<p>Salah satu nasabah Jiwasraya yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya mengikuti aksi damai di Kantor Pusat Jiwasraya, Jakarta, Jumat, 11 Agustus 2020. Aksi dilakukan demi menuntut kejelasan atas pencairan dana bagi para nasabah korban Jiwasraya yang sudah tidak jelas selama 2 tahun belakangan ini. Seperti diketahui Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas sehingga  tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Kasus Jiwasraya Berlarut, Ekonom: Kepercayaan Publik Terhadap Asuransi Bisa Menurun

  • Persoalan gagal bayar yang menimpa Jiwasraya, lanjutnya, harus ditangani dengan tepat. Hal ini berhubungan dengan target potensial industri asuransi secara umum.

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai kasus yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) akan berdampak terhadap industri asuransi secara umum.

Pasalnya, proses restrukturisasi polis nasabah yang berlarut-larut dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap asuransi.

“Pemerintah harus segera menyelesaikan proses restrukturisasi tersebut,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Rabu, 16 September 2020.

Menurutnya, jumlah masyarakat yang memiliki asuransi masih sedikit dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Sementara itu, terdapat kurang lebih 90 juta orang, khususnya generasi milenial yang berpotensi menjadi calon nasabah layanan asuransi.

Persoalan gagal bayar yang menimpa Jiwasraya, lanjutnya, harus ditangani dengan tepat. Hal ini berhubungan dengan target potensial industri asuransi secara umum.

Dalam upaya menangani restrukturisasi, pemerintah sebelumnya telah memanfaatkan sumber dana dari likuidasi aset finansial milik Jiwasraya. Aset tersebut berupa pusat perbelanjaan Cilandak Town Square (Citos) di Jakarta Selatan.

Pemerolehan dana tersebut digunakan untuk membayar sebagian klaim senilai kurang lebih Rp470 miliar kepada 15.000 nasabah pemegang polis tradisional pada tahap pertama.

Puluhan nasabah Jiwasraya yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya melakukan aksi damai di Kantor Pusat Jiwasraya, Jakarta, Jumat, 11 Agustus 2020. Aksi dilakukan demi menuntut kejelasan atas pencairan dana bagi para nasabah korban Jiwasraya yang sudah tidak jelas selama 2 tahun belakangan ini. Seperti diketahui Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas sehingga  tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Penyelamatan Jiwasraya

Mekanisme restrukturisasi lainnya yang dijalankan, yakni menyediakan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp20 triliun melalui perusahaan milik negara PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI) sebagai induk holding asuransi dan penjaminan.

Kemudian, BPUI membentuk perusahaan asuransi jiwa yang baru alias pengganti jiwasraya bernama Indonesia Financial Group (IFG) Life. Selain dari PMN, sumber pendanaan lain dilakukan melalui funding BPUI sebesar Rp4,7 triliun.

Direktur Keuangan dan Umum BPUI Rizal Ariansyah mengungkapkan, funding tersebut dilakukan untuk memenuhi selisih equity gap Jiwasraya.

“Rencananya, BPUI akan melakukan fundraising atau penggalangan dana senilai Rp4,7 triliun dengan underlying dividen anak perusahaan lainnya,” ungkapnya di Jakarta, Rabu, 9 September 2020.

Selain itu, untuk pihaknya juga akan melakukan divestasi saham Jiwasraya Putra kepada mitra strategis dengan bidikan dana sebesar Rp2 triliun. Namun, apabila divestasi tersebut gagal, kata Rizal, dibutuhkan alternatif pendanaan lain.

Diketahui, skema restrukturisasi ini akhirnya dipilih oleh pemerintah setelah mempertimbangkan opsi bailout dan likuidasi. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa portofolio polis yang ditransfer, bisa menguntungkan IFG Life sebagai perusahaan baru.

Persetujuan restrukturisasi tersebut diteken berdasarkan buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Kementerian BUMN juga menyetujui atas Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya pada Nomor S-177/MBU/03/2020 tanggal 20 Maret 2020.

Sementara itu, tidak disetujuinya opsi bailout karena belum ada aturan terkait dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemudian, opsi likuidasi atau pembayaran juga tidak dipilih karena akan berdampak sistemik pada sektor ekonomi, sosial, dan politik. (SKO)