<p>Pegawai Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengikuti simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di Jakarta, Rabu, 22 Juli 2020. Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Kadin: Pilkada 2020 Tidak Mampu Dongkrak Ekonomi

  • Pilkada tahun ini, merupakan paket hemat lantaran para paslon tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak untuk berkampanye.

Nasional
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Hari ini, Rabu, 9 September 2020, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang terus menerus menuai kontroversi akhirnya resmi digelar. Pilkada serentak itu digelar di 9 provinsi, 224 kabupaten, 37 kota dan diikuti oleh 735 calon kepala daerah.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyebut. sebelum pandemi Covid-19, Pilkada bisa secara signifikan menggerakkan ekonomi daerah dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Hal itu terjadi lantaran Pilkada selalu diramaikan dengan aksi kampanye terbuka yang melahirkan banyak aktivitas ekonomi. Entah untuk pembelian baliho, spanduk, banner, kaos, topi maupun stiker.

Di sana, sambung Sarman, ada keterlibatan pengusaha lokal, semisal event organizer (EO) yang mengatur pembuatan panggung hiburan, sewa tenda, kursi, sound system, orkes, hingga artis. Selain itu, banyak juga usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang turut menerima untung dengan berjualan makanan dan maupun minuman.

“Semuanya akan menambah omzet UMKM di daerah yang berkontribusi terhadap naiknya transaksi bisnis dan konsumsi rumah tangga,” tutur Sarman yang juga merupakan Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah (DPP) Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Rabu, 9 Desember 2020.

Hitung saja, kata Sarman, jika setiap satu pasangan calon (paslon) memiliki rata-rata biaya kampanye Rp1 miliar. Kali ini mestinya sudah ada perputaran uang senilai Rp745 miliar dengan adanya 735 paslon.

Nilai itu merupakan angka minimal. Sebab wajarnya, setiap kampanye Pilkada, total dana yang keluar bisa mencapai Rp5 triliun.

“Jumlah ini sangat signifikan menggerakkan ekonomi daerah dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan nasional,” kata Sarman.

Pilkada 2020

Namun kini, Pilkada serentak sama sekali tidak dapat memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi. Pasalnya, banyak aksi kampanye yang kini justru dilakukan secara daring, baik via sosial media maupun cara-cara virtual lainnya.

Para paslon, tambah Sarman, berupaya menjaga protokol kesehatan saat berkampanye. Sehingga mereka lebih banyak menghabiskan dananya untuk berbelanja alat kesehatan seperti masker dan penyanitasi tangan.

“Sedangkan atribut lainnya sekalipun dibelanjakan namun sangat minim,” imbuh Sarman.

Pilkada tahun ini, merupakan paket hemat lantaran para paslon tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak untuk berkampanye. Sementara, dana yang dikeluarkan pemerintah Rp20 triliun perputarannya sangat terbatas karena hanya dipakai untuk pembelian barang-barang tertentu.

Mulai dari kotak suara, peralatan kesehatan, dan pelbagai persiapan Pilkada lainnya. Hanya sedikit yang sampai ke tangan masyarakat.

“Sehingga tidak signifikan dampaknya terhadap konsumsi rumah tangga,” pungkas dia.