<p>Deni Alfianto (kiri), Ketua Forum Investor Ritel (AISA), dan beberapa perwakilan investor AISA lainnya.</p>
Nasional

Kasus AISA Disebut Seperti Jual Kuningan Seharga Emas

  • Forum Investor Retail AISA (FORSA) menuntut hukuman seberat-beratnya kepada mantan pejabat PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), yakni Stefanus Joko Mogoginta dan Budhi Istanto Suwito. Sebagai investor ritel, FORSA merasa telah dibohongi kedua orang tersebut hingga menimbulkan rugi yang tidak sedikit.

Nasional

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Forum Investor Retail AISA (Forsa) menuntut hukuman seberat-beratnya kepada mantan pejabat PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), yakni Stefanus Joko Mogoginta dan Budhi Istanto Suwito. Sebagai investor ritel, FORSA merasa telah dibohongi kedua orang tersebut hingga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.

Hal ini disampaikan Forsa mengingat saat ini proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah mendekati Putusan. Joko dan Budhi didakwa dengan UU 8/1995 tentang Pasar Modal karena melakukan manipulasi laporan Keuangan Tahun 2017.

Keduanya diindikasikan menyembunyikan fakta material mengenai perusahaan distributor yang terafiliasi. Selama bertahun-tahun, perusahaan distribusi yang terafiliasi dengan Joko dan Budhi itu ditulis sebagai pihak ketiga.

Ketua Forsa, Deni Alfianto meminta Jaksa dan Hakim dapat melihat jeli persoalan ini. Menurutnya, ini bukan suatu kesengajaan karena sudah dilakukan berkali-kali. Sebab itu, ia berharap Jaksa dan Hakim dapat memberikan hukuman seberat-beratnya kepada Joko dan Budhi.

“Kalau perlu hukuman seumur hidup agar memiliki efek jera atas kejahatan tindak pidana pasar modal yang bisa berdampak sistemik” ujar dia saat memberi keterangan kepada wartawan di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu 2 Juni 2021.

Forsa menilai kejahatan yang dilakukan Joko dan Budhi ibarat menjual logam kuningan seharga emas. Sebab rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau price book value (PBV) atas laporan keuangan 2017 yang telah diaudit investigasi dan laporan keuangan di re-started oleh manajemen baru, ternyata pada level minus Rp120 per lembar saham alias negative equity.

Artinya, selama ini nilai buku perusahaan disulap oleh Joko dan Budhi pada kisaran Rp1.300 – Rp1.500 per saham saat keduanya menjabat direksi perseroan.

Dengan nilai buku yang sebenarnya negatif itu, semua investor yang membeli saham AISA sebelum disuspensi pada Juli 2018 lalu tertipu mentah-mentah oleh direksi AISA kala itu.

Selain itu, miss management oleh dua bersaudara Joko dan Budhi telah mengakibatkan bisnis beras AISA bangkrut. Alhasil, Forsa mengungkapkan kalau kondisi tersebut telah merugikan berbagai pihak.

“Bayangkan, gara-gara bisnis beras pailit akibat pengelolaan kedua terdakwa itu, kerugian pemegang obligasi yang mulai dari pensiunan sampai bank-bank besar itu kalau di total bisa lebih dari Rp1 triliun. Kalau masalah pelaporan keuangan ini prudent, tidak mungkin investor bisa kecolongan membeli saham maupun membeli obligasi AISA,” tambahnya.

Regulator Dituntut Serius Tangani Kasus AISA
Emiten makanan ringan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) atau TPS Food saat menggelar RUPS di Bursa Efek Indonesia (BEI) / Dok. Perseroan

Untuk itu, Forsa berharap regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lebih serius dalam melihat dan menangani kasus ini. “Masalah penipuan laporan keuangan ini bukan se-simple soal administratif saja,” katanya.

Lebih lanjut, Forsa mengharapkan tuntutan terhadap indikasi kejahatan pasar modal yang dilakukan oleh kedua mantan petinggi AISA dapat dijatuhi hukuman maksimal. Pertama, korban yang tertipu dengan jumlah yang sangat masif, mulai dari ‘orang kecil’ sampai institusi besar.

Kedua, disuspensinya saham AISA selama hampir tiga tahun lantaran miss management, telah menimbulkan dampak psikis dan traumatik pada investor pasar modal, khususnya investor AISA. Hal tersebut juga turut merugikan citra pasar modal Indonesia dan menjadi persoalan serius.

Ketiga, indikasi kejahatan pasar modal seperti ini jangan sampai menimbulkan moral hazard. Jika diabaikan, Forsa memandang kalau regulator cenderung membiarkan pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab untuk membuat laporan kepada institusi seperti OJK.

“Kalau laporan yang memiliki konsekuensi serius seperti laporan keuangan dianggap enteng, investor mau percaya kepada data apalagi?” tambah Deni.

Di samping itu, Forsa tidak melihat adanya penyesalan yang ditunjukan terdakwa selama persidangan berlangsung. Bahkan, keduanya cenderung mengaburkan fakta dan mengingkari kenyataan.

“Beliau punya saham AISA, menikmati gaji dari AISA, sudah begitu piutang perusahaan afiliasi miliknya juga digelembungkan, banyak sekali keuntungan pribadinya,” kata Deni.

Oleh karena itu, Forsa berharap pemerintah dan regulator bisa menanggapi serius indikasi kejahatan yang dilakukan kedua mantan pejabat AISA.

“Minimal, keduanya bisa dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Keduanya juga diharapkan dikenakan denda maksimal Rp250 miliar. Paling tidak denda itu akan membantu pemasukan negara untuk mengatasi pandemi ini,” pungkasnya.