<p>Direktur Utama PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk Stephanus Turangan (tengah) didampingi oleh Direktur Trimegah David Agus (kanan) dan Direktur Trimegah Syafriandi Armand Saleh (kiri) berfoto bersama usai acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Trimegah Sekuritas di Jakarta, Rabu (26/8).</p>
Industri

Jurus Trimegah Saat Pasar Modal Terpukul Corona

  • Direktur Utama Timegah Sekuritas Stephanus Turangan mengatakan, adanya pandemi COVID-19 berdampak negatif bagi pasar modal, terlebih pada kinerja perseroan dalam jangka pendek. Walaupun begitu, baginya hambatan ini tidak mengurangi optimismenya terhadap pasar modal Indonesia dalam jangka panjang.

Industri
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) mengalami penurunan kinerja keuangan pada paruh pertama 2020. Terpaan pandemi membuat perseroan harus mengambil berbagai inisiatif untuk mengoptimalkan setiap peluang transaksi di paruh kedua tahun ini.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan, diketahui pendapatan usaha pada semester I-2020 sebesar Rp193 miliar. Angka ini menyusut dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp225 miliar.

Laba bersih perusahaan juga turun signifikan sebanyak Rp29,5 miliar atau merosot 88% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pada semester I-2020, Trimegah hanya sanggup meraup laba bersih sebesar Rp3,7 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, Trimegah berhasil mendapatkan laba bersih sebesar Rp33,3 miliar.

Direktur Utama Timegah Sekuritas Stephanus Turangan mengatakan, adanya pandemi COVID-19 berdampak negatif bagi pasar modal, terlebih pada kinerja perseroan dalam jangka pendek. Walaupun begitu, baginya hambatan ini tidak mengurangi optimismenya terhadap pasar modal Indonesia dalam jangka panjang.

“Sinergi seluruh pemangku kepentingan, pelaku pasar modal, juga regulator, diharapkan dapat menjaga investor confidence. Sinyal positif sudah mulai terlihat di akhir kuartal II tahun ini, dan diharapkan akan terus berlanjut,” ujarnya pada paparan publik yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020.

Lebih lanjut Stephanus mengungkapkan bahwa sebelum pandemi terjadi, kinerja perseroan pada 2019 sangat positif. Sebagai contoh, nilai perdagangan saham harian rata-rata melalui perseroan mencapai Rp361,3 miliar, meningkat dari Rp349,5 miliar pada tahun sebelumnya. Perseroan juga konsisten berada di salah satu perusahaan sekuritas yang paling aktif memperdagangkan Surat Berharga Negara (SBN).

Kegiatan penjualan reksa dana yang dilakukan TRIM sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) juga tumbuh positif. Pada akhir 2019 jumlah produk reksa dana yang dijual melalui perseroan berjumlah 112 produk dari 22 Manajer Investasi. Sementara dana kelolaan mencapai Rp2,08 triliun atau tumbuh 15% dari Rp1,8 triliun pada akhir 2018.

Dalam kinjera keuangan secara konsolidasian, pada 2019 TRIM berhasil mencatat pendapatan usaha sebesar Rp443,0 miliar. Sedangkan laba bersih perusahaan mencapai Rp64,9 miliar atau tumbuh 8,7% dari Rp59,7 miliar dari tahun sebelumnya.

Direktur Utama PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) Stephanus Turangan (ketiga kanan) didampingi Komisaris Utama Trimegah Rizal Bambang Prasetijo (ketiga kiri) di Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Langkah dan Strategi

Stephanus menyatakan, kondisi perkonomian dan pasar modal tahun 2020 akan lebih berat dibandingkan dengan 2019. Oleh karena itu, ia berkomitmen untuk terus berupaya memaksimal semua lini usahanya.

Ia mengungkapkan belanja modal (capital expenditure/capex) perusahaan di tahun ini juga tidak akan besar. Sebagian besar dana juga akan digunakan untuk mengembangkan bidang teknologi.

Sejumlah perhatiannya dalam mengembangkan bidang teknologi adalah memperkaya fitur platform edukasi milik Trimegah, yaitu TELL serta aplikasi investasi Trima. Pengalokasian dana keduanya dianggap penting, apalagi di tengah pandemi saat ini ketika pemanfaatan teknologi sangat diperlukan.

Tak hanya itu, ia bilang investasi pada reksa dana pendapatan tetap (fixed income) saat ini menjadi instrumen yang paling baik dibandingkan dengan saham. Sedangkan instrumen reksa dana saham (equity fund) mengalami keterpurukan terparah.

“Dalam jangka pendek mungkin fixed income lebih baik dibanding saham,” tutur Stephanus.

Ia menegaskan bahwa sektor-sektor industri yang minim terkena dampak pandemi akan terus mendapatkan pendanaan. Sementara, industri yang terdampak parah akibat pandemi seperti transportasi dan perhotelan dipastikan tidak ada fund raising.

Selain itu, ia menyatakan bahwa industri telekomunikasi menjadi sektor yang paling baik dalam hal adaptasi dengan adanya pandemi. Rata-rata pendapatan emiten sektor ini jauh lebih baik dibandingkan dengan sektor lain, misalnya leasing.

“Kita perlu melihat perusahaan mana yang lebih dulu bisa keluar dari permasalahan pandemi ini. Kami melihat sektor telekomunikasi justru semakin baik di saat pandemi. Meski pun begitu memang cukup sulit memilih sektor mana yang lebih baik di saat kondisi seperti ini,” tutup Stephanus. (SKO)