Kaleidoskop 2020 (Serial 3): Pupusnya Harapan Kebangkitan Industri Properti
Ada optimisme besar dari para pelaku industri properti saat membuka tahun 2020. Maklum, setelah paceklik panjang sejak 2012, pasar properti mulai menggeliat pada 2019. Sinyal positif itu diharapkan bisa berlanjut hingga tahun berikutnya.
Industri
JAKARTA – Ada optimisme besar dari para pelaku industri properti saat membuka tahun 2020. Maklum, setelah paceklik panjang sejak 2012, pasar properti mulai menggeliat pada 2019. Sinyal positif itu diharapkan bisa berlanjut hingga tahun berikutnya.
Sayangnya, harapan itu harus terkubur saat COVID-19 masuk ke Indonesia pada Maret 2020. Pembatasan aktivitas manusia selama pandemi berakibat pada lumpuhnya semua sektor ekonomi termasuk properti.
Hal ini terlihat dari data DPP Real Estate Indonesia (REI) yang menyebutkan seluruh subsektor properti anjlok. Hingga November 2020, penjualan rumah komersial turun hingga 50%-80%. Sementara pusat perbelanjaan anjlok 85%, okupansi hotel melorot 90%, dan perkantoran turun 74%.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Pandemi memukul hampir semua kegiatan bisnis sektor properti, mal, hotel, perkantoran, dan perumahan,” kata Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida dalam sebuah diskusi, dikutip dari laman REI, Kamis, 31 Desember 2020.
Properti Komersial Tertekan
Direktur PT Ciputra Development Tbk Budiarsa Sastrawinata mengatakan penjualan hunian pada Maret 2020 menjadi terendah dalam 10 tahun ke belakang. Kondisi baru membaik pada September 2020.
Budiarsa mengatakan penjualan hunian, baik di segmen bawah maupun atas sama-sama sulit. Hanya penjualan di segmen menengah yang mencatat kinerja positif.
“Menjual rumah di harga Rp250 juta saja sulit. Yang masih bisa bertahan cuma segmen di bawah dan sampai Rp1 miliar,” kata dia.
Meski demikian, Budi tetap bersyukur karena dari keseluruhan sektor, hanya residensial yang punya ruang buat “bernapas” selama COVID-19.
“Mal dan hotel terdampak paling besar karena sempat ditutup dan dibatasi operasionalnya. Kondisinya sangat prihatin,” kata dia.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
Bisnis perhotelan dan ruang retail memang mengalami pukulan yang sangat besar selama pandemi. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan secara keseluruhan industri pariwisata kehilangan potensi pendapatan hingga Rp90 triliun hanya dalam kurun Januari-April 2020.
“Dari pasar domestik sektor hotel kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp30 triliun,” kata Haryadi dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis, 16 April 2020.
Haryadi menyebutkan per 13 April 2020 ada 1.642 hotel serta 353 restoran atau tempat hiburan telah berhenti beroperasi. Selama periode awal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tingkat keterisian kamar hotel anjlok menjadi 20%-25%.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyatakan pengusaha mal mulai berguguran akibat pembatasan kunjungan. Di masa penerapan PSBB Jakarta pada September 2020, level kunjungan mal anjlok hingga 20%.
Pengusaha mal, restoran, dan kafe pun mulai melakukan efisiensi sejak kuartal II-2020. Saat ini, kata dia, pengusaha restoran dan kafe di mal sudah merumahkan 50% dari total karyawan yang mencapai 400.000 orang.
Pengembang Kena Pailit
Dalam tekanan ini, pengembang pun mulai kewalahan untuk mempertahankan kinerja keuangan. Sepanjang 2020, TrenAsia.com mencatat ada tiga developer yang terkena gugatan pailit karena tidak mampu melakukan pembayaran utang.
Emiten properti PT Cowell Development Tbk (COWL) digugat pailit pada Juli 2020 oleh kreditur atas nama PT Multi Cakra Kencana Abadi.
Head of Accounting & Tax Cowell Development Pie Chen mengatakan jumlah tagihan mencapai Rp53,4 miliar dengan jangka waktu pinjaman selama sembilan bulan. Perseroan menggunakan dana pinjaman itu untuk biaya operasional.
“Utang perseroan kepada kreditur yang mengajukan gugatan pailit tersebut adalah setara dengan 1,93% dari total utang Cowell Development,” kata dia dalam keterbukaan informasi di PT Bursa Efek Indonesia, Kamis, 16 Juli 2020.
