Jurus OJK Dorong Perbankan untuk Program 3 Juta Rumah Prabowo
- Melalui kebijakan yang adaptif dan pengawasan yang hati-hati, OJK berupaya menjaga keseimbangan antara stabilitas sistem keuangan dan peningkatan akses pembiayaan properti.
Perbankan
JAKARTA - Program pembangunan 3 juta rumah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto Djojohadikusumo menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hunian rakyat.
Namun, likuiditas perbankan menjadi tantangan utama dalam mendukung pendanaan program ini. Menanggapi hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan berbagai kebijakan strategis guna membantu bank dalam memberikan pembiayaan untuk program tersebut.
Kebijakan Kredit Beragun Rumah Tinggal
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa terdapat pengaturan khusus terkait kredit beragun rumah tinggal dalam SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum (SEOJK ATMR Kredit).
Kebijakan ini memberikan bobot risiko yang lebih granular, di mana semakin kecil rasio Loan to Value (LTV), semakin rendah bobot ATMR kredit. "Hal ini bertujuan untuk mencerminkan risiko kredit yang lebih akurat bagi masing-masing debitur," ujar Dian melalui jawaban tertulis, dikutip Senin, 30 Desember 2024.
- 9 Tradisi Tahun Baru di Seluruh Dunia
- 6 Kota di Dunia dengan Perayaan Tahun Baru Terbaik
- 10 Tempat Menikmati Kembang Api Malam Tahun Baru di Jakarta
Penilaian Kualitas Aset yang Lebih Praktis
Dian juga menambahkan bahwa sesuai dengan POJK Kualitas Aset, kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon kredit hingga Rp5 miliar dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
"Metode ini lebih praktis dibandingkan penilaian dengan tiga pilar, yaitu prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar," jelasnya. Kebijakan ini memungkinkan bank untuk lebih fleksibel dalam memberikan kredit perumahan.
Pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit
Untuk mendukung masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), OJK memberikan pengecualian terhadap Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) jika pembiayaan perumahan tersebut dijamin oleh lembaga penjaminan atau asuransi milik BUMN atau BUMD. Pengecualian ini diatur dalam POJK No.32/POJK.03/2018 yang telah diubah dengan POJK No.38/POJK.03/2019.
"Langkah ini memberikan ruang lebih bagi bank untuk mendukung program-program pemerintah," tutur Dian.
Baca Juga: Tantangan Era Kecerdasan Buatan di Kepemimpinan Prabowo
Peluang dari Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah
Selain dukungan langsung melalui kebijakan kredit, Dian menyebutkan bahwa industri perbankan juga dapat berperan dalam penerbitan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP).
Instrumen investasi ini terdiri dari kumpulan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi. "Dengan nilai transaksi mencapai Rp2,21 triliun per 29 November 2024, EBA-SP menjadi salah satu solusi pendanaan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembiayaan perumahan," kata Dian.
- Rekomendasi 7 Film Horor Indonesia Tayang Bioskop Januari 2025
- Saham BBNI hingga INDF Bisa jadi Pilihan Saat IHSG Mulai Menanjak
- Begini Proyeksi Kinerja ADRO di 2025 Usai Spin Off AADI, Target Saham Naik
Kredit Tanah untuk Mendukung Pengadaan Hunian
OJK juga mencabut larangan pemberian kredit untuk pengadaan atau pengolahan tanah melalui POJK No.27 tahun 2022. Dengan pencabutan ini, bank dapat memberikan kredit untuk tanah selama menerapkan manajemen risiko yang memadai.
Dian menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendukung penyediaan lahan bagi pembangunan rumah tanpa tujuan spekulasi.
Sinergi Kebijakan untuk Stabilitas dan Peningkatan Akses
Melalui kebijakan yang adaptif dan pengawasan yang hati-hati, OJK berupaya menjaga keseimbangan antara stabilitas sistem keuangan dan peningkatan akses pembiayaan properti.
"Langkah-langkah kebijakan yang kami terapkan diharapkan dapat membantu bank dalam mendukung program 3 juta rumah yang dicanangkan oleh pemerintah," pungkas Dian.