BRI
Industri

Kata Bos BRI Soal Tantangan Industri Perbankan Tahun Ini

  • Faktor yang terakhir berhubungan dengan krisis bank global yang tercermin dari ambruknya Silicon Valley Bank (SVB) dan Credit Suisse yang bisa berdampak negatif pada perbankan domestik.

Industri

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyebutkan tantangan-tantangan untuk industri perbankan pada tahun ini.

Menurut peninjauan BRI, faktor yang pertama berhubungan dengan resesi Amerika Serikat (AS) serta perlambatan ekonomi di skala global. BRI pun memprediksi ekonomi AS akan terperosok ke resesi pada paruh kedua tahun ini.

Sunarso mengatakan, hal tersebut dapat mendisrupsi pertumbuhan ekonomi global secara agregat, belum lagi ditambah dengan tantangan yang kedua, yaitu tensi geopolitik.

Ketidakpastian akan perkembangan konflik Rusia-Ukraina dan China-Taiwan  berpotensi dapat mengganggu rantai pasokan global yang pada gilirannya dapat berdampak kepada laju inflasi dan pengetatan kebijakan moneter yang lebih lanjut.

Inflasi pun menjadi tantangan tersendiri dan BRI menilai kenaikan inflasi masih bisa terjadi pada tahun 2023.

"Tekanan inflasi masih tinggi, terutama jika kita mengingat September 2022 ketika terjadi penurunan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sehingga harganya naik. Ini masih akan berdampak kepada kenaikan inflasi di 2023," tutur Sunarso dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada hari Selasa, 28 Maret 2023.

Dengan tingginya inflasi, biaya produksi pun meningkat dan diikuti oleh tekanan pada pendapatan sektor riil dan masyarakat dan berpotensi mengurangi simpanan dana di perbankan.

Kemudian, faktor yang terakhir berhubungan dengan krisis bank global yang tercermin dari ambruknya Silicon Valley Bank (SVB) dan Credit Suisse yang bisa berdampak negatif pada perbankan domestik.

Menurut Sunarso, ada lima faktor risiko yang menyeret SVB kepada jurang krisis, yaitu berkenaan dengan reputasi dari berita mengenai penjualan saham oleh para petinggi SVB, likuiditas yang tidak memadai, risiko pasar karena kenaikan suku bunga, risiko konsentrasi, dan kelima berhubungan dengan peran regulator.

Kendati ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri perbankan di tahun ini, Sunarso pun menyebutkan beberapa faktor pendukung bagi sektor perbankan di tahun yang sama.

Faktor-faktor pendukung tersebut di antaranya peningkatan aktivitas pascapandemi, harga komoditas yang masih tinggi, rating investasi Indonesia yang stabil dan positif, dan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit yang dicetuskan Otoritas Jasa Keuangan.