- Cara Menghilangkan Kecemasan Saat Rapat Online
- Tips Bekerja dari Rumah atau WFH Ketika Kasus COVID-19 Kembali Naik
- Tandatangani Kontrak, David Guetta Resmi Bergabung dengan Warner Music
Pengembang megaproyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), juga ditetapkan masuk dalam status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S) pada 6 Oktober 2020. Perkara ini diajukan oleh PT Graha Megah Tritunggal melalui kuasa hukumnya Erlangga Rekayasa.
Sementara, PT Sentul City Tbk. (BKSL) digugat pailit oleh sejumlah anggota keluarga Bintoro pada 7 Agustus 2020 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat menghentikan sementara atau suspensi perdagangan saham BKSL.
Manajemen Sentul City menegaskan perusahaan tidak dalam keadaan pailit. Adapun masalah yang dimaksudkan pihak penggugat adalah terkait perjanjian perikatan jual beli (PPJB) kavling siap bangun di Cluster Habiture, Sentul City, Bogor.
“Perikatan yang dibuat antara pemohon pailit dengan perseroan adalah sebagai pembeli dan penjual. Sesuai PPJB, uang yang sudah diserahkan pembeli kepada perseroan adalah Rp29,31 miliar,” ungkap perseroan.
Paulus mengatakan maraknya kasus pailit khususnya di industri properti terjadi akibat kondisi dunia usaha yang sulit selama pandemi. Di sisi lain, gugatan pailit terlalu mudah dilakukan.
Menurut Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan bahwa “Apabila terjadi gagal bayar utang pada minimal dua kreditur, maka perusahaan dapat dipailitkan”.
Sejuta Rumah Meleset
Tahun ini juga bukan hanya menyulitkan pengusaha, namun memprihatinkan buat konsumen properti. Khususnya bagi masyarakat yang belum memiliki hunian hingga saat ini.
Program Sejuta Rumah (PSR) yang digadang-gadang pemerintah meleset dari target. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat pembangunan PSR baru hingga 21 Desember 2020 baru mencapai 902.886 unit.
Angka pembangunan ini terdiri atas rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 677.616 unit dan rumah untuk non MBR sebanyak 225.270 unit.
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- Cegah Ledakan Kasus COVID-19, Pemerintah Geser dan Hapus Hari Libur Nasional Ini
- Penyaluran KPR FLPP: BTN Terbesar, Tiga Bank Daerah Terbaik
Persoalan lainnya, penyerapan rumah sederhana maupun rumah subsidi tahun ini sangat rendah. Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menyatakan penjualan hunian pada 2020 anjlok hingga 40% dari tahun lalu.
Dari target pembangunan 210.000 rumah subsidi di bawah Apersi tahun ini, hanya 60% yang berhasil terserap pasar. “Capaian tahun ini sangat menurun dari tahun lalu, khususnya untuk rumah dengan KPR subsidi,” kata Junaidi kepada TrenAsia.com, belum lama ini.
Junaidi mengatakan hal ini terjadi akibat pengetatan pemberian kredit pemilikan rumah (KPR) dari perbankan ke konsumen. Walhasil, banyak transaksi hunian yang tidak tercapai.
Angin Segar UU Ciptaker
Pada penutup tahun, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan masih adanya titik cerah untuk menyambut 2021. Dia menyebut kehadiran Undang Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bisa mendorong kemajuan industri khususnya properti.
Ma’ruf mengatakan kehadiran peraturan ini merupakan upaya pemerintah untuk mendorong penamanam investasi, penciptaan lapangan kerja, dan kemudahan usaha baru. Selain itu, UU Ciptaker juga akan mendukung pemberantasan korupsi sekaligus memulihkan perekonomian pascapandemi.
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Nvidia Tanam Uang Rp1,4 Triliun Demi Bangun Superkomputer
- Facebook Lakukan Pengujian, Oculus VR Bakal Tak Lagi Bebas Iklan
Setidaknya, kata Ma’ruf, ada delapan aspek terkait sektor properti dalam UU Cipta Kerja yaitu rumah susun, bangunan gedung, perumahan dan kawasan permukiman, badan percepatan penyelenggaraan perumahan, kawasan dan tanah terlantar, bank tanah, tata ruang, dan perpajakan.
“Untuk itu saya mengimbau agar pengembang juga dapat secara aktif melakukan partisipasi serap aspirasi. Dengan memberikan masukan dan tanggapan atas rancangan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja. Demi perkembangan sektor properti Indonesia,” kata Ma’ruf Amin dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) REI Tahun 2020, Kamis, 3 Desember 2020.
Artikel ini merupakan sambungan dari serial Kaleidoskop 2020 sebelumnya: