<p>Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) Sudarto (kedua kiri) bersama Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO), Buyung Marizal, Sekretaris Umum Iyus Ruslan dan Ketua Bidang Hukum Hartono (dari kiri) menyampaikan aspirasi serikat pekerja yang menolak rencana Revisi PP 109/2012 di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2021.Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Kadin Jatim Minta Revisi PP 109/2012 Dibatalkan

  • Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) mendesak pemerintah menghentikan dan membatalkan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) mendesak pemerintah menghentikan dan membatalkan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

“Rencana revisi yang digulirkan pasti sangat merugikan petani tembakau, maka kami meminta untuk dibatalkan saja. Tidak perlu ada revisi lagi, terlebih di saat pandemi COVID-19,” ujar Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, Kadin sebagai asosiasi bertugas melindungi industri dan petani, termasuk di sektor pertembakauan.

Seperti diketahui, situasi ekonomi saat ini tengah sulit akibat pandemi COVID-19. Maka, pemerintah diminta untuk berhati-hati dan bijaksana dalam membuat keputusan.

Faktanya, kinerja Industri Hasil Tembakau (IHT) terus mengalami tekanan. Pada tahun lalu, industri ini mengalami penurunan kinerja hingga 9,7%. Apabila terus dilanjutkan, kebijakan ini dinilai dapat membahayakan mata rantai IHT, termasuk buruh, serta petani tembakau dan cengkih.

Adik mengakui selama ini industri dan petani tidak pernah dilibatkan dalam penetapan aturan tersebut. Ia pun menilai, aturan itu dibuat secara sepihak dan terkesan memaksakan kehendak suatu kelompok.

“Ini tidak baik karena negara kita berdasarkan demokrasi. Aturan yang dibuat harus mewakili kepentingan semua kelompok,” tegasnya.

Terkait hal ini, Kadin Jatim melalui Kadin Indonesia akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat.

“Kami akan memberi masukan kepada pemerintah pusat agar memperhatikan nasib industri dan petani. Jangan kemudian penerimaan cukai rokok digenjot, tetapi di sisi lain justru membuat aturan yang mematikan industri rokok,” tambahnya.

Penolakan Asosiasi

Selain Kadin Jatim, aspirasi dari daerah juga disuarakan oleh Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Rencana ini dinilai oleh RTMM DIY tidak tepat. Sebab, situasi ekonomi tidak kondusif akibat di tengah pandemi.

“Revisi PP 109 akan menjadi persoalan serius di tengah situasi ekonomi yang tidak kunjung pulih. Hanya akan memperparah situasi,” kata Waljid Ketua FSP RTMM-SPSI DIY.

Waljid mengatakan, ada hal yang kurang transparan terutama dalam proses pembahasan terkait PP 109/2012. Pihak-pihak yang berkompeten justru tidak pernah dilibatkan dalam proses revisi sejak awal, terutama pada saat pertemuan yang sifatnya intensif.

Menurutnya, proses tersebut melanggar amanah Undang-undang. “Lagi-lagi proses penyusunan regulasi IHT ditunggangi oleh kepentingan lain sehingga pemangku kepentingan tidak diinformasikan hingga fase akhir, bahkan hingga tahap sosialisasi. Modus ini banyak juga dilakukan pada proses penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di daerah” ungkapnya.

Kelompok tersebut, lanjutnya, telah menerima pesanan dari donatur Bloomberg Initiative untuk memengaruhi proses penyusunan kebijakan IHT Indonesia.

Untuk itu, pada 4 Juni lalu, Pengurus Pusat FSP RTMM SPSI telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan proses diskusi revisi PP 109/2012. (LRD)