Ilustrasi pergerakan IHSG di pasar modal. Infografis: Deva Satria/TrenAsia
Industri

Kaleidoskop 2021: Akrobat Konglomerat dan Emiten Kakap Lewat Merger hingga Akuisisi

  • Kaleidoskop 2021: Rekor demi rekor terjadi di pasar modal seiring marak terjadi aksi korporasi melalui merger dan akuisisi yang dilakukan para konglomerat maupun emiten kakap Tanah Air sepanjang Tahun Kerbau Logam. Untuk itu, TrenAsia.com merangkum sejumlah aksi korporasi paling fenomenal yang dilakukan perusahaan tercatat sepanjang tahun berjalan.

Industri

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Tahun 2021 meninggalkan banyak kesan dan kenangan manis. Kendati masih dalam masa pandemi, sejumlah rekor yang menandakan perbaikan ekonomi terjadi sepanjang tahun ini.

Di pasar modal, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan terciptanya 1 juta investor saham baru sepanjang tahun 2021. Sehingga, terdapat sebanyak 2.697.832 jumlah single investor identification (SID) saham per 31 Agustus 2021.

Tak hanya itu, rekor perolehan dana terbesar dari penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) juga tercipta tahun ini. Sejak awal tahun hingga 16 September 202, telah terkumpul dana Rp32,14 triliun yang berasal dari IPO 38 perusahaan.

Tingginya penggalangan dana itu didongkrak oleh perolehan dana IPO e-commerce lokal, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dengan nilai mencapai Rp21,9 triliun. Hal ini sekaligus menjadikannya sebagai emiten dengan emisi IPO terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.

Pada 11 November 2021, Bursa mencatatkan rekor frekuensi transaksi harian tertinggi sepanjang masa yaitu sebesar 1.135.495 kali transaksi saham selama satu hari perdagangan. Tak lama setelah itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus level all time high di kisaran 6.754.

Sejumlah harga komoditas ikut mengalami tren yang sama. Harga batu bara, misalnya, sempat menyentuh rekor tertinggi sebesar US$295 per ton pada 5 Oktober 2021. Bahkan, harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) menyentuh harga 5.071 ringgit Malaysia per ton, tertinggi selama 10 tahun terakhir.

Capaian baru yang tak kalah mengesankan ditunjukkan oleh Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2021 yang bertengger di level 57,2. Hal itu membuktikan terjadinya ekspansi industri domestik.

Di tengah capaian ciamik itu, marak terjadi aksi korporasi melalui merger dan akuisisi yang dilakukan emiten kakap Tanah Air sepanjang Tahun Kerbau Logam. Untuk itu, TrenAsia.com merangkum sejumlah aksi korporasi paling fenomenal yang dilakukan perusahaan tercatat sepanjang tahun berjalan.

Bank Syariah Indonesia

Menteri BUMN, Erick Thohir dalam sambutannya di acara IDX Debut PT Bank Syariah Indonesia Tbk di Jakarta, Kamis 4 Februari 2021. / Dok. Kementerian BUMN

Mulai Februari 2021, tiga bank syariah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah resmi melakukan mega merger. Usai melakukan penggabungan usaha, bank syariah Himbara itu berubah nama menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) alias BSI.

Holding Bank Syariah Indonesia diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara. Kehadiran BSI diharapkan mempercepat pertumbuhan perbankan dan ekonomi syariah serta menjadi energi baru ekonomi Indonesia.

Kehadiran BSI juga diharapkan menjadi salah satu dari 10 Bank Syariah terbesar secara global dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Apalagi, Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim paling banyak di dunia.

Per 30 November 2021, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menjadi pemegang saham terbesar dengan porsi 50,83%. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mengempit 24,85%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk memiliki 17,25% kepemilikan saham. Sisanya, tersebar di masyarakat.

Grup Djarum Caplok SUPR dan RANC

PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) pemilik ritel modern Ranch Market dan Farmers Market / Farmersmarket.co.id

Konglomerasi milik keluarga terkaya seantero Indonesia ini terbilang aktif melaksanakan aksi korporasi. Dalam setahun, Grup Djarum sudah melakukan akuisisi dua emiten lokal.

Melalui PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), Grup Djarum resmi mengakuisisi 94,03% saham emiten menara, PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR). Nilai transaksinya tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp16,73 triliun.

Transaksi tersebut dilakukan pada 1 Oktober 2021 yang dilaksanakan lewat entitas anak TOWR, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dengan harga pelaksanaan Rp15.640 per lembar saham.

Protelindo mengambilalih saham SUPR dari 14 pihak, di antaranya PT Kharisma Indah Ekaprima, Cahaya Anugerah Nusantara Holdings Limited, Pioneering Networks Investments, Fajarindo Nusantara Holdings, Perdana Indonesia Holdings, dan Uniperkasa Indonesia Investments. 

