Bendera Nasional Kamboja Terlihat Saat Buruh Bekerja di Lokasi Konstruksi di Phnom Penh, Kamboja (Reuters/Samrang Pring)
Dunia

Kamboja Batal Bangun Pembangkit Listrik Batu Bara

  • Rencana pembangkit batu bara Botum Sakor telah dikritik oleh para pencinta lingkungan dan beberapa penduduk karena melanggar batas beberapa kawasan hutan terpadat di Kamboja.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Kamboja membatalkan rencananya untuk membangun proyek pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar US$1,5 miliar dengan kapasitas 700 megawatt (MW) di dalam kawasan lindung di sepanjang pantai barat daya.

Menurut Menteri Energi Kamboja Keo Rottanak, Kamboja sekarang akan membangun pembangkit listrik berkapasitas 800 MW yang menggunakan gas alam sebagai bahan bakar, menggantikan proyek sebelumnya.

Sebagai bagian dari proyek tersebut, Kamboja sedang menjajaki pembangunan terminal gas alam cair (LNG) untuk mengimpor bahan bakar super-dingin dan melakukan gasifikasi ulang untuk digunakan di pembangkit listrik.

Terminal LNG yang direncanakan, kemungkinan akan menjadi fasilitas berbasis darat tetap, akan menjadi yang pertama di Kamboja dan akan menjadikannya pasar impor baru di Asia Tenggara. Vietnam dan Filipina melakukan pengiriman pertama mereka tahun ini.

“Perdana Menteri Kamboja Hun Manet akan mengumumkan pada 30 November pembatalan proyek pembangkit listrik tenaga batu bara 700 MW di Koh Kong dan rencana untuk menggantinya dengan LNG 800 MW yang akan dioperasikan setelah tahun 2030,” kata Rottanak kepada Reuters, dikutip Rabu, 29 Desember 2023. 

Dia tidak mengatakan berapa biaya pembangkit berbahan bakar gas dan terminal LNG. Rencana pembangkit batu bara Botum Sakor telah dikritik oleh para pencinta lingkungan dan beberapa penduduk karena melanggar batas beberapa kawasan hutan terpadat di Kamboja. 

Hal itu mempertaruhkan mata pencaharian dan mencemari cagar alam. Rumah bagi lusinan spesies yang terancam punah juga berpotensi terganggu, terutama oleh debu batu bara.

“Keputusan untuk membatalkan proyek batu bara, yang seharusnya mulai memproduksi listrik pada akhir tahun 2025, mencerminkan komitmen negara terhadap tenaga yang lebih bersih,” ujar Rottanak.

Kamboja ingin meningkatkan pangsa kapasitas pembangkitan bersihnya menjadi 70% pada tahun 2030 dari 52% pada tahun 2022 dengan membangun pembangkit listrik tenaga surya dan angin baru serta proyek hidro.

“Pengumuman itu akan dilakukan di Kamboja, tetapi itu akan menjadi sinyal untuk COP28,” tukas Rottanak, merujuk pada konferensi iklim tahunan PBB yang dimulai minggu ini di Dubai, yang akan dihadiri oleh pejabat kementerian lingkungan hidup Kamboja.

Kamboja, di mana permintaan listrik telah tumbuh sekitar 15% setiap tahun dalam dekade terakhir, telah memanfaatkan tenaga air untuk mengatasi lonjakan permintaan listrik, tidak seperti negara-negara lain di kawasan ini seperti Malaysia dan Vietnam, yang telah beralih ke batu bara.

Sumber tenaga bersih, terutama tenaga air, telah menyumbang bagian terbesar dari penggunaan listrik tahunan negara itu. Tetapi, Kamboja telah berjuang dengan volatilitas output karena gangguan terkait cuaca yang semakin sering terjadi pada pembangkit listrik tenaga air, sumber tenaga utamanya.

Kamboja mengumumkan sekitar dua tahun lalu, mereka tidak akan membangun proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru, kecuali yang sudah dalam pembangunan.

Dengan pembatalan proyek Botum Sakor, satu-satunya proyek pembangkit listrik batu bara yang masih dalam pengembangan di Kamboja adalah unit kecil berkapasitas 265 MW di provinsi Oddar Meanchey bagian utara yang telah tertunda lama.

Proyek pembangkit listrik batu bara Botum Sakor seharusnya dibangun, dimiliki, dan dioperasikan oleh Royal Group Kamboja, sebuah konglomerat lokal yang juga memiliki investasi di bidang telekomunikasi dan transportasi. Rottanak menyatakan sekarang mereka akan membangun proyek gas sebagai gantinya.