Kalahkan China, Jepang Bangun Kapal Perang Terbesar di Asia
- Jepang sedang bersiap untuk membangun dua kapal perang permukaan terbesar di Asia. Kapal ini juga akan menjadi salah satu kombatan permukaan terbesar di dunia.
Tekno
TOKYO-Jepang sedang bersiap untuk membangun dua kapal perang permukaan terbesar di Asia. Kapal ini juga akan menjadi salah satu kombatan permukaan terbesar di dunia.
Dua kapal yang disebut destroyer itu dibangun dengan tugas melindungi Jepang dari rudal balistik dari Korea Utara dan China.
US Naval Institute News Selasa 13 September 2022 melaporkan kapal akan dibangun secara khusus untuk membawa sistem tempur Aegis, radar, dan pencegat rudal SM-3. Setiap kapal akan memiliki berat sekitar 20.000 ton, dengan panjang 210 meter dan lebar 40 meter. Secara dimensi jelas tidak layak disebut sebagai destroyer.
Kapal ini akan dengan mudah mengalahkan kombatan permukaan terbesar Angkatan Laut Amerika yang diisi tiga perusak kelas Zumwalt. Kapal siluman ini memiliki 16.000 ton, panjang 185 meter dan lebar 24 meter.
- Harga BBM BP AKR Turun, Berikut Daftar Harganya
- Lanjutkan Reli 28 Bulan Berturut-turut, Neraca Perdagangan Indonesia Agustus 2022 Surplus Rp85,95 Triliun
- Tertinggi Dalam Sejarah, IHSG Cetak Rekor Baru di 7.372,74
Kapal Jepang juga akan mengerdilkan kapal penjelajah kelas Renhai Type 055 China. Saat ini, kapal perang permukaan terbesar di dunia adalah battlecruiser Pyotr Velikiy Rusia, yang terhubung dengan Armada Utara Moskow, dan panjangnya 252 meter dengan lebar 28 meter. Kapal memiliki bobot sekitar 24.000 ton.
Kedua baru Jepang memiliki ukuran luar biasa besar karena beberapa alasan. Pertama kapal kemungkinan akan membawa Radar udara dan pertahanan rudal SPY-6. Radar buatan Raytheon tersebut saat ini sedang dipasang di kapal perusak kelas Arleigh Burke Angkatan Laut Amerika.
Alasan kedua kapal harus membawa pencegat rudal SM-3 Blok IIA dalam jumlah yang relatif besar. Ini diperlukan untuk memberikan pertahanan yang berkelanjutan.
Ketiga kedua kapal akan menghabiskan waktu yang sangat lama di laut sementara radar mereka akan terus menerus bekerja mendeteksi ancaman. Kapal akan membutuhkan bahan bakar besar untuk propulsi, sistem tempur, dan radar.
Ancaman China dan Korea Utara
Selama 20 tahun terakhir Jepang secara bertahap membangun kemampuan pertahanan rudal berbasis kapal. Jepang telah membangun delapan kapal perusak peluru kendali dengan kemampuan pertahanan rudal yang sama dengan kapal kelas Burke.
Persenjataan rudal dan senjata nuklir Korea Utara dan China telah membebani armada kecil ini. Apalagi mereka juga harus bertanggung jawab untuk perang anti-kapal selam, perang anti-udara, dan misi tradisional destroyer lainnya. Kedua kapal baru akan membebaskan kapal perusak yang ada untuk melakukan misi lain.
Kemampuan pertahanan rudal yang disediakan oleh kedua kapal tersebut pada awalnya akan ditutup oleh Aegis Ashore. Ini adalah sistem aegis berbasis darat.
Tetapi tidak mudah bagi Jepang untuk menempatkan sistem ini. Banyak pemerintah daerah menolaknya hingga memaksa Tokyo menempatkan seluruh sistem di laut.
- Akali Sanksi Global, Bank Rusia Kucurkan Pinjaman dalam Mata Uang Yuan
- Usai Proyek Tol Kayu Agung-Palembang-Betung, WSBP Incar Ruas Trans Sumatra Lain
- Biaya Hidup Meningkat, Ini Cara Menekan Pengeluaran Saat Membesarkan Anak
Pasukan Maritim Bela Diri Jepangdalam beberapa tahun terakhir memang terus mengembangkan kekuatannya. Pada akhir 2010-an sebagai tanggapan atas pembangunan maritim China Jepang memperluas armadanya dari 16 kapal selam serang menjadi 22.
Negara ini juga telah memulai konversi dari destroyer pengangkut helikopter Izumo dan Kaga menjadi kapal induk penuh yang akan mengoperasikan F-35B Joint Strike Fighter. Setelah selesai keduanya akan menjadi kapal induk pertama Jepang sejak Perang Dunia II.
Kedekatan Jepang yang tidak nyaman dengan Korea Utara dan China memaksanya untuk memperluas pertahanannya. Angkatan Laut Jepang akan bertanggung jawab atas ancaman bawah laut, permukaan, udara, dan luar angkasa,
Dua kapal baru pada dasarnya akan bertanggung jawab untuk membangun gelembung pelindung bagi lebih dari 125 juta orang. Jarang ada begitu banyak orang yang bergantung pada sesuatu yang begitu sedikit.