Uber
Hukum Bisnis

Kasus Uber, Pengadilan California Menangkan Gugatan Pekerja

  • Hal tersebut menjadi kemenangan besar bagi advokasi gerakan buruh sekaligus pukulan telak bagi perusahaan penyedia transportasi asal California tersebut.
Hukum Bisnis
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Pengadilan tinggi California, Amerika Serikat, memenangkan gugatan pekerja Uber terkait kasus kesalahan klasifikasi pekerja oleh perusahaan pada awal pekan ini. Hal tersebut menjadi kemenangan besar bagi advokasi gerakan buruh sekaligus pukulan telak bagi perusahaan penyedia transportasi asal California tersebut.

Seorang pengemudi Uber Eats bernama Erik Adolph diketahui menggugat Uber pada tahun 2019. Dia menilai perusahaan salah mengklasifikasikan pengemudi UberEats sebagai mitra independen, bukan karyawan. Sebagai mitra independen, pengemudi Uber akhirnya tidak mendapatkan penggantian biaya pekerjaan sesuai dengan hukum California.

Dalam keputusan yang bulat, Mahkamah Agung California menyatakan Erik Adolph tidak kehilangan haknya berdasarkan hukum negara bagian untuk menggugat atas nama sekelompok besar pekerja, meskipun ia telah menandatangani perjanjian untuk membawa tuntutan hukum terkait pekerjaannya ke arbitrase swasta.

Undang-undang California memungkinkan pekerja untuk menuntut pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan atas nama negara bagian. Pekerja nantinya mendapatan seperempat dari uang yang dimenangkan. Sisanya masuk ke negara bagian untuk mendanai lembaga yang menegakkan hukum ketenagakerjaan.

Keputusan tersebut kemungkinan merusak signifikansi putusan Mahkamah Agung (MA) AS tahun 2022 yang melibatkan Viking River Cruises. Saat itu MA AS mengatakan perusahaan dapat memaksa klaim individu PAGA ke dalam arbitrase. Hal ini dapat berarti bahwa pengusaha California akan menghadapi tuntutan hukum berskala lebih besar.

Theane Evangelis, pengacara Uber, mengatakan keputusan Mahkamah California bertentangan dengan Mahkamah Agung AS dan melanggar undang-undang federal yang mengharuskan penegakan perjanjian arbitrase yang sah. “Kami sedang mempertimbangkan opsi banding kami,” ujarnya. 

Arbitrase Merugikan Pekerja

Michael Rubin, yang mewakili Adolph, mengatakan keputusan itu dapat mendorong perusahaan mempertimbangkan kembali untuk memaksakan klaim pekerja ke arbitrase jika tuntutan hukum PAGA skala besar masih dapat diproses di pengadilan. Rubin juga mewakili penggugat dalam kasus Viking River.

Lebih dari separuh sektor swasta, pekerja non-serikat AS diwajibkan untuk menandatangani perjanjian arbitrase sebagai syarat kerja. Perjanjian tersebut biasanya melarang mereka untuk mengajukan atau berpartisipasi dalam gugatan kelas konvensional.

Kebijaan itu dinilai menghambat pekerja mengajukan klaim individu yang melibatkan sejumlah kecil uang. Adapun pekerja yang mengajukan sengketa dalam arbitrase lebih mungkin kalah. Kelompok bisnis sendiri berpendapat arbitrase lebih cepat dan efisien daripada pengadilan.