<p>Presiden Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. / Facebook @smindrawati </p>
Industri

Kaleidoskop 2021: Vaksinasi dan Booming Harga Komoditas jadi Kunci Pemulihan Ekonomi

  • Kaleidoskop 2021: Pemerintah menggenjot vaksinasi hingga adanya booming harga komoditas batu bara dan CPO menjadi kunci pemulihan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Industri

Daniel Deha

JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 sejak awal tahun memang diharapkan kembali berada di jalur positif setelah begitu terpukul selama sepuluh bulan 2020. Hal itu karena virus COVID-19 yang bermula di China merambah Indonesia pada 2 Maret 2020 yang membuat seluruh kekuatan kunci ekonomi rontok.

Alhasil, selama tiga kuartal tahun lalu, ekonomi Indonesia terkontraksi sangat dalam. Tekanan terberat ekonomi terjadi pada kuartal II-2020 yang turun 5,32% kemudian berlanjut ke kuartal III menjadi minus 3,49% dan kuartal terakhir 2020 menyusut 2,19%.

Beruntung, pada kuartal I-2020, ekonomi RI masih tumbuh 2,97% meski mulai terganggu pada bulan terakhir kuartal I-2020.

Derap optimisme pemerintah yang dinakhodai oleh Presiden Joko Widodo selama tahun ini tak pernah lekang. Dalam setiap kesempatan, Jokowi selalu menyatakan optimismenya bahwa ekonomi Indonesia bisa bangkit. Hal itu kemudian terepresentasi dalam moto Perayaan HUT Kemerdekaan Ke-76 RI tahun 2021 yakni: "Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh".

Optimisme tersebut pun kemudian meresap ke dalam tubuh pemerintahan dan pelaku usaha untuk menjadi “bahan bakar” yang menggelorakan semangat untuk berperang bersama melawan pagebluk COVID-19.

Satu syarat yang diminta Jokowi: mematuhi protokol kesehatan (prokes) COVID-19 seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M). Dia juga mendorong seluruh infrastruktur kesehatan untuk melakukan upaya 3T yaitu melakukan tes COVID-19 (testing), penelusuran kontak erat (tracing), dan tindak lanjut berupa perawatan pada pasien COVID-19 (treatment).

Untuk itu, pemerintah untuk pertama kalinya menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 11-25 Januari 2021. PPKM selama dua pekan ini dilaksanakan berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 1 Tahun 2021 dan diberlakukan di wilayah Jawa dan Bali.

Sebelumnya, pada tahun 2020, sejumlah daerah telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah meluasnya penyebaran COVID-19. PPKM terus berlanjut sampai dengan penghujung tahun ini.

Vaksinasi: Langkah Awal

Siswa mendapatkan vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6-11 tahun di SDN 04 pagi, Cilandak Barat, Jakarta, Selasa, 14 Desember 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Bersamaan dengan PPKM, Jokowi mulai menyerukan dimulainya vaksinasi. Tepat pada 13 Januari 2021, di beranda depan Istana Merdeka, Jakarta, Jokowi menjadi orang pertama di Indonesia yang bersedia menerima suntikan vaksin COVID-19 Sinovac buatan China. Vaksin China itu kerap membuat mayoritas masyarakat Indonesia ragu-ragu. Namun Jokowi ingin menunjukkan bahwa vaksin Sinovac aman.

Jokowi memandang bahwa vaksin harus segera diberikan, tentu dengan segala konsekuensinya. Selain untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) vaksinasi bertujuan agar pemulihan ekonomi tahun ini bisa segera terlihat. Jika Jokowi tidak "tanam kaki", dapat dipastikan Indonesia belum bisa "duduk ongkang kaki" seperti sekarang ini.

Sejak Januari sampai dengan 28 Desember 2021, total suntikan vaksin mencapai 1.562.465 dosis, terdiri dari vaksinasi pertama dan vaksinasi kedua. Jumlah vaksinasi pertama mencapai 157.804.805 (75,77%) dosis, sedangkan dosis kedua mencapai 111.565.302 (53,57%) dosis dari total target 208.265.720 orang.

