<p>Ilustrasi perkebunan tembakau / Foto: Balittas.litbang.pertanian.go.id</p>
Industri

Kadin Jatim: Revisi PP 109/2012 Mengancam Keberlangsungan Industri Tembakau

  • Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur mendesak pemerintah membatalkan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur mendesak pemerintah membatalkan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Rencana ini dinilai merugikan Industri Hasil Tembakau (IHT), termasuk petani tembakau dan cengkih di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit.

Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto menegaskan asosiasi bertugas melindungi industri dan petani, termasuk di sektor pertembakauan.

“Rencana revisi yang digulirkan pasti sangat merugikan mereka. Kami meminta untuk dibatalkan saja. Tidak perlu ada revisi lagi, terlebih di saat pandemi COVID-19,” ujar Adik kepada media, Rabu, 30 Juni 2021.

Menurut dia, berbagai aturan yang ada dalam PP 109/2012 sebenarnya sudah memuat tujuan untuk menekan prevalensi merokok anak. Di dalamnya terdapat larangan iklan rokok yang memuat gambar kegiatan merokok. Selain itu ada larangan menjual rokok kepada anak-anak.

“Ini sudah jelas. Semua aturan mengarah untuk menekan angka prevalensi merokok anak,” tambahnya.

Perbedaan Data

Wacana revisi PP 109/2012 sendiri juga dinilai simpang siur. Selama ini, sejumlah pihak antirokok menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 yang menyebut prevalensi merokok anak terus meningkat.

Menurut data yang diambil lima tahunan itu, prevalensi perokok pada penduduk usia 10-18 tahun naik menjadi 9,1% pada 2018, dari semula 7,2% pada 2013.

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan prevalensi perokok anak menurun sejak 2018. Prevalensi perokok penduduk 10-18 tahun tercatat 9,65% pada 2018. Kemudian turun menjadi 3,87% pada 2019 dan berlanjut 3,81% pada 2020.

Pada tahun lalu, rinciannya anak berusia 10-12 tahun sebesar 0,13%; 13-15 tahun sebesar 1,64%, serta anak usia 16-18 tahun sebesar 10,07%.

“Ini menjadi tidak jelas, mana yang benar. Masing-masing memiliki data sendiri. Tetapi kalau melihat data BPS sudah jelas, sejak 2018 jumlah perokok anak terus menurun. Artinya, PP 109/2012 ini tidak perlu direvisi,” ungkap Adik.

Kontribusi Cukai Hasil Tembakau

Adapun nilai kontribusi IHT terhadap penerimaan negara dari cukai juga besar. Di saat penerimaan negara dari berbagai sektor ekonomi mengalami penurunan, hanya penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang naik.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, penerimaan negara di sektor IHT berkontribusi sebesar 97% dari total penerimaan cukai. Sepanjang kuartal I-2021, realisasi penerimaan cukai Rp49,56 triliun atau 27,54% dari target.

Di sini, CHT menyumbang Rp48,22 triliun atau 27,75% dari target. “Jika revisi benar-benar dilakukan, ini bisa membunuh IHT dan petani. Selain itu, penerimaan negara dari CHT akan tergerus. Ini yang harus dipahami, tidak hanya nasib IHT dan petani, tetapi juga nasib pemasukan negara,” tegasnya.

Adik pun mengakui, selama ini industri dan petani tidak pernah dilibatkan dalam penetapan aturan tersebut. Alhasil, aturan itu dianggap sepihak dan terkesan memaksakan kehendak satu kelompok.

“Ini tidak baik karena negara kita berdasarkan demokrasi. Aturan yang dibuat harus mewakili kepentingan semua kelompok,” tambahnya.

Melalui Kadin Indonesia, pihaknya akan memberi masukan kepada pemerintah pusat.

“Kita akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat agar memperhatikan nasib industri dan petani. Jangan kemudian penerimaan cukai rokok digenjot tetapi di sisi lain justru membuat aturan yang mematikan industri rokok,” pungkasnya.

Sebelumnya, dari sisi regulator di tiga kementerian terkait, yaitu Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian memberikan tanggapan senada agar rencana revisi PP 109/2012 dikaji kembali. Hal ini melihat urgensi di mana krisis kesehatan dari pandemi belum berakhir. (LRD)