Rizal Ramli
Nasional

Jurus Rizal Ramli Tekan Utang Luar Negeri Indonesia di Era Gus Dur

  • Lantas jurus apa yang dilakukan oleh Rizal Ramli ekonom yang terkenal dengan jargon “Rajawali Ngepret” itu?

Nasional

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Setelah keluar dari masa otoritarianisme Orde Baru, Indonesia masih harus menghadapi tantangan efek krisis moneter 1998, yang menghasilkan beban utang luar negeri yang cukup berat. 

Di tengah situasi kacau tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001) yang akrab disapa Gus Dur itu mempercayakan peran kunci kepada Rizal Ramli sebagai Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) untuk menangani masalah kompleks tersebut. 

Rizal Ramli yang merupakan ekonom lulusan Boston University itu sukses membereskan berbagai persoalan tersebut. Merujuk data Analis Pergerakan Kedaulatan Rakyat, di bawah tangan dinginnya, utang luar negeri Indonesia periode itu susut US$3,2 miliar per tahun. 

Tak hanya itu, Rizal Ramli juga sukses membalikkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia dari yang semula minus 1,7% naik menjadi 4,2%. Lantas jurus apa yang dilakukan oleh ekonom yang terkenal dengan jargon “Rajawali Ngepret” itu? 

1. Stimulus Ekonomi

Rizal Ramli pernah membeberkan salah satu cara membereskan permasalahan krisis moneter, yakni  dengan mengubah stimulus ekonomi dari yang sebelumnya pro rakyat menengah ke bawah menjadi menengah ke atas. Hal itu diharapkan dapat mendongkrak perputaran uang dan daya beli masyarakat. 

“Kami menaikkan gaji pegawai negeri sipil, TNI, dan pensiunan sampai 125% dalam waktu 21 bulan, belum pernah terjadi sebelumnya. Akibatnya, golongan menengah ke bawah ini punya uang tunai 99% mereka belanjakan ke sektor retail,” ujar Rizal Ramli dalam diskusi di Jakarta pada 2020 lalu. 

2. Restrukturisasi dan Pengurangan Utang

Kemudian langkah utama yang diambil Rizal Ramli adalah melakukan restrukturisasi utang. Ini melibatkan negosiasi dengan para kreditur internasional untuk merundingkan syarat-syarat pembayaran utang yang lebih mudah diakses oleh Indonesia. 

Pria kelahiran Padang itu juga tidak hanya berfokus pada restrukturisasi, tetapi juga berusaha untuk mengurangi jumlah utang itu sendiri. Melalui perundingan dan negosiasi yang intensif, Indonesia berhasil memperoleh kesepakatan untuk mengurangi jumlah utang yang harus dibayarkan. 

Namun, langkah tersebut juga menimbulkan kontroversi. Beberapa pihak skeptis terhadap efektivitas langkah-langkah tersebut, dan ada yang mengkritiknya karena dinilai terlalu bergantung pada pinjaman baru untuk membayar utang yang ada.

3. Pengembangan Sumber Pendapatan Alternatif

Untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, Rizal Ramli mendorong diversifikasi sumber pendapatan. Upaya ini mencakup peningkatan investasi dalam sektor-sektor yang potensial dan mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Dengan menciptakan pendapatan alternatif, negara dapat mengurangi kebutuhan akan pinjaman luar negeri.

4. Perbaikan Iklim Investasi

Rizal Ramli juga memberikan perhatian khusus pada perbaikan iklim investasi di Indonesia. Dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi, negara dapat menarik modal asing yang dapat digunakan untuk mendukung pembangunan ekonomi tanpa harus terus-menerus bergantung pada utang luar negeri.

Sebagai informasi, posisi utang luar negeri Indonesia sejak akhir masa kepemimpinan Presiden Suharto terus mengalami kenaikan, terkecuali pada masa Habibie dan Gus Dur yang sempat mengalami penurunan.

Rizal Ramli Berpulang

Rizal Ramli yang juga merupakan Menteri Koordinator Kemaritiman era Presiden Joko Widodo (2015-2016) meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Cipto Mangunkusumo (RSCM), Selasa 2 Januari 2024. Ia tutup usia setelah hampir sebulan dirawat di rumah sakit. 

Berdasarkan pesan singkat dari pihak keluarga, ekonom senior Indonesia itu berpulang sekira pukul 19.30 WIB dalam usia 69 tahun. “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Telah berpulang, bapak/kakek/mertua kami, Rizal Ramli pada tanggal 2 Januari 2024 pukul 19.30 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,” dikutip pada Rabu, 03 Januari 2023. 

Rizal Ramli lahir pada 10 Juli 1954 di Jakarta, ia menempuh pendidikan strata 1 ekonomi di Universitas Indonesia dan meraih gelar master di bidang ekonomi di Universitas Boston, Amerika Serikat.

Rizal Ramli memulai kariernya di dunia ekonomi sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kemudian, ia menjadi staf di Bank Dunia dan terlibat dalam proyek-proyek pembangunan di berbagai negara. 

Keberhasilannya di tingkat internasional membuka jalan bagi perannya yang lebih besar dalam dunia ekonomi Indonesia. Pada periode krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada akhir 1990-an itu, Rizal Ramli memegang peran penting dalam pemerintahan di era Gusdur dengan pencapaian sebagaimana telah dijelaskan di atas. 

Selain karier politiknya yang mentereng untuk bangsa, Rizal Ramli juga dikenal sebagai penulis dan pembicara. Ia sering memberikan pandangan dan analisis ekonomi melalui buku, artikel, dan pidato publik. 

Keberaniannya dalam menyuarakan pandangan yang kritis dan solutif terhadap isu-isu ekonomi membuatnya menjadi figur yang kontroversial dan dihormati di kalangan masyarakat Indonesia. 

Asal Usul “Rajawali Ngepret”

Salah satu sisi kontroversial sekaligus nyentrik dari Rizal Ramli adalah jargon “Rajawali Ngepret” yang dikemukakannya saat pertama kali berpidato usai dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman pada 2015 lalu. 

“Saya waktu kecil tukang baca cerita silat, nah memang ada cerita rajawali,” ungkap Rizal Ramli pada 2021 lalu dalam sebuah podcast. 

Selain dikenal sebagai Rajawali Ngepret, Rizal Ramli juga mendapatkan julukan sebagai Rajawali Bangkit. Menurut konsep yang diutarakan oleh Rizal Ramli, istilah "ngepret" dapat diartikan sebagai tindakan menyikat, menghajar, atau menangani suatu permasalahan dengan tegas.

Nah rajawali itu ada doa Rizal Ramli. Rajawali ngepret itu tangan kiri untuk mengubah budaya. Kulturnya enggak efisien, kultur KKN, itu kita ngepret, ” jelasnya. Nah  yang kanan itu jurus rajawali bangkit,"tambahnya.