Nampak depan Gedung Bank Indonesia di Jl Thamrin Jakarta. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Kebijakan BI Tahan Suku Bunga Acuan Dinilai Langkah yang Tepat, Apa Alasannya?

  • Menurut Ibrahim, langkah BI untuk mempertahankan suku bunganya adalah kebijakan yang cermat dan terukur di tengah tekanan eksternal yang kuat, di antaranya dampak geopolitik Rusia-Ukraina, disrupsi rantai pasokan global, risiko stagflasi, dan lonjakan inflasi dunia.
Nasional
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi berpendapat, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juli 2022 merupakan langkah yang tepat.

Menurut Ibrahim, langkah BI untuk mempertahankan suku bunganya adalah kebijakan yang cermat dan terukur di tengah tekanan eksternal yang kuat, di antaranya dampak geopolitik Rusia-Ukraina, disrupsi rantai pasokan global, risiko stagflasi, dan lonjakan inflasi dunia.

BI tetap mempertahankan suku bunga di 3,5% adalah hal yang mutlak harus dilakukan karena kondisi saat ini pertumbuhan ekonomi cukup bagus, kemudian data neraca perdagangan Indonesia juga cukup bagus, cadangan devisa bagus, manufakturnya pun masih di atas 50," ujar Ibrahim kepada awak media beberapa hari lalu.

Ibrahim menilai, kebijakan BI itu mengindikasikan bahwa lonjakan inflasi yang terjadi secara global tidak terlalu berimbas kepada Indonesia karena fundamental ekonomi yang masih kuat.

Inflasi inti yang tercatat di level 2,63% year-on-year (yoy) masih berada dalam jangkauan BI seiring dengan cadangan devisa yang masih kuat dan surplus neraca dagang secara konsisten yang ditopang oleh tingginya harga komoditas pun menjadi pertimbangan untuk tidak mengubah orientasi kebijakan moneter yang dovish (longgar).

"Indonesia ini saat ini adalah salah satu negara yang cukup kuat fundamentalnya karena komoditas unggulan kita dijadikan sebagai acuan yang cukup baik karena kita tahu, bata bara, nikel, timah, kemudian minyak CPO ini yang membuat neraca perdagangan kita bagus sehingga BI tidak perlu menaikkan suku bunga," tutur Ibrahim.

Ibrahim mengatakan, kemungkinan BI baru akan menaikkan suku bunga di bulan September, itu pun baru akan ditempuh apabila inflasi pada kuartal III-2022 mengalami kenaikan yang signifikan.

Sementara itu, ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI) Josua Pardede mengatakan, keputusan BI dalam mempertahankan suku bunga sudah bisa diprediksi.

Meskipun inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 4,35% yoy dan melampaui proyeksi BI, namun inflasi inti belum menunjukkan peningkatan yang signifikan sehingga mempertahankan suku bunga masih dinilai wajar.

Surplus pada neraca dagang Indonesia yang mengindikasikan kinerja positif ekspor karena kenaikan harga komoditas pun menjadi argumen yang memperkuat keputusan BI dalam mempertahankan suku bunga acuannya.

"Surplus neraca transaksi berjalan Indonesia sejak kuartal III-2021 yang ditopang oleh tren kenaikan harga komoditas mengindikasikan bahwa kondisi keseimbangan eksternal tetap solid sehingga tetap akan mendukung stabilitas rupiah," ujar Joshua kepada TrenAsia beberapa hari lalu.

Menurut Joshua, BI kemungkinan akan mulai mengerek suku bunga ketika inflasi inti meningkat secara signifikan, dan peningkatan itu berpotensi terjadi menjelang akhir tahun.