Kebutuhan Teknologi Banter, Peluang Bisnis Data Center Indonesia Moncer
- Bisnis data center semakin hangat diperbincangkan di era dunia digital yang terus berkembang.
Industri
JAKARTA - Bisnis data center semakin hangat diperbincangkan di era dunia digital yang terus berkembang. Data center sendiri dapat disebut sebagai fasilitas bangunan maupun ruangan yang berfungsi sebagai penyimpanan sistem komputer, baik hardware maupun software.
Kecanggihan teknologi yang terus bertumbuh pesat ini mau tak mau menuntut perusahaan untuk menyesuaikan diri. Mereka membutuhkan data center untuk menyimpan dan mengorganisasi data-data penting.
Maka tak heran, jika data center disebut-sebut sebagai brain of the company, lantaran memang memegang kunci penting dalam pengelolaan data yang termasuk aset perusahaan.
- Riset CORE: Omzet UMKM Melonjak hingga 27 Persen Sejak Pakai OVO
- Restrukturisasi Global Bond Rp5,53 Triliun, Modernland Realty akan Gelar RUPSLB
- Manufaktur Indonesia Kembali Ekspansif, Kredit Korporasi Perbankan Ikut Bangkit
Dalam riwayatnya, sejak 1946 data center pertama, yakni Electronic Numerical Integrator and Computer (ENIAC), didirikan oleh The United States Army untuk menyimpan kode-kode pertahanan. Berjalannya waktu, negara-negara di dunia mulai mengikuti tren pendirian data center.
Di Indonesia, data center hadir melalui anak usaha Telkom, PT Sigma Cipta Caraka atau Telkomsigma. Ia membuka pusat data pertama pada 1997 dan membangun fasilitas Tier III. Perusahaan ini juga sekaligus menjadi yang pertama menerima sertifikasi Operasi Tier III di ASEAN.
Hingga saat ini, Telkomsigma mengendalikan tata kelola untuk 18 internet data center TelkomGroup atau neuCentriX. Selain itu, pada tahun ini sudah ada lebih dari 300 pelanggan yang berasal dari berbagai sektor, mulai dari pemerintahan, startup, dan finansial.
Dalam pengelolaannya, tenaga ahli perusahaan diambil dari profesional yang memiliki sertifikat internasional, seperti Accredited Tier Specialist (ATS), Accredited Tier Designer (ATD) dan Accredited Operations Specialist (AOS).
Sementara itu, jika menilik kebutuhan lahan data center di Indonesia, pada 2016 angkanya mencapai 290.000 meter persegi. Kemudian pada tahun lalu, naik 29% menjadi 375.000 meter persegi.
Kelistrikan yang turut menjadi fasilitas utama data center juga mencapai 330 MegaWatt (MW) pada 2016. Pasokan ini terus naik hingga 475 MW pada 2020.
Bangun Pusat Data Nasional di Batam
Saat ini, pemerintah juga tengah mempersiapkan pembangunan data center yang bernama Pusat Data Nasional. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengungkapkan, rencananya lahan yang akan dipakai berada di Kota Batam, Kepulauan Riau.
“Pada akhir April 2021, kami telah meninjau kesiapan lahan di wilayah tersebut. Adapun rencana pembangunan akan dimulai pada 2022 serta ditargetkan rampung pada 2025,” mengutip Jhonny dalam keterangan tertulis.
Pusat Data Nasional di Kota Batam ini bakal memiliki interopabilitas dengan Pusat Data Utama di Jabodetabek dan pusat data lainnya. Batam dipilih sebagai lokasi karena dinilai unggul atas kelengkapan infrastruktur serat optik, pasokan listrik dan air, serta jalur langsung ke tulang punggung internet global.
Pembangunan Pusat Data Nasional ini juga bagian dari rencana strategis pemerintah untuk mengintegrasikan 2.700 pusat data pemerintah. Diharapkan, rencana ini selaras dengan pengembangan SDM, khususnya data analyst, data engineer dan data scientist.
