Kampanyekan bahaya budaya flexing di media sosial, IOH dan CGV gelar kompetisi film pendek Save Our Socmed.
Korporasi

Kampanyekan Bahaya Budaya Flexing, Indosat (IOH) dan CGV Gaet Para Sineas Muda di Kompetisi Film Pendek Save Our Socmed

  • Perseroan yang dikenal juga dengan nama Indosat Ooredeoo Hutchison (IOH) bekerja sama dengan CGV dalam penyelenggaraan kompetisi film pendek yang digelar untuk meningkatkan literasi digital masyarakat melalui kampanye akan bahaya budaya flexing yang menjadi marak seiring dengan adopsi media sosial yang terus mengalami pertumbuhan.
Korporasi
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - PT Indosat Tbk (ISAT) alias Indosat Ooredoo Hutchison dan PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) alias pengelola CGV Indonesia mengkampanyekan bahaya budaya pamer atau flexing di media sosial dengan menggaet para sineas muda di kompetisi film pendek "Save Our Socmed".

Perseroan yang dikenal juga dengan nama Indosat Ooredeoo Hutchison (IOH) bekerja sama dengan CGV dalam penyelenggaraan kompetisi film pendek yang digelar untuk meningkatkan literasi digital masyarakat melalui kampanye akan bahaya budaya flexing yang menjadi marak seiring dengan adopsi media sosial yang terus mengalami pertumbuhan.

Director and Chief Regulatory Officer Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Buldansyah mengatakan bahwa karya-karya kreatif yang digarap oleh para peserta dapat menginspirasi masyarakat untuk lebih bijak dalam menyikapi media sosial. Pihaknya pun sangat mengapresiasi film-film pendek para generasi muda Indonesia, termasuk yang diproduksi oleh para peserta program Save Our Socmed.

"Semoga program ini bisa terus mengedukasi generasi muda Indonesia dan menjadi wadah kreativitas bagi mereka. Saya ucapkan selamat untuk para pemenang dan terima kasih kepada seluruh peserta yang telah berpartisipasi dalam program kami," ujar Buldansyah di malam pengumuman pemenang Save Our Socmed di CGV Grand Indonesia, Minggu, 7 November 2022.

Sementara itu, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Muhammad Neil El Hilmam mengemukakan bahwa wahana film merupakan media yang tepat untuk menyampaikan literasi kepada masyarakat.

Selain itu, kompetisi film pendek Save Our Socmed adalah jembatan yang dapat mendorong eksplorasi potensi ekonomi kreatif oleh generasi muda di Indonesia.

"Tidak hanya itu, kompetisi ini berhasil menjadi wadah edukasi agar anak muda bisa menyikapi gejala sosial yang terjadi di sekitarnya. Mereka menuangkan hasil pembelajaran itu melalui karya yang positif dan kreatif. Generasi muda harus ambil bagian dalam memajukan pengembangan ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual," kata Neil.

Direktur CGV Haryani Suwirman pun menyampaikan bahwa pihaknya berterima kasih kepada para peserta yang sudah mengikuti program ini.

Menurutnya, ada banyak sekali bakat-bakat dan ide kreatif anak muda yang potensial di Indonesia.

"Semoga dengan adanya program yang positif ini bisa menjadi penyemangat untuk generasi muda agar tidak menyerah dalam menggapai mimpi dan cita-cita, sekaligus menggali potensi diri dalam memajukan dunia perfilman tanah air," tutur Haryani.

Kompetisi Save Our Socmed yang diselenggarakaan IOH dan CGV ini mengangkat tema "Waspada Flex Culture, Stay Humble!" melibatkan 467 peserta pelatihan, 124 nominasi video, dan berhasil menembus 6,8 juta penonton di berbagai platform media sosial.

Para peserta memperoleh pelatihan mengenai tata cara pembuatan film dan dampak negatif atas budaya flexing dari Badan Perfilman Indonesia.

Pelatihan diadakan di sepuluh kota di Indonesia, yakni di Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, Solo, Palembang, Medan, Mataram, Makassar, hingga Balikpapan.

Dalam kompetisi ini, yang tercatut sebagai pemenang pertama adalah tim ActFilm yang menyajikan karya berjudul Bayangan.

Film Bayangan ini sendiri menceritakan bagaimana budaya flexing pada gilirannya dapat membuat masyarakat tergiur untuk menggapai ketercukupan finansial secara instan agar mereka bisa pamer di media sosial.

Akhirnya, tokoh utama yang terdorong untuk ikut-ikutan dengan budaya flexing itu pun malah terjerumus untuk menggunakan layanan pinjaman online (pinjol) meskipun ia sendiri tidak memiliki kemampuan untuk membayarnya.

Kemudian, peringkat kedua diraih oleh tim Unlimitale dengan film An Xin. Film ini menyoroti budaya media sosial yang membuat generation gap.

Di film ini, kesenjangan antargenerasi ini digambarkan oleh hubungan ayah dan anak. Sang ayah adalah sosok yang terbilang konservatif dan tidak menjadikan media sosial sebagai dimensi yang penting dalam hidupnya.

Sementara itu, sang anak, yang masih digerogoti oleh hasrat untuk ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain, sampai mencoba menipu audiens di media sosialnya dengan membeli barang palsu.

Selanjutnya, peringkat ketiga ditempati oleh tim Ruang Tengah Media dengan film berjudul FOMO.

Film ini menceritakan soal budaya fear of missing out yang menyeret sang tokoh untuk menjadi korban kekerasan karena media sosial yang menjadi tempat sang tokoh untuk memamerkan kehidupan personalnya justru dimanfaatkan oleh orang yang bermasksud tidak baik.

Selain film terbaik, terdapat beberapa kategori lain seperti Most Views, Most Likes, Most Shared, Best Director, Best Cinematography, Best Screenplay, Best Actor, Best Actress, Best Teaser, dan Best Poster. Pemenang dari kompetisi film pendek S.O.S mendapatkan total hadiah seratus juta rupiah.