Jokowi mengatakan bahwa sebagai negara kepulauan dengan belasan ribu pulau dan kondisi geografis yang sulit, tidak mudah untuk melakukan vaksinasi COVID-19. Namun, pencapaian vaksinasi yang tinggi membuktikan bahwa bangsa ini mampu bekerja sama.

"Jangan dibayangkan seperti negara-negara lain. Ini negara paling sulit manajemennya. Manajemen logistiknya sulit, manajemen transportasi juga sulit, bukan hal yang mudah," ujar Jokowi ketika memberikan sambutan secara virtual dari Istana Negara di hadapan para CEO dalam acara Kompas100 CEO Forum 2021, 18 November 2021 lalu.

Atas keberhasilan Indonesia mencapai 100 juta dosis vaksinasi pada Agustus 2021, World Bank pun memberikan apresiasi. Menurut lembaga donor keuangan internasional ini, Indonesia menjadi salah satu dari tujuh negara yang telah berhasil melakukan 100 juta dosis vaksinasi di seluruh dunia. Sebuah prestasi yang luar biasa.

World Bank menyatakan bahwa pemerintah Indonesia layak mendapatkan pengakuan tersendiri atas prestasi tersebut. Indonesia telah berhasil mengalokasikan anggaran hingga US$14,9 miliar guna menangani pandemi.

Bahkan, kata World Bank, penanganan pandemi di Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di dunia karena sukses berhasil menurunkan rasio positif lebih dari 50% hanya dalam dua pekan ketika mengalami ledakan kasus pada pertengahan Juli 2021.

Selain itu, menurut penilaian dari Universitas John Hopkins (AS), Indonesia juga menjadi salah satu negara terbaik di dunia yang berhasil menangani pandemi COVID-19.

Sinyal Pemulihan Ekonomi

Lanskap gedung bertingkat dan perkantoran diambil dari kawasan Senayan, Jakarta, Selasa, 23 November 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Amunisi yang dikerahkan pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 terbukti manjur. Jumlah kasus terus menurun meski perlahan. Bahkan Indonesia berhasil keluar dari guncangan varian COVID-19 bernama Delta dari India yang dianggap sangat berbahaya oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kembali digoyang Omicron di akhir tahun ini pun, Indonesia tak gentar. Ujung pandemi makin terlihat seiring melandainya kasus COVID-19 yang mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Sebetulnya, sinyal pemulihan ekonomi mulai berkedip pada pada kuartal pertama tahun ini. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2021 mengalami kontraksi tipis 0,74% year on year (yoy) atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,96% secara kuartalan (qtq).

Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Jasa Pendidikan sebesar 13,04%. Dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 43,35%.

Perbaikan ekonomi terus berlanjut bahkan kembali berada di jalur positif menjadi 7,07% pada kuartal II-2021. Meski tumbuh tinggi karena low base effect di mana pada kuartal II-2021 minus 5,32%, namun kembalinya ekonomi ke jalur positif menunjukkan bahwa memang pemulihan sedang dimulai.

Beberapa indikator kunci yang mendorong pemulihan ekonomi adalah Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur yang sudah mencapai level 55,3 di bulan Mei 2021. Jumlahnya melonjak jauh, bahkan dari sebelum pandemi yang masih berada di angka 51.

Selain itu, data perdagangan Indonesia juga mulai menunjukkan pertumbuhan, misalnya ekspor yang tumbuh hingga 58%, impor bahan baku tumbuh 79%, impor barang modal tumbuh 35%, hingga penggunaan listrik industri pun tumbuh 28%.

Selain itu, dari sisi permintaan, indeks kepercayaan konsumen (IKK) pun sudah menyentuh angka 104,4 poin. Lalu indeks mobilitas masyarakat melonjak menjadi 5,2 poin. Indeks penjualan ritel juga tumbuh 12,9%. Konsumsi juga naik, penjualan kendaraan niaga misalnya tumbuh hingga 783% dan konsumsi semen tumbuh 19,2%.

