Kejagung Periksa 3 Saksi Kasus Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
JAKARTA – Tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga orang saksi kasus dugaan korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan tim Jampidsus Kejagung memeriksa tiga saksi, di antaranya, Direktur Pengelolaan (CIO) PT Panin […]
Nasional
JAKARTA – Tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga orang saksi kasus dugaan korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan tim Jampidsus Kejagung memeriksa tiga saksi, di antaranya, Direktur Pengelolaan (CIO) PT Panin Asset Manajemen WS, Kepala Divisi ETF PT Indo Premier Sekuritas AS, dan Advisor PT Minna Padi Investama Sekuritas, ES.
“Pemeriksaan dilakukan pagi hari,” ujar Leonard, Selasa 2 Maret 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Kendati, Leonard tidak membeberkan hasil pemeriksaan. Hal itu, katanya, masih masuk materi penyidikan. Leonard menuturkan pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, penyidik memeriksa mantan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan AS pada Kamis, 25 Februari 2021. AS diperiksa terkait investasi dalam perusahaan pelat merah itu.
Saat ini, Kejagung telah mengantongi nilai transaksi dalam dugaan penyimpangan investasi pada BPJS Ketenagakerjaan senilai Rp43 triliun.
Meski demikian, nilai transaksi itu belum dapat dikatakan sebagai kerugian negara.
Penyidik perlu waktu untuk memeriksa satu per satu transaksi guna memastikan ada tidaknya unsur pidana.
“Salah satu yang harus dipastikan, yakni bentuk investasinya, apakah melanggar pidana atau hanya merupakan risiko bisnis,” tutupnya.