeta terjadi, Myanmar telah berada dalam kekacauan. Gerakan perlawanan terhadap militer muncul dari berbagai bidang setelah tindakan keras terhadap masyarakat. Hal itu memantik kecaman global dan menyebabkan penerapan kembali sanksi oleh negara-negara Barat.

Militer merebut kekuasaan setelah mengeluh tentang adanya kecurangan dalam pemilu umum November 2020 yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi. Kelompok pemantau pemilu tidak menemukan bukti kecurangan massal.

Gagalkan Reformasi

Penggulingan pemerintahan terpilih Suu Kyi menggagalkan satu dekade reformasi, keterlibatan internasional, dan pertumbuhan ekonomi. Peristiwa atau tindakan yang terjadi telah menyebabkan kehidupan banyak orang menjadi kacau dan terganggu.

Sebagai tanggapan terhadap pengumuman junta, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan memperpanjang status darurat akan menjerumuskan negara itu semakin dalam ke dalam kekerasan dan ketidakstabilan. 

“Misi kejam rezim dan kurang menghiraukan aspirasi demokratis rakyat Burma (Myanmar) akan terus memperpanjang krisis,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri, Matthew Miller.