Tren pemulihan kembali terjadi di kuartal III-2021 meski mengalami perlambatan dan berada di bawah konsensus pasar. BPS mencatat, ekonomi Indonesia tumbuh 3,51% yoy dan 1,55% qtq. Perlambatan, atau boleh dikatakan penurunan pertumbuhan ekonomi terjadi karena merebaknya varian Delta pada Juli 2021.

Konsekuensinya, pemerintah menerapkan kebijakan PPKM Darurat yang berlaku mulai 12 Juli 2021 untuk sekitar 15 kabupaten/kota dengan tingkat penularan kasus tertinggi. PPKM menjadi istilah yang familiar dan lebih persuasif dalam mendorong kepatuhan masyarakat.

Dalam periode sembilan bulan pertama tahun ini, pertumbuhan tertinggi berasal dari sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (sisi produksi) sebesar 14,06%. Hal ini karena meningkatnya vaksinasi dan pembukaan PPKM setelah merebaknya varian Delta.

Dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 29,16%. Nilai ekspor komoditas sendiri mengalami peningkatan signifikan sebesar 50,90%. Kenaikan ekspor terjadi pada komoditas minyak dan gas (migas), industri pengolahan, dan pertambangan.

Di sisi lain, nilai impor Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup baik sebesar 46,98%. Kenaikan impor terjadi pada komponen barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal.

Pertumbuhan ekonomi positif ini juga didorong oleh kenaikan volume penjualan mobil secara wholesale (penjualan sampai tingkat diler) yang mengalami peningkatan sebesar 110,65% yoy atau sebanyak 234.070 unit. Pertumbuhan ini salah satunya ditopang oleh penjualan kendaraan bermotor karena adanya relaksasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

Begitu juga dengan penjualan sepeda motor yang mengalami kenaikan 28,76% yoy atau sebanyak 1,52 juta unit. Sementara, perdagangan besar dan eceran yang mencakup bukan kendaraan tumbuh 3,27% didukung peningkatan suplai barang domestik dan impor.

Di sisi lain, pertumbuhan positif juga terlihat dari PMI Manufaktur Indonesia. Pada Agustus 2021, PMI Manufaktur meningkat ke level 43,7 dari 40,1 pada Juli. PMI kemudian melonjak cukup tajam ke level 52,2 pada September.

PMI Indonesia kemudian tembus level 57,2 pada Oktober 2021 dan sekaligus merupakan memecahkan rekor sebagai PMI tertinggi sepanjang masa. Bulan lalu, PMI menempati posisi 53,9. PMI ini melampaui PMI China sebagai raksasa ekonomi di kawasan Asia.

Sejalan dengan pemulihan tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III-2021 juga mencatat surplus sehingga menopang ketahanan eksternal. NPI tercatat surplus US$10,7 miliar setelah mengalami defisit US$400 juta pada triwulan sebelumnya.

Kinerja NPI tersebut ditopang oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus US$4,5 miliar (1,5% dari PDB) dan surplus transaksi modal dan finansial yang makin meningkat menjadi US$6,1 miliar.

Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir September 2021 mencapai US$146,9 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan US$137,1 miliar pada akhir Juni 2021. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional.

Bom Harga Komoditas

Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di perairan Banten. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Salah satu kunci perbaikan ekonomi Indonesia tahun ini adalah booming harga komoditas yang membuat pemerintah cuan triliunan rupiah. Kenaikan harga komoditas mulai terjadi sejak awal tahun karena tingginya permintaan di tengah menurunnya pasokan akibat pembatasan.

Menurut data BPS, ada sejumlah komoditas yang mendongkrak pendapatan negara dan pergerakan ekonomi, seperti komoditas makanan (minyak kelapa sawit, cokelat, dan kopi) dan komoditas hasil tambang (timah, nikel, dan alumunium) di pasar internasional.

Kenaikan Indonesia Crude Palm Oil (ICP) dalam 10 bulan pertama tahun ini mencapai US$62,55 per barel atau di atas rata-rata asumsi APBN.

Selain itu, juga terjadi kenaikan harga batu bara, emas, perak, tembaga, timah dan nikel. Harga Batu Bara Acuan (HBA) dalam periode 10 bulan rata-rata mencapai US$102,3 per ton.

