Karyawan Gen Z Katanya "Kepingan Salju yang Sensitif"? Simak 5 Panduan Bos Milenial Menghadapi Karyawan Gen Z Menurut Ahli
- Banyak stereotip yang menempel pada Gen Z seperti dianggap terlalu berhak dan menuntut. Dipandang sebagai kepingan salju yang sensitif dengan loyalitas kerja nol.
Gaya Hidup
JAKARTA - Apakah Anda seorang bos dan memiliki karyawan Gen Z? Yaitu sekelompok pekerja yang lahir sekitar tahun 1996 hingga 2012 yang terus bertekad bahwa sesuatu harus berubah?
Banyak stereotip yang menempel pada Gen Z seperti dianggap terlalu berhak dan menuntut. Dipandang sebagai kepingan salju yang sensitif dengan loyalitas kerja nol. Dan bahkan disebut sebagai generasi yang terobsesi TikTok hingga menarik batasan yang tegas dalam kehidupan kerja mereka.
Itulah alasan mengapa banyak manajer milenial yang menganggap bahwa Gen Z membutuhkan pemeliharaan yang tinggi.
Dilansir dari businessinsider, berikut ada kesalahpahaman terbesar tentang Gen Z yang perlu diketahui oleh bos
Gen Z menuntut untuk melakukan sesuatu dengan cara mereka sendiri
Generasi Z melihat potensi besar untuk perubahan dalam masyarakat dan tempat kerja — dan berpikir bahwa generasi merekalah yang akan mendorongnya. Sehingga mereka merasa berhak untuk melakukan sesuatu dengan cara mereka sendiri.
Namun hal ini juga memiliki efek yang buruk, Anthony Nyberg, seorang profesor di Darla Moore School of Business Universitas Carolina Selatan mengatakan bahwa kepercayaan diri Gen Z ini bisa jadi membuat bos dan kolega yang lebih tua menjadi tidak nyaman.
Nyberg merekomendasikan manajer untuk mengingatkan Gen Z tentang kepada siapa mereka berbicara. Jangan menguliahi. Karena mereka akan lebih sukses jika berbicara dengan bahasa pemimpin. Sarankan mereka untuk mendengarkan dan mengamati cara pemimpin senior berbicara termasuk kata-kata yang mereka gunakan hingga cara menyampaikan gagasan dan cara mereka berpakaian.
Gen Z terlalu memprioritaskan kehidupan pribadi mereka
Satu fakta tentang Gen Z yang diamini oleh banyak orang adalah bahwa kelompok ini bekerja untuk hidup bukan hidup untuk bekerja.
Gen Z pada dasarnya hanya akan melakukan apa yang ada dalam deksripsi pekerjaan Anda. Bahkan untuk Gen Z yang berpikiran karier, batasan antara kerja dengan kehidupan pribadi adalah pertimbangan utama ketika mencari kerja.
Mereka tidak menganggap perusahaan adalah keluarga. Menurut Kimi Kaneshina, seorang manajer produk asosiasi berusia 24 tahun, bagi Gen Z "sangat penting untuk menghormati batasan orang"
lanjutnya manajer harus menjadwalkan rapat selama hari kerja, bukan setelahnya, dan mereka tidak boleh mengirim email atau di luar jam tersebut. Jikapun iya, mereka seharusnya tidak "mengharapkan tanggapan segera".
Menurut Lacey Leone McLaughlin, seorang pelatih eksekutif dan konsultan manajemen di Los Angeles, seorang manajer yang baik akan memanfaatkan ini. Gen Z sangat peduli tentang bagaimana waktu mereka dihabiskan.
Pastikan mereka pahama dengan jelas tentang prioritas dan harapan. Pastikan juga mereka memahami apa kesuksesan itu dan bagaimana Anda berkomunikasi dengan mereka secara teratur.
- Inti Bumi Berputar Terbalik, Apa Dampaknya?
