Kadin Jakarta Minta Tapera Dibatalkan: Beban Perusahaan
- Bagi pekerja yang sudah memiliki rumah atau sedang mencicil rumah, sebaiknya tidak perlu ikut Tapera
Properti
JAKARTA - Pro kontra kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kian runyam. Kamar Dagang Indonesia (KADIN) meminta kebijakan ini dibatalkan mengingat nasib para pengusaha yang juga ekstra mengeluarkan tambahan operasional pada iuran ini.
Ketua Umum KADIN Jakarta Diana Dewi mengatakan, kewajiban membayar Tapera sejatinya merupakan tanggung jawab masing-masing pekerja. Meskipun perusahaan ikut serta, sifatnya hanya membantu saja, terkait administrasinya.
"Saya berharap pemerintah juga bisa bijaksana melihat persoalan tersebut sehingga perusahaan tidak merasa tertekan untuk mengeluarkan ekstra cost seperti itu. Meski implementasi kebijakan itu hingga 2027 nanti, namun sebaiknya dibatalkan," katanya kepada TrenAsia pada Jumat, 31 Mei 2024.
- Dalang di Balik Lonjakan Saham Amman Mineral (AMMN)
- Menilik Dampak Ekonomi Penjaminan PII untuk Infrastruktur BUMN hingga Akhir Kuartal I
- UKT Kedokteran Selangit Bikin Jumlah Dokter Indonesia Sedikit
Diana menjelaskan, apabila itu menjadi tanggung jawab perusahaan, dalam arti di luar gaji yang diberikan, berarti ada extra cost yang harus dikeluarkan.
Belum tentu perusahaan menyanggupinya, apalagi bila jumlah pegawainya mencapai ratusan atau ribuan orang. Hal tersebut tentu menjadi beban bagi perusahaan. Program Tapera memberatkan beban iuran, baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja atau buruh.
Pasalnya, kondisi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain tentu tidak sama. Selain itu, nominal gaji dari tiap karyawan tentu berbeda sesuai jabatannya.
Diana mencontohkan misalnya seorang karyawan yang bergaji Rp5 jt, artinya perusahaan harus mengeluarkan sebesar 0,5% atau Rp25.000 untuk iuran Tapera. Tentunya jumlah itu dikalikan dengan jumlah karyawan yang berpendapatan sama.
Belum lagi jumlah karyawan yang gajinya berbeda tentu memiliki perhitungan lagi. Diana menganggap hal ini tentu bukan kondisi yang mudah ditengah pertumbuhan ekonomi yang masih berfluktuasi seperti saat ini. Beban tersebut menjadi semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
Bagaimana nasib pekerja yang sudah memiliki cicilan rumah?
Diana menyoroti, mekanisme jalannya Tapera untuk karyawan yang telah memiliki rumah. Karena artinya, pekerja tersebut akan memiliki dua tanggungan, cicilan rumah dan keharusan membayar Tapera juga. Tentu ini akan sangat memberatkan pekerja. Pasalnya, tidak semua pekerja sanggup menanggung beban dua kali.
Menurutnya menyikapi hal ini sebaiknya pengikut Tapera diklasifikasikan untuk mereka yang belum memiliki rumah atau berencana memiliki rumah. Bagi pekerja yang sudah memiliki rumah atau sedang mencicil rumah, sebaiknya tidak perlu ikut Tapera.
"Begitu juga bagi pekerja yang upahnya masih di bawah standar UMP atau UMR, apakah juga diharuskan ikut? Sementara untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja dengan jumlah pendapatannya itu masih sulit. Jadi, tidak serta-merta semua pekerja diwajibkan,"lanjutnya
Tidak tepat bila upaya pemerintah untuk menanggulangi backlog perumahan lantas membebankan kepada rakyat, melalui kewajiban iuran Tapera bagi seluruh pekerja.
Adapun Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2024, besaran simpanan peserta atau iuran dari Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah 3% dari gaji atau upah Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri.
Besaran simpanan untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5% dan Pekerja sebesar 2,5%. Sementara besaran simpanan untuk Peserta Pekerja Mandiri ditanggung sendiri sebesar 3%.