Kemudian, Nusantara Connectivity Ventures, Puncak Pratama Holdings Limited, Clearwater Insight Investments, Tumbuh Abadi Holdings Limited, Sentral Nusantara Holdings Limited, Great Archipelago Capital, Evergreen Digital Capital, serta Towering Heights Investments Limited.

Adapun alasan perseroan melakukan transaksi tersebut adalah untuk pengembangan usaha Protelindo serta perluasan jaringan usaha agar dapat memperkuat posisinya sebagai pemilik dan operator menara independen dalam rangka melayani operator telekomunikasi Indonesia.

SUPR sendiri memiliki setidaknya 6.780 menara. Dengan adanya transaksi ini, Protelindo memiliki 28.300 tower dan hampir 53.000 tenant dan tenancy ratio hampir 1,9 kali.

Ekspansi Keluarga Hartono kembali terjadi dengan menuntaskan pengambilalihan 51% saham pengelola Ranch Market, PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) melalui PT Global Digital Niaga alias Blibli.com dengan nilai transaksi sekitar Rp2,03 triliun.

Pada 30 September 2021, lokapasar Grup Djarum membeli 797.888.628 saham RANC dari PT Wijaya Sumber Sejahtera, PT Prima Rasa Inti, PT Gunaprima Karyaperkasa, PT Ekaputri Mandiri, David Kusumodjojo, Suharno Kusumodjojo dan Harman Siswanto pada harga Rp2.550 per saham

Melalui keterangan resminya, corporate action yang dilaksanakan Global Digital Niaga bertujuan untuk pengembangan usaha dan perluasan ekosistem perseroan sebagai salah satu perusahaan e-commerce terkemuka di Indonesia.

Merger Indosat dan Tri

Merger antara dua provider telekomunikasi PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri). Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Merger antara dua provider telekomunikasi PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) menjadi salah satu aksi korporasi terbesar pada tahun 2021. Nilai transaksi ditaksir mencapai US$6 miliar atau setara Rp85,43 triliun (kurs Jisdor Rp14.238 per dolar AS).

Indosat dan Tri resmi bergabung pada 16 September 2021 melalui penandatanganan masing-masing induk usaha kedua perusahaan, yakni Ooredoo Q.P.S.C. dan CK Hutchison Holdings Limited. Dengan proses penggabungan, nama entitas gabungan menjadi Indosat Ooredoo Hutchison.

Entitas baru ini diperkirakan bakal berada pada posisi yang kuat untuk berkontribusi pada percepatan pertumbuhan ekonomi dan transformasi digital Tanah Air. Perusahaan itu akan menjadi perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia dengan perkiraan pendapatan tahunan hingga US$3 miliar atau sekitar Rp42,71 triliun.

Chairman of the Board of Directors at Ooredoo Group, H.E. Sheikh Faisal Bin Thani Al Thani menambahkan, penggabungan kedua bisnis ini merupakan transaksi besar untuk Asia dan untuk Ooredoo Group.

Penggabungan Indosat dan Tri akan menyebabkan CK Hutchison menerima saham baru di Indosat Ooredoo hingga 21,8% dari Indosat Ooredoo Hutchison. 

Pada saat yang sama, PT Tiga Telekomunikasi akan menerima saham baru Indosat Ooredoo hingga 10,8% dari Indosat Ooredoo Hutchison.

Bersamaan dengan penggabungan bisnis, CK Hutchison akan mendapatkan 50% saham dari Ooredoo Asia dengan menukar 21,8% sahamnya di Indosat Ooredoo Hutchison untuk 33% saham di Ooredoo Asia.

Kemudian, CK Hutchison juga akan mendapatkan tambahan 16,7% kepemilikan di Ooredoo Group lewat transaksi senilai US$387 juta. 

Menyusul transaksi di atas, para pihak akan masing-masing memiliki 50% dari Ooredoo Asia, yang akan diberi nama baru yaitu Ooredoo Hutchison Asia dan memiliki 65,6% saham dan kendali atas Indosat Ooredoo Hutchison.

Pada akhir transaksi, Indosat Ooredoo Hutchison akan dikendalikan secara bersama-sama oleh Ooredoo Group dan CK Hutchison. Perusahaan gabungan akan tetap terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pemerintah Indonesia akan memiliki 9,6% saham, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia memiliki 10,8% saham, dan pemegang saham publik lainnya memiliki sekitar 14,0% saham.

Penggabungan usaha antara dua perusahaan telekomunikasi seluler yakni PT Hutchison 3 Indonesia dan PT Indosat Tbk (ISAT) dijadwalkan akan berlaku efektif pada 4 Januari 2022.

