Nampak aktifitas jual beli di sebuah pasar tradisional di kawasan Kota Tangerang, Selasa 31 Mei 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Makroekonomi

Kasus Tom Lembong Kuak Masifnya Potensi Mafia Impor Pangan

  • Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan 11 kesalahan kebijakan impor dalam lima komoditas utama, yaitu beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi, yang terjadi antara 2015 hingga Semester I 2017. Laporan BPK ini menunjukkan berbagai pelanggaran yang dapat membuka celah bagi praktik mafia dalam kebijakan impor pangan.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan menteri perdagangan, Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus impor gula, perhatian publik tertuju pada potensi adanya mafia impor pangan di Indonesia. Kasus ini menguak sejumlah kejanggalan yang selama ini melingkupi kebijakan impor pangan di Indonesia.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan 11 kesalahan kebijakan impor dalam lima komoditas utama, yaitu beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi, yang terjadi antara 2015 hingga Semester I 2017. 

Laporan BPK ini menunjukkan berbagai pelanggaran yang dapat membuka celah bagi praktik mafia dalam kebijakan impor pangan. Kejanggalan tersebut tidak hanya merugikan perekonomian negara, tetapi juga mengganggu kestabilan harga pangan domestik.

Empat Kategori Kesalahan 

Menurut BPK, kejanggalan dalam kebijakan impor terbagi dalam empat kategori utama. Pertama, impor yang dilakukan tanpa keputusan rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian. 

Kedua, adanya izin impor yang diberikan tanpa persetujuan dari Kementerian Pertanian (Kementan). Ketiga, beberapa izin impor dikeluarkan tanpa data kebutuhan atau dokumen pendukung yang valid. Keempat, impor dilakukan melebihi batas waktu yang telah ditentukan. 

Keempat kategori ini memperlihatkan adanya pelanggaran sistematis yang dapat mengindikasikan praktik penyalahgunaan wewenang dalam pengambilan keputusan impor.

Pemeriksaan Menyeluruh

Pengamat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, meminta Kejagung untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua kasus impor, bukan hanya kasus tertentu, untuk mencegah tuduhan tebang pilih serta membersihkan semua pihak yang mungkin menyalahgunakan kebijakan impor. 

"Jadi acak-adut impor potensial tidak hanya terjadi pada saat Tom Lembong menjabat sebagai menteri perdagangan. Oleh karena itu, agar tidak memunculkan syak wasangka buruk, sebaiknya Kejagung memeriksa semua kasus yang memang potensial merugikan negara," tegas Khudoiri dalam keterangan resminya, dikutip dari Antara, Kamis, 31 Oktober 2024.

Menurutnya, pengungkapan semua kasus impor pangan yang bermasalah akan menjadi langkah penting dalam memperbaiki kebijakan impor dan memastikan ketahanan pangan nasional terjaga.

“Hanya dengan cara demikian, Kejagung akan terbebas dari tuduhan tebang pilih. Kami mendukung Kejagung untuk membersihkan semua aparat, pejabat, dan para pihak yang menjadi pencoleng dengan kedok impor,” tambah Khudoiri.

Kejagung menegaskan penetapan tersangka dalam kasus Tom Lembong tidak terkait dengan kepentingan politik, melainkan dilakukan semata-mata berdasarkan bukti yang cukup. Kejagung juga menyatakan komitmen untuk menangani kasus impor secara profesional agar kasus mafia pangan ini dapat diusut secara tuntas.

Kasus Tom Lembong dan Tersangka Lain

Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka berkaitan dengan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton, yang tetap diberikan meskipun rapat antar-kementerian menunjukkan adanya surplus gula.

Selain Lembong, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015–2016, Charles Sitorus, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

Dugaan bahwa izin impor diberikan tanpa melihat kondisi pasar yang sesungguhnya menimbulkan spekulasi tentang adanya mafia yang bermain dalam kebijakan impor untuk keuntungan tertentu.