Harvey Moeis dan Sandra Dewi. (instagram.com/sandradewi88)
Hukum Bisnis

Kejagung Jerat Harvey Moeis dalam Kasus Pencucian Uang

  • Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menjerat Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi, dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Harvey diduga menyembunyikan hasil korupsi dengan membeli berbagai aset.

Hukum Bisnis

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menjerat Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi, dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Harvey diduga menyembunyikan hasil korupsi dengan membeli berbagai aset.

Hal tersebut disampaikan Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Kuntadi di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, pada Kamis, 4 April 2024.

“Yang bersangkutan (Harvey Moeis) telah kita tetapkan tersangka TPPU,” papar Kuntadi.

Hingga saat ini, Kejagung telah menyita sejumlah aset Harvey Moeis, termasuk tas dan mobil mewah. Kejagung masih menyelidiki aset lain yang dimiliki Harvey dengan memblokir rekening miliknya.

Di samping itu, Kejagung juga memeriksa beberapa saksi terkait kasus Harvey, termasuk istri Harvey, Sandra Dewi. Sandra dimintai keterangan terkait rekening yang diblokir oleh Kejagung terkait Harvey.

“Pemanggilan terhadap saksi SD (Sandra Dewi) dalam rangka untuk meneliti terhadap beberapa rekening yang sudah kita blokir tempo hari,” kata Kuntadi. Kuntadi belum menjelaskan siapa lagi saksi yang akan diperiksa terkait dengan Harvey. “Nanti lengkapnya nanti,” ucap Kuntadi.

Sebelumnya, Sandra Dewi, dimintai keterangan oleh Kejagung dalam kasus tata niaga komoditas Timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah. Dia tiba di kantor Kejagung pada Kamis tadi, sekitar pukul 09.25 WIB.

Panggilan pemeriksaan dilayangkan Kejagung terhadap Sandra Dewi setelah menetapkan suaminya sebagai tersangka. 

Dalam perkara tersebut, pada 2018-2019, Harvey menghubungi Direktur PT Timah saat itu, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani. Harvey melobi Riza Pahlevi untuk mengakomodir kegiatan pertambangan ilegal di wilayah IUP milik PT Timah.

“Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut adanya di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah,” kata Kuntadi, dalam jumpa pers, pada Rabu, 27 Maret 2024.

Dengan persetujuan tersebut, Harvey kemudian menghubungi beberapa smelter, termasuk PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk membantunya dalam mengakomodir kegiatan pertambangan ilegal. Harvey juga meminta para smelter tersebut untuk menyisihkan sebagian keuntungan untuk diberikan kepadanya.

Selain Harvey Moeis, Kejagung telah menetapkan total 16 tersangka terkait kasus ini, termasuk mantan direktur PT Timah dan beberapa pihak swasta. Salah satu dari mereka adalah Helena Lim crazy rich PIK.

Kejagung masih menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Namun, menurut ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Sahardjo, kasus ini juga menimbulkan kerugian lingkungan di kawasan hutan dan non-hutan. Diperkirakan kerugian total yang ditimbulkan akibat dampak lingkungan mencapai Rp271 triliun.

Berikut rincian kerugian akibat tambang timah berdasarkan lokasinya:

Kerugian Kawasan Hutan:

- Kerugian lingkungan ekologisnya Rp157,83 triliun

- Ekonomi lingkungannya Rp60,276 triliun

- Pemulihannya lingkungan Rp5,257 triliun

Total untuk yang di kawasan hutan adalah Rp223 triliun atau lengkapnya Rp223.366.246.027.050.

Kerugian Non-Kawasan Hutan:

- Biaya kerugian lingkungan Rp25,87 Triliun

- Kerugian ekonomi lingkungannya Rp15,2 Triliun

- Biaya pemulihan lingkungan Rp6,629 Triliun

Total untuk untuk non-kawasan hutan APL adalah Rp47,703 triliun.

“Totalnya kerugian itu yang harus juga ditanggung negara adalah 271.069.687.018.700,” kata Bambang dalam jumpa pers bersama Kejagung saat itu.