Pada Januari 2021, HBA dibuka pada level US$75,84 per ton, kemudian naik di Februari menjadi US$87,79 per ton, dan sempat turun di Maret menjadi US$84,47 per ton.

Setelahnya HBA terus terkerek menjadi sebesar US$86,68 per ton di April, US$89,74 per ton di Mei, SU$100,33 per ton di Juni, US$115,35 per ton di Juli, SU$130,99 per ton di Agustus, dan US$150,03 per ton di September, US$161,63 per ton di Oktober, hingga di November mencapai SU$215,01 per ton.

Bulan ini, HBA mengalami penurunan 26% menjadi US$159,79 per ton karena adanya kenaikan produksi batu bara di China setelah pemerintahan Xi Jinping berupaya menjaga ketahanan batu bara domestik mereka.

Ledakan harga komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional kemudian mengerek volume dan nilai ekspor Indonesia. Sepanjang periode Januari-November, nilai ekspor periode Januari–November 2021 mencapai US$209,16 miliar atau naik 42,62%yoy. Ekspor nonmigas mencapai US$197,98 miliar atau naik 42,00%.

Tingginya nilai ekspor Indonesia berimbas pada neraca perdagangan. Surplus perdagangan untuk periode 11 bulan pertama tahun ini mencapai US$34,32 miliar, naik 75,82%% dari Rp19,52 miliar tahun lalu. Bahkan, selama 19 bulan berturut-turut, Indonesia berhasil mencetak surplus perdagangan, terhitung sejak Mei 2020.

Bom harga komoditas ini juga berdampak terhadap penerimaan negara. Hal itu terbukti dalam laporan Kementerian Keuangan yang menyatakan bahwa penerimaan negara telah mencapai Rp1.699,4 triliun atau sekitar 97,5% dari pagu Rp1.743,6 triliun per November 2021. Penerimaan negara ini meningkat 19,4% yoy dari tahun lalu sebesar Rp1.423,1 triliun.

Jumlah tersebut diperkirakan telah meningkat setelah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu mencatat penerimaan pajak sampai dengan 26 Desember 2021 telah melampaui target dalam outlook APBN 2021.

Penerimaan pajak tercatat mencapai Rp1.231,87 triliun, atau 100,19% dari target Rp1.229,6 triliun. Pencapaian ini merupakan rekor sejarah setelah menanti selama 12 tahun. Sebelumnya, penerimaan pajak selalu di bawah 90%.

Sementara itu, penerimaan bea dan cukai hingga November 2021 sudah melampui target APBN menjadi Rp232,25 triliun, atau 108,05% dari target Rp215 triliun. Tumbuhnya penerimaan bea cukai ditopang oleh ekspor tiga komoditas unggulan Indonesia yaitu kelapa sawit (crude palm oil/CPO), tembaga dan bauksit.

Dengan tingginya pendapatan negara yang didorong oleh kenaikan harga komoditas ekspor, Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis bahwa defisit APBN tahun ini berada di bawah outlook 5,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Karena pemulihan yang kuat serta dari pendapatan dan ledakan komoditas, kami memperkirakan defisit akan antara 5,1 hingga 5,4 persen, jauh lebih rendah dari yang kami rancang sebelumnya," ujarnya dalam World Bank Indonesia Economic Prospects Report, dikutip Jumat, 17 Desember 2021.

Bendahara Negara optimistis bahwa tren ledakan harga komoditas di pasar global yang terus berlanjut bisa mengungkit lebih tinggi grafik pemulihan ekonomi nasional tahun depan. Sesuai outlook APBN 2022, defisit tahun 2022 diperkirakan sebesar 4,8% terhadap PDB.

Baiknya pendapatan negara akibat harga komoditas ini sangat membantu keuangan negara di tengah pandemi COVID-19. Sri Mulyani memperkirakan kenaikan harga komoditas masih akan berlanjut yang kemudian mengantar Indonesia menepi ke jalur normal pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,5% tahun depan.

"Boom harga komoditas mulai terlihat pada kuartal III. Sepertinya akan bertahan sampai awal tahun depan," paparnya.