Kasus Penyelewengan Dana Umat ACT, Bareskrim: Ada Dugaan TPPU
- Bareskrim Polri terus mendalami kasus penyelewengan dana umat yang menjerat lembaga umat Filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dalam proses penyidikan ditemukan dugaan Tindak Pidana Pencucuan Uang (TPPU).
Nasional
JAKARTA - Bareskrim Polri terus mendalami kasus penyelewengan dana umat yang menjerat lembaga umat Filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dalam proses penyidikan ditemukan dugaan Tindak Pidana Pencucuan Uang (TPPU).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, pendalaman kasus yang dilakukan Bareskrim terkait tiga dugaan yaitu penggunaan dana donasi untuk korban pesawat Lion Air Boeing yang diduga digunakan untuk kepentingan para petinggi ACT.
Kedua yaitu penggunaan dana donasi yang tidak sesuai demhan peruntukannya terkait dengan informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Ketiga terkait dugaan menggunakan perusahaan-perusahaan baru sebagai cangkang,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditttipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan dalam konferensi pers dikutip pada Jumat, 15 Juli 2022.
Whisnu mengatakan, selain dugaan-dugaan tersebut pihaknya menemukan penemuan dugaan TPPU yang didasari oleh bahan laporan dari PPATK.
“Ada duagaan TPPU? pasti ada karena kita mendasari dari bahan laporan PPATK,” kata Whisnu.
Kemudian saat ditanya penetapan tersangka, dia hanya mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mengumpulkan dua bahan bukti sesuai dengan ketentuan sebelum menentukan tersangka.
Tambahan informasi, Bareskrim hari ini melalukan pemanggilan kembali terhadap mantan presiden ACT Ahyudin. Total hingga saat ini Ahyudin telah diperiksaa sebanyak lima kali berturut-turut dari hari Jumat 8 Juli 2022.
- Yuk Intip 4 Fakta Jalan Tol Pertama di Sumatra
- Nilai Pengembangan Capai Rp56 Triliun, Bandara Kualanamu Siap jadi Hub Internasional
- Untuk Mendapat Prototipe KF-21 Indonesia Harus Lunasi Pembayaran Dulu
Lembaga kemanusiaan ini diketahui menerima dana donasi sekitar Rp60 miliar per bulan dari berbagai pihak yakini dari masyarakat umum, donasi kemitraan, perusahaan nasional, dan internasional, sinasi dari komunitas serta donasi dari anggota lembaga.
Pada proses pengolahannya, donasi-donasi tersebut dapat terkumpul sekitar Rp600 miliar per bulan dan dipangkas atau dipotong oleh pihak ACT sebesar 10-20% atau sekitar Rp6-12 miliar untuk pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan. Kemudian pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut.
Dalam kasus ini, penyidik menduga Petinggi ACT tersebut telah melakukan pelanggaran Pasal 372 junto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.