Pertamina
BUMN

Jurus Pertamina Hadapi Tantangan Energi Global Di Tengah Geopolitik Eropa Timur

  • Pertamina mengatakan ketegangan politik yang terjadi di Eropa Timur telah menyebabkan kenaikan harga energi yang berbahaya bagi keamanan dan ketahanan energi di Indonesia.

BUMN

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Pasca gelombang keras pandemi Covid-19, dunia kembali dihadapkan dengan ketegangan geopolitik di Eropa Timur yang melahirkan tantangan baru yakni volatilitas harga, kelangkaan pasokan, masalah keamanan, dan pemberitaan ekonomi yang berkontribusi pada krisis energi global.

Menyikapi itu, Senior Vice President Research Technology & Innovation PT Pertamina (Persero) Oki Muraza mengatakan ketegangan politik yang terjadi di Eropa Timur telah menyebabkan kenaikan harga energi yang berbahaya bagi keamanan dan ketahanan energi di Indonesia.

“Jadi kita harus berusaha untuk meningkatkan ketahanan energi, dan pada saat yang sama kita harus berusaha untuk mencapai target-target keberlanjutan. Bagaimana kita mengurangi emisi dan menambah volume bisnis energi hijau, listrik ramah lingkungan dan lainnya,” kata Oki Muraza di sela-sela Sustainability Summit B20 yang berlangsung di New Delhi, India dalam siaran pers dikutip TrenAsia.com, Kamis, 24 Agustus 2023.

Menurut Oki, sebelum terjadinya krisis geopolitik tersebut, Eropa menjadi salah satu pemimpin dalam perubahan menuju keberlanjutan. Namun dengan menurunnya keamanan energi, di mana Eropa kembali mengimpor energi seperti batu bara, maka terjadi perubahan dalam bauran energi yang berdampak bagi dunia. 

Oleh sebab itu, dalam mengantisipasi peristiwa tersebut, kata Oki, negara-negara berkembang seperti India dengan pendapatan yang rendah perlu membangun kerja sama dengan negara-negara maju, terutama dalam hal modal atau pembiayaan. 

“Kerja sama sangat penting untuk mengatasi hal ini. Kita sudah ada beberapa contoh misalnya melakukan kerja sama dengan Jepang CO2 Injection di Lapangan Jatibarang dan selanjutnya CO2 injection di lapangan Sukowati. Pertamina akan terus memperluas kerja sama dengan melibatkan banyak pendanaan internasional dalam rangka mendukung transisi energi di Indonesia,” imbuhnya.

Jurus Pertamina

Menurutnya, dalam transisi energi, pengembangan teknologi menjadi kunci, karena dengan pengembangan teknologi perekonomian akan semakin membaik. Hal itu ia ungkapkan karena di Pertamina Group terdapat delapan inisiatif yang terbagi dalam 3 blok.

Pertama, upaya Pertamina untuk menghasilkan energi hijau, yang bersumber dari Geothermal yang saat ini mencapai 672 Megawatt yang dikelola sendiri dan 1,2 GW bersama mitra. Selain memproduksi listrik ramah lingkungan, di lapangan panas bumi ini Pertamina juga mengembangkan Green Hydrogen yang sangat menarik untuk pasar ekspor.

Lalu yang kedua, Variabel Energi Terbarukan atau energi yang berubah dengan waktu contohnya PV surya. Variabel RE ini perlu diintegrasikan dengan Grid dan Energy storage yang kita kenal dengan baterai. 

Blok ketiga yakni memanfaatkan energi yang melimpah di Indonesia seperti curah hujan, radiasi matahari, dan biomassa. Sumber daya ini dikerjakan secara bersamaan, ada yang bisa dijadikan minyak nabati, solar hijau atau bio etanol yang dicampur dengan bensin.

“Bagaimana kita meramu jadi BBM yang lebih rendah kadar emisinya, jadi menggunakan infrastruktur saat ini dengan emisi yang lebih rendah,” tutup Oki.