- 7 Cara Fantastis Penggunaan Baking Soda dan Cuka untuk Pecahkan Masalah Sehari-Hari
- 5 Rekomendasi Buku Pengembangan Diri yang Akan Mengubah Karier Anda
Gen Z tidak memiliki loyalitas kerja
Stereotip bahwa Gen Z tidak memiliki loyalitas kerja tidak sepenuhnya salah.
Gen Z menghabiskan rata-rata dua tahun tiga bulan dalam peran dan brganti pekerjaan lebih sering daripada generasi lainnya.
Sebuah studi baru oleh Oliver Wyman , yang mensurvei 10.000 Gen Z berusia 18 hingga 25 tahun di AS dan Inggris, menemukan bahwa Gen Z yang merespons tidak menstigmatisasi loncatan pekerjaan, dan bahwa mereka sangat siap untuk meninggalkan pekerjaan yang tidak memuaskan tanpa memiliki rencana cadangan.
Clare DeNicola, seorang konsultan manajemen dan komunikasi mengatakan bahwa Manajer perlu bersantai tentang lamanya waktu karyawan Gen Z mereka akan bertahan yang penting adalah apakah mereka merasa engage saat bekerja di sana.
Dan tugas Anda sebagai manajer adalah melibatkan mereka karena generasi ini sangat berorientasi pada tim dan ingin pekerjaan mereka penting.
Gen Z hidup secara online
Ya, Gen Z sangat menyukai TikTok dan terobsesi dengan internet.
Sebuah survei oleh Dell terhadap 15.105 orang berusia antara 18 dan 26 di 15 negara, menemukan bahwa sementara 29% responden mengatakan pengaturan kerja yang fleksibel dan jarak jauh merupakan pertimbangan penting saat memilih pemberi kerja, 29% responden lainnya mengatakan bahwa mereka menyukai 9 -ke-5 peran berbasis kantor.
Bagi Gen Z, online adalah tentang kemanfaatan, kata Monday. "Gen Z adalah generasi yang bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras,"
Jika ingin mendorong lebih banyak interaksi kehidupan nyata, Manajer harus cerdas, bijak dan fleksibel.
Jadilah kreatif dalam cara Anda memikat mereka ke kantor. Selenggarakan acara dan pesta sosial; menawarkan kesempatan pelatihan tatap muka untuk mengembangkan keterampilan mereka; undang mereka ke pertemuan tingkat tinggi dan makan siang untuk memberi mereka paparan eksekutif senior. "Jadikan itu menyenangkan, tetapi dengan tujuan," katanya.
- Tuntas Buyback Rp3 triliun, BRI Tambah Lagi Rp1,5 Triliun
- Mampu Menjadi Orang Tua yang Tetap Tenang Meski Sedang Stres, Berikut Manfaatnya
- Pasarkan Produk SBN Ritel Pertama 2023, BRI Berikan Literasi Keuangan Bersama Kemenkeu
- Bagaimana PHK Berdampak pada Kesehatan Mental Seseorang?
Gen Z adalah 'kepingan salju' yang sensitif
Salah satu stereotip yang lebih berbahaya tentang Gen Z adalah bahwa mereka terlalu sensitif.
"Saat orang berpikir tentang Gen Z, ada banyak diskusi tentang generasi yang sangat sensitif. Saya rasa penting untuk menantang asumsi tersebut," kata Kaneshina.
"Generasi ini belum tentu peka, tapi menurut saya lebih dari itu generasi ini benar-benar sadar akan apa yang terjadi di tempat kerja, apa yang terjadi di lingkungan, dan di luar pekerjaan."
Apa yang mungkin terlihat sebagai kepekaan berlebihan lebih kepada memastikan bahwa setiap orang merasa aman, nyaman, dan dihormati di tempat kerja, kata Kaneshina.
"Anda dapat memanfaatkannya di tempat kerja," kata Tsitrian. "Cobalah untuk memahami diri sendiri dari perspektif psikologis dan sosial, emosional sehingga Anda dapat menjadi fasilitator yang baik."