Hal itu terungkap dalam keterbukaan informasi yang dikutip Senin, 27 Desember 2021. Adapun rancangan penggabungan usaha antara keduanya telah mendapatkan persetujuan dari Kemenkominfo pada 5 November 2021.

Grup Northstar Akuisisi Tambang Australia

Tambang batu bara PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) / Deltadunia.com

Emiten jasa pertambangan batu bara milik Grup Northstar, PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) melalui anak usahanya PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA), melakukan akuisisi aset di Australia senilai Rp1,42 triliun.

Akuisisi tersebut dilakukan oleh BUMA melalui anak usaha yang baru dibentuk di Australia, yaitu BUMA Australia Pty Ltd (BUMA Australia), dengan kepemilikan sebesar 100% oleh BUMA. 

BUMA Australia telah menyelesaikan akuisisi bisnis usaha jasa pertambangan batu bara milik Downer EDI Limited (Downer) yang saat ini disebut sebagai bisnis Open Cut Mining East (Mining East) di Australia.

Transaksi mencakup transfer atas aset, karyawan, liabilitas imbalan kerja, dan kontrak- kontrak Mining East dari Downer ke BUMA Australia, telah selesai dengan mencerminkan biaya akuisisi sebesar 139 juta atau dolar Australia, setara Rp1,42 triliun.

Manajemen DOID menyebut, nilai transaksi tersebut menggambarkan material discount dari nilai buku di atas 200 juta dolar Australia. Transaksi tersebut didanai sepenuhnya oleh fasilitas pinjaman Bank Mandiri yang dilaksanakan penarikannya pada bulan Juli 2021. 

Penyelesaian transaksi tersebut menandai masuknya BUMA ke dalam industri batu bara cooking yang akan menjadi langkah pertama BUMA dalam melakukan diversifikasi, serta perluasan di luar Indonesia.

Mining East memiliki kapasitas produksi sekitar 160 juta bcm untuk pengupasan lapisan tanah penutup (overburden), di mana sejumlah sekitar 130 juta bcm telah terikat kontrak, dan 10,5 juta ton batu bara, yang digunakan untuk melayani konsesi batu bara termal maupun coking. 

Portofolio Mining East ini terdiri dari empat lokasi tambang di Queensland milik pelanggan kelas dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, Mining East mencatat pendapatan tahunan sebesar sekitar 510 juta dolar Australia

Boy Thohir Caplok Trimegah

Bos Adaro Energy Garibaldi Thohir bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. / Facebook @AdaroEnergy

Jika sebelumnya anak usaha Grup Northstar yang melakukan akuisisi, kali ini terjadi hal sebaliknya. Emiten pialang PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) dicaplok oleh taipan Garibaldi “Boy” Thohir dari Advance Wealth Finance Ltd, entitas perusahaan investasi milik Patrick Waluyo.

Pada 22 Desember 2021, Boy Thohir resmi menandatangani Perjanjian Jual Beli Bersyarat (Conditional Sales and Purchase Agreement/CSPA) untuk mengambilalih 2.462.700.000 lembar saham atau setara 34,64% saham TRIM milik Advance Wealth Finance.

Penandatanganan perjanjian ini merupakan implementasi dari negosiasi antara Boy Thohir dengan Advance Wealth Finance Ltd untuk mengakuisisi mayoritas saham TRIM yang dilaksanakan pada awal Oktober 2021.

Hanya saja, porsi pengambilalihan saham pada perjanjian kali ini lebih rendah dari rencana sebelumnya. Kakak kandung Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir itu disebut-sebut akan membeli 3,5 miliar lembar atau setara 49,23% saham TRIM.

Pada saat itu, dinyatakan bahwa tujuan dari rencana transaksi adalah sebagai investasi dan pengembangan bisnis Boy Thohir di pasar modal Indonesia. Setelah proses negosiasi, barulah dilaksanakan proses uji tuntas (due diligence).

Tidak sedikit pelaku pasar yang mempertanyakan aksi di balik akuisisi tersebut. Pasalnya, aksi ini sejalan dengan rencana entitas gabungan Gojek-Tokopedia, GoTo yang akan melantai di BEI. Di mana, saat ini Boy Thohir juga menjabat sebagai Komisaris Independen Gojek.

Lebih dari itu, Ekonom dan Praktisi Pasar Modal dari LBP Institute, Lucky Bayu Purnomo justru melihat adanya peluang sinergi yang mungkin akan terjadi ke depannya. Setelah diakuisisi Boy Thohir, Trimegah berpotensi masuk ke dalam ekosistem GoTo.

Pada prinsipnya, kata dia, sebuah ekosistem digital dapat diintegrasikan dengan berbagai objek kegiatan usaha, termasuk perusahaan pialang efek atau sekuritas. Langkah ini sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan rintisan berbasis teknologi seperti GoTo.

