Ilustrasi Gen Z.
Rumah & Keluarga

Kebiasaan Keuangan Gen Z yang Bisa Bikin Makin Miskin

  • Gen Z cenderung dengan mudah mengeluarkan uang atau tabungan sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Kondisi ini tentu dapat membuat mereka terancam miskin, bahkan lebih miskin dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Rumah & Keluarga

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Generasi Z (Gen Z) adalah generasi yang lahir antara 1996-2012 yang kini telah memasuki usia pekerja produktif dengan proyeksi pendapatan yang terus meningkat. Hal ini menjadikan mereka memiliki potensi daya beli yang besar yang dapat mempengaruhi tren belanja dalam beberapa tahun ke depan.

Gen Z cenderung dengan mudah mengeluarkan uang atau tabungan sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Kondisi ini tentu dapat membuat mereka terancam miskin, bahkan lebih miskin dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat nilai penyaluran fintech lending mencapai Rp20,53 triliun pada Agustus 2023, sekitar 605 pengguna berasal dari kalangan milenial dan Gen Z.

Hal ini menunjukkan banyak generasi muda terperangkap dalam pola pikir You Only Live Once (YOLO), yang mendorong mereka untuk membelanjakan uang pada barang-barang mewah, padahal tindakan tersebut justru memperburuk kondisi keuangan mereka.

Kebiasaan Gen Z yang Bisa Bikin Makin Miskin

Dilansir dari Bread Financial, berikut kebiasaan buruk gen Z yang bisa bikin mereka makin miskin atau terjerat masalah keuangan:

Tidak Membuat Anggaran Bulanan

Salah satu kesalahan umum yang sering dilakukan gen Z adalah tidak menyusun anggaran. Banyak gen Z yang tidak memiliki anggaran pengeluaran tetap, bahkan tidak mengetahui berapa besar pengeluaran mereka setiap bulan. Mereka cenderung membelanjakan uang tanpa perencanaan yang jelas.

Alhasil, mereka sering mengeluarkan uang lebih dari pendapatan. Hal ini membuat mereka kesulitan mencapai kestabilan finansial dan rentan terhadap jeratan utang.

Pengeluaran Tinggi pada Barang Non-Essential

Gen Z sering menghabiskan sebagian besar pendapatan untuk hal-hal yang tidak esensial, seperti makan di luar, hiburan, fashion, dan teknologi. Bahkan dalam urusan fashion dan aksesoris, gen Z menghabiskan sekitar 26,4%, jumlah yang hampir setara dengan tabungan. Meski menikmati hasil kerja adalah hal yang wajar, jika pengeluaran ini dilakukan secara berlebihan, kondisi keuangan bisa menjadi tidak stabil.

Terlalu Bergantung pada Kredit

Penggunaan kartu kredit, paylater, atau pinjaman berbunga tinggi sering dipilih untuk memenuhi gaya hidup dan keinginan impulsif. Hal ini bisa menjadi bumerang jika digunakan secara berlebihan. Tanpa pengelolaan yang baik, kebiasaan ini dapat menyebabkan utang menumpuk yang sulit dilunasi dan menambah beban keuangan yang semakin berat.

Sering Ganti Pekerjaan

Gen Z dikenal sering pindah pekerjaan dengan alasan mencari tantangan baru atau peluang yang lebih baik. Meski langkah ini bermanfaat bagi perkembangan karier, terlalu sering berganti pekerjaan dapat menyebabkan ketidakstabilan pendapatan dan menyulitkan perencanaan keuangan jangka panjang.

Langganan Layanan Streaming

Dengan kemajuan teknologi, budaya menonton melalui layanan streaming telah mengubah dunia hiburan secara drastis. Banyaknya layanan streaming, aplikasi premium, dan platform teknologi mendorong gen Z untuk berlangganan beberapa layanan secara bersamaan.

Kebiasaan ini tanpa disadari dapat meningkatkan pengeluaran, terutama jika tidak ada kontrol ketat terhadap layanan yang sebenarnya tidak selalu diperlukan.

Doom Spending

Gen Z sering melakukan belanja impulsif atau doom spending saat merasa stres atau cemas. Bukannya menabung atau berhemat, banyak orang malah menghabiskan uang untuk hal yang tidak penting, seakan-akan mencari cara untuk melarikan diri dari tekanan mental yang mereka alami.

Kebiasaan ini dapat merugikan karena tidak hanya menguras tabungan, tetapi juga sering menimbulkan rasa bersalah setelahnya.

Tidak Memiliki Dana Darurat

Gen Z cenderung lebih fokus pada pengeluaran untuk kebutuhan jangka pendek daripada menabung untuk masa depan. Tanpa dana darurat, mereka menjadi lebih rentan terhadap pengeluaran tak terduga, seperti biaya kesehatan atau perbaikan kendaraan atau tempat tinggal yang mendadak.

Adapun, mereka cenderung terpaksa menggunakan kartu kredit atau utang, yang justru bisa memperparah masalah keuangan.