Karpet Merah Investor Asing dalam UU Cipta Kerja, Cek Faktanya
Pemerintah beralasan Undang-undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan untuk menggenjot investasi asing di Indonesia. Namun, benarkah investasi asing di RI perlu diberikan karpet merah?
Industri
JAKARTA – Pemerintah beralasan Undang-undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan untuk menggenjot investasi asing di Indonesia. Namun, benarkah investasi asing di RI perlu diberikan karpet merah?
Ekonom senior Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan tidak ada masalah mendasar terkait investasi di Indonesia. Meski tidak spektakuler, investasi di Indonesia terbilang cukup baik.
Pertumbuhan investasi Indonesia secara tahunan lebih tinggi dari China, Malaysia, Thailand, Brasil, Afrika Selatan. Namun, investasi Indonesia nyaris sama dengan India dan di bawah Vietnam.
Kemudian, jika dilihat peranan investasi terhadap produk domestik bruto (PDB), capaian Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan torehan tertinggi sepanjang sejarah. Jumlahnya 34% dari PDB dari rerata sebelumnya di bawah 30%.
“Indonesia tertinggi di ASEAN investasi terhadap PDB. Indonesia lebih tinggi dari rerata negara berpendapatan menengah atas atau menengah bawah. Jadi tidak ada masalah dengan investasi,” kata dia belum lama ini.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Biaya Investasi
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengatakan Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) memungkinkan perbaikan sistem birokrasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
Menurut dia selama ini jumlah realisasi investasi di Indonesia tidak bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi lantaran biaya investasi yang mahal. Mahalnya ongkos investasi di Tanah Air ini berasal dari rumit dan tidak transparannya proses perizinan yang rentan tindak korupsi.
“Ini yang pelan-pelan kita mau perbaiki. Saya punya keyakinan bahwa transparansi birokrasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 8 Oktober 2020.
Dengan online sytem submission (OSS) alias satu pintu masuk investasi, maka potensi terjadinya korupsi akan dapat diminimalisasi. Bahlil mengakui bahwa iklim investasi Indonesia sudah membaik sejak 2015.
Ini tercermin dari membaiknya peringkat Kemudahan Berbisnis Indonesia dari semula di posisi 114 pada 2015, menjadi peringkat 109 pada 2016, dan peringkat 91 pada 2017.
Akan tetapi, ini masih jauh dari cukup, sebab BKPM mencatat adanya penurunan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di tengah pandemi.
Komposisi terakhir, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menggeser PMA dengan total investasi sebesar Rp207 triliun (51,4%), sedangkan PMA sebesar Rp195,6 triliun (48,6%).
Keseimbangan Investasi
Namun memang diakui, kemudahan investasi yang diatur dalam UU Ciptaker ini tidak serta merta untuk investor asing. Kemudahan investasi juga untuk investor dalam negeri.
Bahlil bercerita, sejak awal didapuk jadi komandan BKPM, dirinya sudah diwanti-wanti Presiden Joko Widodo. Khususnya untuk mengurus tidak hanya investor besar, tapi juga investor dari kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan napas investasi yang baru, Bahlil optimistis bakal merealisasikan target tahun ini yakni sebesar Rp817 triliun. Target realisasi ini lebih kecil dari seharusnya Rp886 triliun. Koreksi tersebut didasari pada kondisi perekonomian saat ini yang masih bergantung pada pandemi COVID-19. (SKO)