Bertemu Pangeran Abu Dhabi, Jokowi Kembali Bahas Investasi Ibukota Baru.jpg
Industri

Karpet Merah Jokowi untuk Abu Dhabi, dari GoTo hingga Ibu Kota Baru

  • Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Uni Emirat Arab kian kental seiring dengan masuknya sejumlah investasi mentereng dari Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) ke Tanah Air

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Uni Emirat Arab kian kental seiring dengan masuknya sejumlah investasi mentereng dari Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) ke Tanah Air.

Melansir dari laman resminya, ADIA merupakan lembaga sovereign weath fund (SWF) yang dimiliki oleh Pemerintah Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. ADIA berdiri pada 1976 dan telah mengivestasikan ke berbagai aset terdiversifikasi dengan fokus target jangka panjang.

Sebelum masuk ke Indonesia, ADIA sudah lebih dulu menanamkan uangnya di sejumlah negara dan menjelma menjadi salah satu investor global besar. Mengutip data Crunchbase, Rabu 24 November 2021, jumlah investasi ADIA mencapai 27 perusahaan yang tersebar di Amerika Serikat (AS), India, dan Eropa. 

Di AS, ADIA berinvestasi terhadap start up cloud yakni Alight Solutions pada Juli 2021 sebesar US$1,6 miliar. Selain itu, ADIA juga berinvestasi di perusahaan farmasi Gossamer Bio dan Moderna. 

Di India, ADIA terlibat dalam pendanaan terhadap start up fintech pembayaran MobiKwik pada Juni 2021 senilai US$20 juta. Lalu, ADIA juga menyuntik perusahaan telekomunikasi Relience Jio. 

ADIA juga diketahui berinvestasi pada sektor energi terbarukan di perusahaan Renew dan Greenko di India. Sedangkan di Eropa, ADIA telah membeli saham minoritas di perusahaan penyedia perangkat lunak (software) perawatan kesehatan Dedalus dan  platform jual beli online mobil bekas, Constellation Automotive.

Di start up kesehatan, ADIA berinvestasi pada Okadoc di Uni Emirat Arab sebesar US$10 juta. Adapun di Indonesia, ADIA menyasar ke perusahaan penyedia infrastruktur telekomunikasi EdgePoint Infrastructure sebanyak US$500 juta. 

Di Indonesia, dalam sebuah pertemuan bilateral di Abu Dhabi pada Januari 2020, Presiden Joko Widodo dan Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ) menandatangani perjanjian kerja sama untuk investasi di beberapa sektor penting seperti energi, minyak dan gas, petrokimia, pelabuhan, telekomunikasi, dan riset serta Sovereign Wealth Fund (SWF).

Kerja sama ekonomi Indonesia-UEA dalam proyek-proyek tersebut senilai US$22,89 miliar setara Rp320,46 triliun, di mana partisipasi UEA di dalamnya sebesar 33% atau senilai nilai US$6,8 miliar setara Rp95,2 triliun.

Untuk melihat sederet investasi ADIA di Indonesia, berikut rangkuman yang sudah disusun oleh TrenAsia.com:

1. Jalan Layang Mohamed bin Zayed

Sebelum mengoleksi ‘pohon duit’ ADIA di Indonesia, kemesraan Indonesia-UEA bisa terlihat dari Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) yang resmi berubah nama menjadi Jalan Layang Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ) per Senin, 12 April 2021.

Sebelumnya, nama Presiden Joko Widodo juga dipakai untuk nama jalan di Abu Dhabi. Jalan Presiden Joko Widodo tersebut menghubungkan Abu Dhabi National Exhibition Center dan kompleks kedutaan.

Sebagai informasi, Sheikh Mohamed bin Zayed adalah Pangeran Mahkota Abu Dhabi, Deputi Komandan Tertinggi Angkatan Darat UEA, serta pemimpin de facto Abu Dhabi.

“Hubungan diplomatik Indonesia dan Uni Emirat Arab sudah berlangsung lebih dari 45 tahun, tepatnya sejak 1976. Hubungan antara dua negara ini semakin lama semakin akrab di bidang ekonomi dan sosial budaya,” ujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Senin, 12 April 2021.

Jalan layang MBZ merupakan jalan tol layang terpanjang di Indonesia, yaitu sepanjang 36 kilometer (km). Selain itu, jalan tol layang ini juga menjadi jalan tol bertingkat pertama karena dibangun di atas jalan tol Jakarta-Cikampek.

