logo
Minyak goreng kemasan rakyat (MinyaKita) yang baru saja diluncurkan di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu, 6 Juli 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Kasus Pertamax Oplosan, MinyaKita hingga Emas Antam Bikin Krisis Kepercayaan

  • Usai viralnya Pertamax oplosan yang melibatkan petinggi Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka, publik Kembali dihebohkan dengan dugaan Minyakita kemasan 1 liter yang tak sesuai takaran.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Usai viralnya Pertamax oplosan yang melibatkan petinggi Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka, publik Kembali dihebohkan dengan dugaan Minyakita kemasan 1 liter yang tak sesuai takaran.

Berawal dari seorang pengguna TikTok membagikan video yang menunjukkan bahwa MinyaKita yang dibelinya hanya berisi 750 mililiter saat dipindahkan ke dalam gelas ukur. “Hati-hati ya, saya salah satu korban. Beli MinyaKita bertuliskan 1 liter pas dituang cuma 750 ml. Beli dihargai 1 liter,” tulis akun TikTok @miepejuang pada Senin, 3 Maret 2025.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bahwa video tersebut merupakan rekaman lama, karena produsen Minyakita, PT Navyta Nabati Indonesia, telah ditindak oleh Kementerian Perdagangan sebelumnya.

Pada Januari 2025, Kemendag sempat menyegel gudang PT Navyta Nabati Indonesia yang berlokasi di Kedung Dalem, Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten. Penyegelan dilakukan karena perusahaan repacker minyak goreng tersebut diduga terlibat dalam sejumlah pelanggaran terkait distribusi minyak goreng.

Terkait hal itu, berikut beberapa kasus yang menghebohkan masyarakat baru-baru ini. Mari simak artikel berikut.

1. Pertamax Oplosan

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.

Berdasarkan keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite, lalu diblending atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga setara Pertamax.

2. MinyaKita Tak Sesuai Takaran

Dugaan penipuan terhadap konsumen terkait MinyaKita mencuat tak lama setelah viralnya kasus Pertamax oplosan, yang mengakibatkan petinggi Pertamina Patra Niaga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Kasus ini berawal dari seorang netizen yang mengunggah hasil timbangan manualnya, yang menunjukkan minyak goreng PT Navyta Nabati Indonesia kemasan 1 liter hanya berisi 750 ml. “Ini kemasan masih segel, kemasannya masih full, ditimbang hanya 750 ml,” ujar pria dalam video yang diunggah tersebut.

Sebagai perbandingan, pengunggah video juga mengukur minyak goreng merek Tropical, yang hasilnya sesuai dengan takaran yang tercantum pada kemasan.

3. Emas Antam Palsu

Tak sampai di ditu, pubik Kembali dihebohkan dengan emas palsu.Baru-baru ini viral di media sosial yang mengklaim adanya emas palsu milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang beredar di masyarakat. Dalam narasi yang tersebar, perusahaan BUMN tersebut dituduh telah memalsukan emas sebanyak 109 ton dengan nilai mencapai Rp185 triliun sejak tahun 2020.

“Yang punya EMAS buatan BUMN/ PT. Antam sebaiknya di cek ulang apakah asli emas atau palsu, selama ini orang beli emas ada garansi PT. Antam “dianggap” asli, yakin asli, setelah kejadian hilang kepercayaan masyarakat dan takut beli emas garansi PT. Antam.”

Usai unggahan beredar, Kejaksaan Agung memberikan klarifikasi bahwa emas yang disebut palsu dan diberi cap seperti Antam sebenarnya bukan emas palsu. Emas tersebut asli, namun diperoleh secara ilegal, seperti dari penambang liar atau dari luar negeri.

Sesuai aturan, emas yang akan dicap harus melalui proses verifikasi terlebih dahulu. Tapi, dalam kasus ini, emas ilegal tercampur dengan emas legal, yang akhirnya memengaruhi pasokan Antam. Sehingga, terjadi kelebihan emas di pasaran, yang berdampak pada penurunan harga emas saat itu.

4. Oplosan LPG

Polda Metro Jaya mengungkap metode pengoplosan gas LPG subsidi 3 kg yang diubah menjadi LPG non-subsidi berukuran 12 kg atau 50 kg. Pengungkapan kasus ini dilakukan di empat lokasi yang tersebar di Jakarta dan Bekasi.

“Tabung gas kosong 12 kg atau 50 kg disusun berjajar, lalu bagian atasnya didinginkan dengan es batu agar dingin. Setelah itu, tabung LPG subsidi 3 kg diletakkan secara terbalik di atas tabung non-subsidi 12 kg atau 50 kg dan dihubungkan menggunakan pipa regulator,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Metro Jaya AKBP Indrawienny Panjiyoga dalam jumpa pers.

Proses pengisian memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk mengisi penuh tabung 12 kg, sementara tabung 50 kg membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam. Adapun, dalam pengungkapan kasus yang berlangsung pada 10-12 Februari 2025, polisi menangkap sembilan tersangka.

Para tersangka meraup keuntungan sebesar Rp80 ribu hingga Rp100 ribu per tabung untuk gas non-subsidi berukuran 12 kg, sedangkan untuk gas berukuran 50 kg, mereka memperoleh keuntungan antara Rp560 ribu hingga Rp694 ribu per tabung.