Berkaitan dengan ekonomi digital
Tak bisa dilepaskan satu sama lain, tren pembangunan data center ini juga berkaitan erat dengan ekonomi digital. Diketahui, Indonesia mengincar 40% potensi ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN pada 2025.
Transaksi digital dari e-commerce pun diprediksi bisa mencapai Rp354,3 triliun pada tahun ini. Dengan kata lain, target transaksi meningkat 33,11% per tahun dibandingkan dengan 2020 yang senilai Rp266,2 triliun.
Selain itu, volume transaksi diprediksi akan mencapai 1,35 miliar atau naik 38,17% per tahun dibandingkan 2020 yang hanya 925 juta transaksi.
Besarnya potensi itu telah memunculkan permintaan bisnis data center. Data dari Savills Indonesia menyebutkan, permintaan ini juga didorong oleh kebijakan dan Peraturan Pemerintah (PP) 71/2019 yang menyatakan bahwa semua perusahaan, khususnya lembaga keuangan, wajib menyimpan data pribadi di pusat data yang berada di dalam negeri.
Kemudian, bank sentral melalui Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 9/15/PBI/2007 menyatakan, semua bank dan lembaga keuangan harus memiliki mekanisme cadangan melalui Disaster Recovery Center (DRC). Hal ini berguna untuk memulihkan data dan melanjutkan operasi jika terjadi keadaan darurat.
Peluang bisnis data center
Peluang ke depan, berdasarkan laporan JLL bertajuk Data Centre in Indonesia Unveiling The Potential to Become The Next Digital Hub, sektor ini akan terus tumbuh dan berkembang pesat. Ini terjadi atas dorongan dari pertumbuhan generasi muda, kelas menengah baru, serta kebangkitan ekonomi digital.
Structure Research juga memproyeksi pertumbuhan data center di Indonesia pada periode 2020-2025 akan mencapai 23,5% per tahun. Pada 2025, market sizenya diperkirakan mencapai US$618,6 juta atau setara Rp8,9 triliun (Kurs Rp14.500 per dolar Amerika Serikat).
Alhasil, tingginya permintaan diikuti oleh kebijakan yang mendukung, telah membuka peluang emas, tak terkecuali bagi perusahaan properti di Indonesia. Berperan sebagai pengembang, perusahaan properti tak hanya menjual aset bangunan. Mereka juga menyewakan lahan atau memfasilitasi ruang bagi para pemain data center.
Pengamat properti dari Colliers Indonesia, Ferry Salanto menyebut, saat ini memang banyak perusahaan yang membutuhkan penyimpanan data cukup besar.
“Mulai dari perbankan hingga bisnis e-commerce berbasis IT, pasti akan butuh data center,” katanya saat dihubungi Tren Asia. Jadi, ini dianggap sebagai sebuah peluang besar yang mendatangkan banyak permintaan.
Tak heran, ekspansinya bisnis di sektor ini cukup tinggi karena akan bermanfaat jangka panjang. Sejauh ini, proyek pusat data center sebagian besar masih terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek. Namun, ke depan permintaan ini diprediksi bakal memengaruhi kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Bandung dan Bali untuk ikut membangun pusat data center.
Perusahaan sasar bisnis data center
Salah satu emiten yang bergerak di bidang teknologi, PT DCI Indonesia Tbk (DCII), telah membangun data center di Kawasan Pertiwi Lestari Industrial Estate, Karawang, Jawa Barat. Topping off gedung telah dilakukan pada Juni 2021. Sementara itu, pembangunan gedung sudah dimulai sejak kuartal IV-2020.
Diketahui, emiten yang baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Januari 2021 ini merupakan salah satu perusahaan yang dimiliki oleh taipan pemilik Salim Group sekaligus Direktur Utama PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Anthoni Salim. Kepemilikan saham Anthoni Salim di DCII sebesar 11,12%
Sebelumnya, Executive Director Salim Group Axton Salim mengatakan, pengembangan data center ini diharapkan bisa berdampak positif bagi percepatan digitalisasi di Indonesia. Gedung tersebut akan memiliki 10 lantai dengan total kapasitas total daya listrik sebesar 15 MW.
