<p>Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung / Istimewa</p>
Industri

Kebutuhan Listrik Diprediksi Naik Hingga 100 GW, Tenaga Surya Harus Digenjot

  • JAKARTA – Dewan Energi Nasional (DEN) mendorong pemerintah untuk menggenjot pengembangan tenaga surya sebagai upaya pemerataan energi. Anggota DEN Herman Darnel Ibrahim mengungkapkan, saat ini sudah banyak negara di dunia yang melakukan transisi energi berbasis fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT). “Di Indonesia sendiri, cakupan EBT beragam, yakni energi panas bumi, hidro, biomasa, angin dan […]

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Dewan Energi Nasional (DEN) mendorong pemerintah untuk menggenjot pengembangan tenaga surya sebagai upaya pemerataan energi.

Anggota DEN Herman Darnel Ibrahim mengungkapkan, saat ini sudah banyak negara di dunia yang melakukan transisi energi berbasis fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT).

“Di Indonesia sendiri, cakupan EBT beragam, yakni energi panas bumi, hidro, biomasa, angin dan surya,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Jumat, 12 Maret 2021.

Adapun kebutuhan pasokan listrik di Tanah Air diprediksi akan meningkat hingga lebih dari 100 Giga Watt (GW) pada 2030. Maka, tenaga surya diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif penggunaan energi.

Selain harganya murah, kata Herman, tenaga surya juga dapat digunakan pada skala mikro rumah tangga hingga industrial sehingga biaya produksi lebih murah. “Sel surya dapat menghemat energi listrik konvensional,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan mekanisme pemanfaatan energi surya yang berasal dari matahari. Rata-rata radiasi energi matahari ke bumi dalam satu hari sebesar 164 Watt per meter persegi dari total keseluruhan energi sebesar 1360.

Pada permukaan bumi yang sebesar 510 triliun meter persegi, maka radiasi energi matahari per tahun berarti 3600 BTOE. “Inilah yang menjadi peluang pemanfaatan energi tenaga surya karena sumbernya adalah matahari,” jelasnya.

Terlebih, lanjut Herman, Indonesia memiliki kelebihan dalam hal area penunjang. Semua wilayah di Tanah Air bisa menggunakan teknologi ini dengan biaya investasi murah, dapat digunakan untuk roof top, solar farm, serta perakitannya yang cepat dan sederhana.

Menurutnya, pemerintah bisa memulai strategi di Jawa dengan menggenjot potensi roof top hingga 7.000 MW sampai 2030. Di samping itu, dengan parallel mengembangkan solar farm dan pump storage sebagai pengganti peaker dengan potensi 3000 M.

Kemudian untuk luar Jawa, juga dapat dikembangkan roof top 3000 MW dengan penetrasi sampai 10%. Terakhir, di Nusa Tenggara Timur (NTT), Herman menyarankan lebih baik dikembangkan dengan konsep REBID untuk industri.