<p>Ilustrasi cukai rokok / Beacukai.go.id</p>
Industri

Kata Gudang Garam (GGRM) dan Sampoerna (HMSP) Soal Kenaikan Cukai Rokok 2022

  • Produsen rokok Gudang Garam dan Sampoerna buka suara soal kenaikan cukai rokok tahun 2022 yang sudah tidak terhindarkan.

Industri

Reza Pahlevi

JAKARTA - Dalam paparan publiknya masing-masing, dua raksasa emiten rokok PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) pun buka suara terkait kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022.

Kenaikan cukai rokok tidak terhindarkan seiring dengan pemerintah yang menargetkan pendapatan negara dari cukai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 menjadi Rp203,9 triliun. Jumlah tersebut meningkat 13,2% dibandingkan dengan APBN 2021.

“Cukai hasil tembakau ada target kenaikan. Seperti biasa, kami nanti akan menjelaskan mengenai aturan CHT,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani ketika menyampaikan Nota Keuangan, beberapa waktu lalu.

Director & Corporate Secretary GGRM Heru Budiman mengatakan memang pihaknya tidak bisa mengasumsikan cukai tidak turun. Sebab, hal tersebut tidak pernah terjadi sebelumnya.

“Kemungkinan-kemungkinan ini yang membuat kita akan tetap penuh tantangan. Perbaikan profitabilitas hanya bisa terjadi kalau ada kenaikan harga,” ujar Heru dalam paparan publik, Kamis, 9 September 2021.

Pada tahun ini, Heru menyebut GGRM sudah sudah empat kali menaikkan harga rokoknya akibat kenaikan cukai. Hingga September 2021, harga rokok produksi GGRM naik empat kali dengan masing-masing kenaikan senilai Rp500.

Heru menceritakan menaikkan harga ini pun sangat sulit di tengah pandemi ini, terutama untuk perokok kelas menengah-bawah. Maka dari itu, aktivitas downtrading atau mengganti rokok ke yang lebih murah tidak terhindarkan.

Downtrading ini pun disoroti oleh HMSP. HMSP mencatat telah terjadi akselerasi downtrading dengan perokok dewasa beralih ke produk dengan cukai dan harga lebih murah dalam tiga tahun terakhir.

Hal ini menyebabkan kinerja pangsa pasar Sampoerna pada semester I-2021 mengalami penurunan sebesar 1,3% menjadi 28,0%. Meski begitu, pangsa pasar produk utama A Mild meningkat 0,5% menjadi 12,5% dan portofolio sigaret kretek tangan (SKT) ikut meningkat 0,3% menjadi 7%.

Presiden Direktur HMSP Mindaugas Trumpaitis mengatakan akselerasi downtrading didorong oleh selisih tarif cukai rokok mesin Golongan 1 dan Golongan 2 yang semakin membesar, hingga mencapai sekitar 40% terhadap tarif cukai terendah pada Golongan 2. 

“Kondisi ini menyebabkan penurunan penjualan di pabrikan Golongan 1 yang membayar tarif cukai tertinggi, sehingga secara otomatis mengakibatkan penerimaan negara dari cukai menjadi tidak optimal,” ujarnya dalam paparan publik, Kamis, 9 September 2021.

Menurutnya, pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan cukai dan mengatasi akselerasi tren downtrading pada rokok mesin antara lain dengan  memperkecil selisih tarif cukai rokok mesin Golongan 1 dan Golongan 2.

Mindaugas juga pemerintah tidak menaikkan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) segmen SKT yang padat karya pada 2022 nanti. Selain padat karya, segmen SKT juga didominasi tenaga kerja perempuan yang sangat rentan ketika industri tertekan.

Beban Cukai HMSP dan GGRM pada Semester I-2021

Naiknya cukai praktis meningkatkan beban penjualan perusahaan pada semester I-2021. Dalam periode tersebut, pengeluaran untuk bea cukai pun tercatat meningkat 28,1% menjadi Rp45,8 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, GGRM mengeluarkan Rp35,8 triliun untuk cukai.

Besaran pengeluaran untuk cukai pada semester I-2021 ini pun mendominasi 84,8% beban penjualan GGRM yang sebesar Rp54 triliun. Selain bea cukai, beban penjualan tersebut terdiri material baku Rp7,5 triliun dan lain-lain Rp0,8 triliun.

Di sisi penjualan, GGRM sebenarnya mencatatkan 12,9% menjadi Rp60,6 triliun pada semester I-2021. Meski begitu, besarnya beban akibat bea cukai membuat laba bersih perusahaan justru turun 39,5% menjadi Rp2,31 triliun dalam periode yang sama.

Di sisi lain, HMSP justru mencatatkan penurunan pengeluaran untuk pita cukai pada semester I-2021. Beban pita cukai turun 5,5% menjadi Rp26,67 triliun dari sebelumnya Rp28,22 triliun pada semester I-2020.

Jika dilihat secara persentase terhadap seluruh beban pun, beban pita cukai juga turun dari sebelumnya 80,65% terhadap keseluruhan beban Rp34,99 triliun pada semester I-2020 menjadi 68,8% terhadap beban Rp38,8 triliun pada semester I-2021.

Catatan pita cukai HMSP baru terlihat meningkat jika memperhitungkan penjualan dari barang yang dibeli dari PT Philip Morris Indonesia (PMI). Beban cukai yang termasuk penjualan rokok PMI tercatat meningkat 13,4% menjadi Rp30,66 pada semester I-2021. Sebelumnya, beban cukai tercatat sebesar Rp27,04 triliun pada semester I-2020.