<p>Karyawan melintas didepan monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 3 Agustus 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 2,78 persen atau 143,4 poin ke level 5.006,22 pada akhir sesi Senin (3/8/2020), setelah bergerak di rentang 4.928,47 &#8211; 5.157,27. Artinya, indeks sempat anjlok 4 persen dan terlempar dari zona 5.000. Risiko penurunan data perekonomian kawasan Asean termasuk Indonesia menjadi penyebab (IHSG) terkoreksi cukup dalam hari ini. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Kacau! Kontrak Baru 4 BUMN Karya Jeblok, Saham WIKA, ADHI, WSKT, PTPP Terperosok!

  • Keempat BUMN konstruksi itu adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).

Industri

Fajar Yusuf Rasdianto

JAKARTA – Pandemi COVID-19 memaksa sejumlah emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang konstruksi memangkas target nilai kontrak baru pada 2020.

Keempat BUMN konstruksi itu adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).

Hingga paruh pertama lalu, capaian nilai kontrak baru BUMN Karya yang melantai di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) masih jauh dari kata menggembirakan. (Simak ulasan lengkapnya di sini)

Tak pelak, capaian yang minim ini juga turut berimbas pada pergerekan harga saham perseroan. TrenAsia.com merangkum pergerekan saham dan capaian kontrak baru dari keempat perusahaan pelat merah bidang konstruksi ini sejak awal tahun. Berikut catatannya.

Ilustrasi BUMN Karya yakni Waskita Karya, Wijaya Karya, Adhi Karya, PTPP, Hutama Karya, Nindya Karya / Facebook @WASKITAKARYA

Wijaya Karya

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk menetapkan target kontrak baru sebesar Rp21,37 triliun hingga akhir tahun. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan target perseroan pada awal tahun, yakni Rp65 triliun.

Direktur Utama Wijaya Karya Agung Budi Waskito mengungkapkan, jumlah tersebut telah mempertimbangkan dampak pandemi COVID-19 terhadap kelangsungan perusahaan.

Secara rinci, emiten bersandi saham WIKA ini menargetkan 44,79% kontrak baru itu berasal dari BUMN. Sedangkan, 27,3% berasal dari proyek-proyek milik pemerintah. Sisanya, 22,59% dan 5,31% berasal dari pihak swasta dan proyek luar negeri.

“Pada kuartal III/2020, pemerintah melaksanakan lelang sejumlah proyek strategis. Kami optimistis akan mendapat hasil yang baik,” tutur Agung bulan lalu.

Adapun hingga semester I 2020, WIKA telah mengantongi kontrak baru senilai RP3,41 triliun. Sebanyak Rp1,89 triliun nilai kontrak baru itu berasal dari sektor industri. Lalu, Rp1,19 triliun dari proyek infrastruktur dan gedung. Sisanya Rp311,4 miliar dan Rp17 miliar berasal dari proyek properti dan energi.

Minimnya kontrak baru ini turut melemahkan kinerja saham perseroan. Pada penutupan bursa Selasa, 16 September 2020, nilai saham WIKA ditutup melemah 45 poin dari Rp1.195 menjadi Rp1.150 per lembar. Sejak awal tahun, nilai saham WIKA telah terperosok 43% dari level Rp2.020 per lembar.

Proyek exit tol Brebes Timur yang dibangun oleh PT Waskita Karya Toll Road, anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) / Facebook @WASKITAKARYA

Waskita Karya

Nasib yang tidak jauh berbeda terjadi pada PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT). Senior Vice President Corporate Secretary Waskita Karya Shastia Hadiarti memproyeksikan perolahan kontrak baru perseoran tahun ini sekitar Rp25 triliun-Rp26 triliun. Target ini lebih rendah dari proyeksi yang disampaikan perseroan pada awal tahun, yakni Rp45 triliun-Rp50 triliun.

“Penyesuain target nilai kontrak baru dilakukan akibat adanya pandemi COVID-19 yang sangat berdampak pada sektor infrastuktur,” jelas Shastia.

Adapun, per 30 Juni 2020, perseroan baru mencatatkan penandatanganan kontrak baru senilai Rp8,13 triliun. Kontrak baru ini berasal dari proyek pembangunan infrastruktur. Termasuk Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo seksi 4 dan Tol Ciawi-Sukabumi seksi 3 dan 4. Kemudian, ada juga dari proyek jaringan irigasi dan penguatan sisi pantai DKI Jakarta. Plus pembangunan beberapa fasilitas kesehatan untuk Covid-19.

Terakhir, pada 16 September kemarin, WSKT kembali mendapat tambahan satu kontrak baru lagi senilai Rp1,08 triliun. Kontrak baru ini didapat dari penandatanganan kerja sama untuk sejumlah proyek. Di antaranya, pembangunan Bendungan Way paket IV, Bendungan Jrangung Paket I, dan Sewarage Jambi B2.