“Targetnya, diperkirakan selesai pada kuartal IV-2021,” kata Axton.
Selain di Karawang, lokasi data center yang dimiliki oleh DCII berada di Cibitung dengan kualitas operasional yang tidak jauh berbeda. Perseroan rencananya akan menggunakan renewable energy dalam mengoperasikan seluruh kegiatan data centernya.
Sementara itu, di sektor properti, tercatat pengembang kawasan berbasis industri Kota Deltamas, PT Puradelta LestariTbk (DMAS) mengaku telah mendapat permintaan lahan industri yang cukup luas, yakni sebesar 70 hektare (Ha).
Setengah dari permintaan lahan industri tersebut berasal dari sektor industri data center. DMAS pun saat ini tengah membangun fasilitas data center secara khusus, dibuktikan lewat perjanjian kerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atas pemasangan listrik sebesar 993 MV. Pasokan listrik ini untuk ditujukan mensupplay kebutuhan para pemain data center.
DMAS juga tengah mengembangkan sebuah zona industribernama Greenland International Industrian Center (GIIC) Kota Deltamas. Kawasan ini dilengkapi dengan fasilitasdan infrastruktur khusus, untuk mengantisipasi permintaan lahan dari industri yang membutuhkan teknologi terkini. Dalam kawasan tersebut, terdapat kurang lebih 150 tenant dari berbagai sektor industri, seperti Kalbe, Astra Honda Motor, Mitsubishi Motors, Hyundai Motors, dan Suzuki.
Perusahaan properti selanjutnya yang kepincut adalah PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Di luar bisnis real estat dan properti, perseroan saat ini tengah menjajaki mitra strategis untuk terjun ke bisnis data center.
Kendati tak menyebut secara detail, Direktur Utama CTRA Candra Ciputra mengatakan, pihaknya sudah berembug dengan perusahaan operator data center, baik lokal maupun internasional. Namun, target pembangunan dan nilai investasi belum diketahui.
“Kami sedang mengeksplorasi lokasi yang strategis untuk pembangunan data center. Bisnis ini menjanjikan di tengah era digitalisasi,” katanya dalam Public Expose secara daring, beberapa waktu lalu.
Kemudian, potensi bisnis data center juga diambil oleh PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Berencana untuk ekspansi, perseroan mengaku masih memproses kajian dan review.
“Data center adalah salah satu komponen dalam tatanan digital platform sehingga penting bagi kami untuk berinvestasi dalam bidang ini. Sejauh ini, memang sudah ada pembicaraan dengan beberapa strategic investor. Kami akan segera memberikan perkembangan terkini terkait rencana ekspansi bisnis ini apabila kajian selesai kami lakukan,” kata Presiden Direktur BSDE Franciscus Xaverius RD dalam keterangan tertulis.
Emiten properti bagian dari Sinar Mas Land ini akan menggarap ekosistem digital, salah satunya di area BSD City. Proyek tersebut diharapkan bisa menjadi arena kawasan Digital Hub, dengan fasilitas dan infrastruktur meliputi koneksi kabel optik, urban forest, dan konektivitas antarbangunan.
Kawasan yang terhubung dengan Green Office Park ini dikembangkan untuk mengakomodasi tenant digital industri 4.0. Adapun targetnya adalah para pelaku startup maupun perusahaan teknologi multinasional, dan ventura.
Hingga saat ini, di BSD Green Office Park Colony sudah ditempati oleh perusahaan-perusahaan terkemuka, seperti Unilever, Traveloka, Go Work, dan lain-lain. Selain itu, ada sejumlah bank seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Bank Sinarmas, dan CIMB Niaga. Adapun perusahaan edukasi multinasional, seperti Apple Academy, AWS Academy, Monash University, dan MyRepublic.
Terbaru, emiten properti PT Repower Asia Indonesia Tbk (REAL) juga merambah ke bisnis data center. Peluang dalam rangka menyambut boomingnya bisnis digital ini dilakukan dengan mengkonversi aset gedung perkantoran yang dimiliki REAL di wilayah Jakarta dan sekitarnya.