Pembangunan jalan tol layang ini dikerjakan oleh kerjasama operasi (KSO) antara PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT Acset Indonusa Tbk (ACST). Sementara pengelolaannya dilakukan oleh anak usaha PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR), PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC). Total investasi jalan tol ini sebesar Rp16,2 triliun. 

2. SWF untuk Ibu Kota Baru

Awal bulan ini, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Abu Dhabi untuk bertemu dengan MBZ. Dalam pertemuan itu, Jokowi kembali membahas proyek ibu kota baru.

Jokowi memandang, investasi untuk memidahkan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan membutuhkan dukungan pembiayaan internasional. Sementara anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Indonesia masih tertekan akibat defisit yang cukup lebar hingga 2023.

Untuk investasi yang masuk lewat SWF, INA telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk membentuk konsorsium bersama Caisse de dépôt et placement du Québec (CDPQ), APG Asset Management (APG) dan Abu Dhabi Investment Authority (ADIA).

Perusahaan patungan ini menargetkan dana investasi yang dikelola bisa mencapai US$3,75 miliar atau sekitar Rp53,87 triliun. Selain investor di atas, pemerintah berencana menarik dukungan beberapa lembaga pembiayaan asing seperti SoftBank dari Jepang dan Infrastructure Development Finance Company (IDFC) dari Amerika Serikat.

Kabarnya, sejumlah investor global sudah mengirimkan surat ketertarikan untuk berinvestasi di SWF dengan total investasi mencapai hingga US$9,5 miliar. Tahun ini, pemerintah sendiri memberikan modal hingga Rp15 triliun bagi SWF yang diambil dari cadangan pembiayaan investasi 2021.

Targetnya dana SWF untuk investasi ibu kota baru mencapai Rp75 triliun. Sedangkan, sekitar Rp45 triliun dari target itu akan dipenuhi melalui inbreng atau penyetoran modal dalam bentuk saham, barang milik negara (BMN) dan piutang negara.

Adapun, proyek ibu kota baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur akan menelan investasi sebesar Rp466 triliun. Rincian sumber dana pembangunan IKN berasal dari APBN senilai Rp89,4 triliun, public-private placement sebesar Rp253,4 triliun atau 54,38%, dan BUMN & BUMD sebesar Rp123,2 triliun atau 26,44%.

Sejauh ini, pemerintah sudah menggelontorkan Rp1,7 triliun untuk proyek IKN baru. Dana tersebut terdiri dari belanja project development fund Rp900 miliar dan belanja Kementerian/Lembaga Rp800 miliar.

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pembangunan keseluruhan di IKN diperkirakan menelan sekitar Rp500 triliun hingga 2024.

3. Pra-IPO GoTo

Tak hanya kepincut dengan infrastruktur, ADIA juga tergabung dalam investor perusahaan teknologi GoTo lewat pendanaan pra initial public offering (pra-IPO). Tercatat, entitas hasil merger antara Gojek dengan Tokopedia ini meraih dana sebesar US$400 juta atau setara Rp5,68 triliun (kurs Rp14.200 per dolar Amerika Serikat) dari ADIA.

Dengan perjanjian tersebut, GoTo Group menjadi investasi pertama ADIA di ASEAN. ADIA menyusul beberapa investor global yang telah menyuntik GoTo saat ini.

Seperti Alibaba Group, Astra International, Facebook, Global Digital Niaga (GDN), Google, KKR. Kemudian, PayPal, Sequoia Capital India, SoftBank Vision Fund 1, Telkomsel, Temasek, Tencent dan Warburg Pincus.

Direktur Eksekutif Departemen Private Equities ADIA Hamad Shahwan Al Dhaheri menyatakan pihaknya melihat potensi yang luar biasa besar dari bisnis teknologi yang dijalankan GoTo Group.

Sebagai pemain terbesar bisnis teknologi digital di negara ekonomi terbesar ASEAN, ADIA terdorong untuk terus memperkuat kehadirannya di negara ini. investHamad menjelaskan investasi di GoTo sejalan dengan berbagai tema investasi utama ADIA, termasuk pertumbuhan ekonomi digital di negara-negara Asia Tenggara yang berkembang pesat.

"Kami telah mengikuti dengan cermat berbagai pekerjaan yang telah dilakukan oleh Gojek dan Tokopedia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi di kawasan ini, bahkan sebelum mereka bersatu. Kami sangat senang bisa bermitra dengan GoTo dan tim manajemennya di fase perkembangan selanjutnya," sambungnya.