<p>Lanskap perkantoran dari kawasan Sudirman, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Karyawan Rindu Interaksi Sosial, Perkantoran CBD Masih Diperlukan

  • Laporan baru konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) menunjukkan perkantoran kawasan pusat bisnis (central business district/CBD) tetap dibutuhkan pasca pandemi. Meski begitu, karyawan berharap lingkungan kerja dapat lebih berjarak di masa depan.

Industri
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Laporan baru konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) menunjukkan perkantoran kawasan pusat bisnis (central business district/CBD) tetap dibutuhkan pascapandemi. Meski begitu, karyawan berharap lingkungan kerja dapat lebih berjarak di masa depan.

Laporan JLL tersebut menunjukkan karyawan terutama merindukan interaksi informal di kantor. Sebanyak 22% responden mengatakan ingin bersosialisasi dan 19% merindukan brainstorming tim. Rapat mingguan juga menjadi alasan, 12% responden menyebut rapat internal dan 11% pekerjaan terfokus menjadi pemicu mereka kembali ke kantor.

Terakhir, kurangnya akses informasi, distraksi di rumah, dan teknologi kantor juga membuat karyawan ingin kembali ke kantor. 9% menyebut teknologi kantor dan 7% menyebut rapat eksternal sebagai alasan mereka ingin kembali ke kantor.

“Saat nanti kita memasuki siklus pemulihan berikutnya, kami berharap perkantoran di Kawasan Pusat Bisnis akan kembali menjadi pusat sosial dan bisnis yang telah beradaptasi untuk mengakomodasi cara orang ingin bekerja dan hidup di masa depan,” ujar Lead Director Global Cities Research JLL Jeremy Kelly dalam siaran pers, Jumat, 11 Juni 2021.

Meski rindu kantor, 37% karyawan kantor juga mengharapkan lingkungan kerja yang lebih berjarak di masa depan. Perusahaan-perusahaan juga semakin banyak menghadapi desakan untuk memikirkan kembali denah ruang kantor mereka.

Laporan yang bertajuk Benchmarking Cities and Real Estate ini juga menggarisbawahi kebutuhan bisnis untuk memantau pemanfaatan serta metrik kepadatan ruang kantor untuk membantu menentukan kebutuhan ruang kantor mereka di masa depan.

“Metrik yang dapat mengukur pengalaman manusia menjadi semakin penting bagi perusahaan serta untuk kota itu sendiri,” kata Jeremy.

Jakarta jadi salah satu CBD terpadat di dunia

Dalam laporannya, JLL menggolongkan Jakarta sebagai salah satu negara mega-hub yang sedang berkembang. Jakarta juga menjadi salah satu negara dengan kepadatan perkantoran CBD tertinggi di dunia, yaitu 9.3 meter persegi (m2) per orang.

“Amat menarik untuk mengamati masa depan ruang perkantoran pasca pandemi, khususnya di Jakarta sebagai salah satu kota dengan rasio luas ruang perkantoran terhadap orang yang relatif cukup padat dibandingkan kota-kota global lainnya,” ujar Head of Research JLL Indonesia Yunus Karim.

Kepadatan CBD Jakarta ini juga lebih padat dari kepadatan CBD rata-rata global yang sebesar 13,3 m2 per orang. JLL menggolongkan kepadatan CBD ini ke dalam tiga grup, yaitu pusat bisnis global, destinasi outsourcing proses bisnis, dan mega-hub yang sedang berkembang.

Kelompok pusat bisnis global termasuk Hong Kong, London, dan Singapura, dengan kepadatan 10 meter persegi per orang atau kurang. JLL melihat kelompok ini yang paling didesak untuk memperjarak ruang kantornya karena lingkungan kerja yang mulai sadar akan pentingnya hal tersebut.

Lalu, adalah kelompok destinasi outsourcing proses bisnis seperti di Manila dan Bengaluru. Di sini, kebutuhan bisnis dan penggunaan ruang yang intensif telah mendorong kepadatan hingga serendah 7 m2 per orang.

Terakhir adalah mega-hub yang sedang berkembang seperti Jakarta dan Mumbai. Kelompok ini menyediakan layanan bisnis untuk pasar nasional yang besar dan berkembang dengan kepadatan dari 9 hingga 11 m2 per orang.

Head of JLL’s Global Benchmarking Services Victoria Mejevitch mengatakan pemanfaatan ruang dan metrik kepadatan okupansi berdampak pada konsumsi energi dan air serta limbah menjadi semakin penting.

“Kepadatan okupansi yang lebih ketat biasanya berarti biaya dan konsumsi energi yang lebih rendah per orang. Skenario keberlanjutan di masa depan perlu mempertimbangkan pertukaran antara kepadatan dan efisiensi ini,” katanya.