<p>Ilustrasi work from home. Dok: Pexels.</p>
Nasional

Kebijakan WFH Diklaim Bikin Potensi Ekonomi Rp215 Triliun Menguap

  • Saat ini kantor-kantor pemerintahan se-Jabodetabek telah menerapkan sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi 50% aparatur sipil negara (ASN). Hal itu merespons buruknya kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya beberapa waktu terakhir.
Nasional
Chrisna Chanis Cara

Chrisna Chanis Cara

Author

JAKARTA—Saat ini kantor-kantor pemerintahan se-Jabodetabek telah menerapkan sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi 50% aparatur sipil negara (ASN). Hal itu merespons buruknya kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya beberapa waktu terakhir.

Kebijakan itu tertuang dalam instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada wilayah Jabodetabek. Aturan ini diharapkan menekan polusi udara di Ibu Kota. Di sisi lain, kebijakan itu disorot karena berpotensi menghapus perputaran ekonomi hingga ratusan triliun rupiah. 

Dirjen Administrasi Wilayah Kemendagri Syafrizal ZA mengatakan kepala daerah diminta melakukan penyesuaian kebijakan sistem kerja untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan. “Sedapat mungkin melakukan penerapan WFH dan work from office (WFO) masing-masing sebanyak 50% bagi ASN di lingkungan perangkat daerah, karyawan BUMN, dan BUMD,” ujar Syafrizal ZA dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis 24 Agustus 2023. 

Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai kebijakan WFH justru bakal menimbulkan masalah baru. Alih-alih menurunkan tingkat polusi secara siginifikan, WFH justru dihambat merintangi sektor ekonomi, terutama UMKM. “Akan berat bagi mereka. Ini karena WFH punya risiko menurunkan sejumlah indikator ekonomi di Jakarta dan sekitarnya.” 

Pihaknya menghitung potensi hilangnya produk domestik regional bruto (PDRB) dari kebijakan tersebut mencapai Rp215,8 triliun sepanjang 2023. Angka itu diasumsikan jika WFH juga diterapkan pada sektor swasta. “Akan ada penurunan 40% pengeluaran rumah tangga di sektor transportasi,” ujar Bhima.

Potensi kehilangan pendapatan tersebut berdasarkan perhitungan asumsi rata-rata porsi pengeluaran rumah tangga untuk transportasi, rekreasi, komunikasi dan budaya sebesar 25,06% sepanjang 2018-2022 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). “Jika WFH nya lebih tinggi, pengaruhnya akan lebih besar lagi. Itu baru dari transportasi, dan rekreasi,” ujarnya.