Dengan begitu, kontrak baru WSKT hingga September ini tercatat telah mencapai Rp9,6 triliun. Namun begitu, penambahan kontrak baru tersebut rupanya masih belum menolong pergerakan saham perseroan di lantai bursa.

Pada penutupan bursa 16 September 2020, nilai saham WSKT masih terlihat melemah 5 poin dari Rp585 menjadi Rp580 per lembar. Sedangkan sejak awal tahun, pelemehan nilai saham emiten pelat merah ini telah turun 12% dari Rp660 per lembar.

BUMN konstruksi PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) / Facebook @ptpptbk

PTPP

BUMN Karya selanjutnya yang juga turut memangkas target kontrak barunya adalah PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PTPP. Target dipangkas dari sebelumnya Rp43 trilun menjadi Rp25 triliun.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PTPP Agus Purbianto mengatakan, revisi tersebut merupakan target yang cukup realistis bagi perseroan. Alasannya, karena COVID-19 membuat perusahaan kesulitan untuk mengeksekusi sejumlah proyek.

“Ada beberapa keterbatasan dan kami juga menyesuaikan dengan realokasi anggaran,” katanya bulan lalu.

Adapun per Agustus 2020, emiten bersandi saham PTPP ini telah mengantongi kontrak baru senilai Rp11,24 triliun. Direktur Utama PTPP Novel Arsyad memerinci, 84% kontrak baru ini berasal dari perusahaan induk. Sementara sisanya 16% berasal dari anak perusahaan.

Beberapa kontrak yang nilainya lebih dari Rp1 triliun berasal dari RDMP JO (Rp1,8 triliun), SPAM Pekanbaru (Rp1,26 triliun) dan Bogor Apartment (Rp1,17 triliun). Sisanya yang di bawah Rp1 triliun berasal dari proyek Sirkuit Mandalika (Rp817 miliar), Sport Centre Banten (Rp794 miliar), dan SGAR Alumina (Rp660 miliar).

Kemudian, ada juga kontrak dari RDMP Reguler (Rp576 miliar), Jalan Kendari-Toronipa (Rp412 miliar) dan Muara Bakah Piplen & Refinery (Rp290 miliar). Plus Dual Fuel Power Plant Freeport 80 MW (Rp261 miliar) dan PLBN Long Nawang (Rp204 miliar).

“Manajemen optimsitis target kontrak baru tahun ini akan tercapai. Hal tersebut terlihat dari bermunculannya proyek-proyek baru yang diraih PTPP di masa pandemi,” tutur Novel, Kamis 17 September 2020.

Meski begitu, sentimen negatif terhadap PTPP di lantai bursa rupanya masih belum mau bergerak pergi. Per 16 September 2020, nilai saham PTPP masih ditutup melemah 25 poin dari Rp870 ke Rp845 per lembar. Sejak awal tahun, pelemahan nilai saham emiten konstruksi pelat merah ini telah menyentuh level 17% dari sebelumnya Rp1.020 per lembar.

Proyek LRT Jabodetabek Lintas Cawang-Dukuh Atas / Dok. PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Adhi Karya

PT Adhi Karya (Persero) Tbk juga turut memangkas target kontrak barunya tahun ini. Semula, emiten bersandi ADHI ini menargetkan kontrak baru Rp35 triliun. Namun kini, target itu dipangkas menjadi Rp25 triliun-Rp27 triliun.

Adapun, per Agustus 2020, ADHI telah mencatatkan kontrak baru senilai Rp4,7 triliun. Nilai ini lebih tinggi 18% dibandingkan dengan perolehan Juli 2020 yang Rp4 triliun.

Corporate Secretary Adhi Karya Parwanto Noegroho menyebut, sumber kontrak baru ini didominasi dari lini bisnis konstruksi dan energi sebesar 89%. Sementara sisanya 10% dari lini bisnis properti, dan 1% dari lini bisnis lainnya.

“Realisasi perolehan kontrak baru pada Agustus 2020 didominasi oleh preservasi jalan Lintas Timur Sumatra senilai Rp439,6 miliar,” tegas Parwanto dalam keterangan resminya, Selasa 15 September 2020.

Tetapi nyatanya, perolehan kontrak baru ini juga sama sekali tidak menolong pergerakan saham perseroan. Terbukti pada penutupan bursa 16 September 2020, nilai saham ADHI masih ditutup melemah 10 poin. Dari Rp565 menjadi Rp555 per lembar saham.

Sedangkan jika dilihat sejak awal tahun, nilai saham emiten pelat merah ini telah tersungkur 54% dari Rp1.210 per lembar. Tren pergerakan saham terlihat fluktuatif dan tidak beranjak pada rentang harian Rp545 ke Rp565 per lembar. (SKO)