“Di masa yang akan datang, sangat memungkinkan sebuah perusahaan sekuritas berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan fintech atau pun start up, di mana nilai tambah itu yang akan menjadi orientasi utamanya,” ujarnya kepada TrenAsia.com, Rabu, 6 Oktober 2021.

Merujuk riset Syailendra Capital, GoTo memang tengah melebarkan sayap bisnisnya pada berbagai segmen usaha, salah satunya perbankan digital. Seperti diketahui, Gojek melalui PT Dompet Karya Anak Bangsa (GoPay) tercatat sebagai salah satu pemegang saham utama PT Bank Jago Tbk (ARTO).

Sebagai ilustrasi, ke depannya Trimegah dapat menjual saham, reksa dana, dan produk investasi lainnya pada platform Tokopedia. Sedangkan, untuk pembayarannya sendiri dapat diintegrasikan melalui dompet digital milik GoTo, yakni GoPay atau bahkan Bank Jago.

“Seperti yang kita tahu, ekosistem GoTo sudah terbentuk sedemikian rupa. Sehingga ini bisa menjadi compliment apabila nantinya transaksi jual beli tersebut dapat dilakukan oleh salah satu perusahaan sekuritas yang menjadi satu kesatuan di dalam ekosistem yang sama,” tutur dia.

Atraksi Emtek

Konglomerat pemilik Grup Emtek, Eddy Kusnadi Sariaatmadja / Forbes Indonesia

Serupa dengan apa yang dilakukan Grup Djarum, konglomerasi milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja turut menampakan atraksi melalui aksi akuisisi. Dalam setahun, ada dua aksi korporasi yang cukup mencuri perhatian pelaku pasar.

Emiten rumah sakit milik Grup Emtek, PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME) telah mengakuisisi mayoritas saham pengelola RS Grha Kedoya, PT Kedoya Adyaraya Tbk (RSGK). Dalam keterbukaan informasi BEI, 10 September 2021, SAME yang merupakan pengelola Omni Hospital tersebut akan melakukan pembelian 66% saham RSGK. 

Pada tahap pertama, SAME mengaku telah mengakuisisi 18% atau setara 167,34 juta saham RSGK pada harga Rp1.720 per lembar. Dengan begitu, SAME telah mengeluarkan dana sekitar Rp287,82 miliar dalam aksi korporasi tersebut.

Sekitar sebulan setelah transaksi pertama itu, SAME merealisasikan wacana akuisisi RS Grha Kedoya dengan menuntaskan pembelian 45% saham RSGK. SAME membeli saham 418.351.500 lembar saham RSGK pada harga Rp1.720 per lembar. Nilai transaksi ditaksir mencapai Rp719,56 miliar.

Adapun pihak penjual dalam transaksi ini adalah PT Medikatama Sejatera yang merupakan pengendali RSGK dengan kepemilikan saham sebelumnya sebanyak 40%. Selanjutnya, PT Bestama Medikacenter Investama dengan porsi kepemilikan saham sebelumnya sebesar 22%.

Menariknya, proses akuisisi tak lama setelah RSGK melantai di BEI. Seperti diketahui, sebelumnya RSGK baru menyelesaikan proses penawaran umum perdana saham pada 2 – 6 September 2021. Perseroan resmi tercatat di BEI pada 8 September 2021.

Usai memperluas bisnis di sektor rumah sakit, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) kepincut untuk merambah bisnis perbankan. Melalui anak usahanya PT Elang Media Visitama (EMV), perseroan telah melakukan penandatanganan akta jual beli saham dan efektif mengakuisisi 93% saham PT Bank Fama International (FAMA) pada Rabu, 22 Desember 2021.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang dirilis Jumat, 24 Desember 2021, EMV telah melakukan pembelian 9.089.503.800 saham FAMA senilai Rp908,95 miliar atau 93% dari seluruh modal yang ditempatkan dan disetor dalam FAMA. 

Titi Maria Rusli, Corporate Secretary EMTK menjelaskan pendanaan transaksi pengambilalihan menggunakan dana internal EMV.

Secara rinci, EMV membeli 4.428.701.427 lembar saham Bank Fama dari Junus Jen Suherman, 1.704.285.876 lembar dari Edi Susanto, 1.704.285.876 unit saham dari Dewi Janti, dan 1.252.230.621 milik PT Surya Putra Mandiri Sejahtera.

Grup Emtek sendiri telah berkembang menjadi kelompok perusahaan modern dan terintegrasi yang memiliki tiga divisi usaha utama, yaitu Media, Telekomunikasi dan Solusi TI, serta Konektivitas.

Itulah beberapa merger dan akuisisi yang cukup mencuri perhatian pelaku pasar selama 2021. Akankah aksi serupa akan terulang di tahun depan, atau bahkan lebih menjamur dan jumbo dari tahun ini?