Kabinet Gemuk Prabowo Berpotensi Bikin Anggaran Bengkak Rp1,95 Triliun
- Analisis Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan adanya potensi pembengkakan anggaran hingga Rp1,95 triliun selama lima tahun ke depan akibat koalisi gemuk. Angka ini belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor atau gedung lembaga baru.
Nasional
JAKARTA - Dalam persiapan membentuk kabinet pemerintahan baru, Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil sejumlah calon menteri, wakil menteri, dan kepala badan untuk mengisi posisi strategis dalam pemerintahan mendatang.
Analisis Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan adanya potensi pembengkakan anggaran hingga Rp1,95 triliun selama lima tahun ke depan akibat koalisi gemuk. Angka ini belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor atau gedung lembaga baru.
Peneliti Celios, Achmad Hanif Imaduddin mengatakan bahwa kerugian yang dihadapi negara akibat fenomena ini tidak hanya sebatas pada pemborosan fiskal tetapi juga memperlebar angka ketimpangan.
- Ini Biang Kerok SMESCO Indonesia Sempat Defisit 5 Tahun
- Agung Podomoro Bakal Agresif Bangun Proyek Properti Agar Tercipta Lapangan Kerja Baru
- Prospek Bank Digital Masih Lemah Dibanding Konvensional di Tengah Turunnya Suku Bunga
“Meskipun gaji menteri relatif kecil dibandingkan jabatan lain, posisi ini dapat membawa dampak ekonomi yang luas, seperti kenaikan nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh menteri yang dapat dilihat sebagai manfaat dari akses kekuasaan,” katanya dalam rilis resmi pada Jumat, 18 Oktober 2024.
Hanif menilai, fenomena ini dapat menciptakan ketimpangan baru di masyarakat karena pejabat-pejabat tersebut mendapatkan keuntungan ganda dari posisi kekuasaannya. Prabowo-Gibran sebelumnya berargumen bahwa sebagai negara besar, Indonesia memerlukan banyak menteri untuk mengelola pemerintahan secara efektif.
Namun, argumen ini kata Hanif menilai perlu dipertimbangkan dengan melihat komparasi konteks internasional. Amerika Serikat, dengan populasi sekitar 346 juta orang, hanya memiliki 15 eksekutif departemen setingkat kementerian.
Bahkan China sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia yang mencapai lebih dari 1,4 miliar, hanya memiliki 21 kementerian. Sementara itu, Indonesia dengan populasi sekitar 275 juta memiliki 46 kementerian, jauh lebih banyak dibandingkan negara-negara tersebut.
Fakta ini menurut Celios menunjukkan banyaknya jumlah menteri bukanlah cara untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Sebaliknya, justru berpotensi memperbesar birokrasi dan meningkatkan pemborosan anggaran negara.
Analisis Celios menunjukkan bahwa mayoritas nama yang dipanggil Prabowo-Gibran mengisi kabinet berasal dari politisi dengan proporsi 55,6% atau 60 dari 108 kandidat. Proporsi profesional teknokrat hanya sebesar 15,7% atau 17 dari 108 calon.
Kemudian disusul kalangan TNI/POLRI 8,3%, pengusaha 7,4%, tokoh agama sekitar 4,6%, dan selebriti 2,8%. Sayangnya, hanya 5,6% yang berasal dari kalangan akademisi. Di antara kandidat berlatar politisi tersebut, terdapat 45 kandidat yang terafiliasi partai.
Gerindra menguasai kabinet dengan proporsi mencapai 26,7% atau capai 12 orang, disusul Golkar sekitar 24,4% sekitar 11 orang, serta Demokrat, PAN, dan PKB yang mendapat jatah seragam 8,9% hanya 4 orang.
"Pengisian jajaran kabinet juga sarat dengan kepentingan balas budi politik yang memprioritaskan aktor-aktor sentral dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Setidaknya terdapat 30 kandidat yang tercatat aktif dalam TKN mulai dari posisi pengarah, penasihat, ketua, sekretaris, bendahara, dewan pakar, hingga koordinator relawan kampanye," demikian pernyataan Celios.