Gedung Krakatau Steel di kawasan Gatot Subroto Kuningan.
Nasional

Kejagung Periksa Bos Krakatau Engineering Terkait Kasus Tipikor Pengadaan Pembangunan Pabrik Blast Furnace

  • Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan pemeriksaan terhadap empat saksi baru terkait Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011. Salah satu saksi yang diperiksa yaitu ASS selaku direktur utama PT Krakatau Engineering.
Nasional
Nadia Amila

Nadia Amila

Author

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan pemeriksaan terhadap empat saksi baru terkait Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011. Salah satu saksi yang diperiksa yaitu ASS selaku direktur utama PT Krakatau Engineering.

“ASS selaku direktur utama PT Krakatau Engineering, diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumadana dalam keterangan resmi yang diterima pada Selasa, 31 Mei 2022.

Selain ASS, Kejagung juga memeriksa ketiga saksi lainnya yaitu, ABS selaku direktur keuangan PT Krakatau Engineering periode tahun 1999-2010, diperiksa untuk diketahui terkait pembahasan perencanaan pembangunan proyek BFC oleh PT Krakatau Steel.

Kemudian, MASI selaku Departement Head Cement and Steel  departement Bank Mandiri, ia diperiksa terkait hubungan jabatan saksi tersebut dengan BFC Project Bank Mandiri bertindak selaku Kreditur dan Agen Jaminan dari Debitur atas nama PT Krakatau Steel atas Commercial Facility (Tranche A) dimana jumlah maksimal pinjaman pokok kepada Bank Sindikasi (Mandiri, BNI dan BRI) sebesar Rp2,275 Triliun dan dari bagian tersebut, porsi Bank Mandiri sebesar Rp910 Miliar. 

Pada saat yang bersangkutan menjabat sebagaimana tersebut di atas, nilai pinjaman sudah dicairkan sebesar Rp751 Miliar dan tidak ada pencairan lagi hingga hari ini, dikarenakan PT Krakatau Steel mengajukan restrukturisasi yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian Addendum dan Pernyataan Kembali. 

“Sejak penandatangan restruk, PT Krakatau Steel dapat memenuhi pembayaran kewajibannya (bunga dan pokok) yang sebelumnya sempat dilakukan penundaan pembayaran,” kata Ketut.

Terakhir, DY selaku group head corporate banking II pada Bank Mandiri, diperiksa berkaitan dengan pengelolaan akun nasabah pembayaran kredit sejak tahun 2016-2018.

Ketut menjelaskan, pemeriksaan keempat saksi tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan.

Sebelumnya, pada kasus ini penyidik telah menaikan status menjadi penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dari Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-14/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 16 Maret 2022.

Usut punya usut, kasus ini berawal dari Pembangunan Pabrik BFC oleh KRAS pada 2011-2019 menggunakan bahan bakar batu bara untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah dibanding dengan menggunakan bahan bakar Gas yang biaya produksinya jauh lebih mahal.

Kemudian, pada 31 Maret 2011 dilakukan lelang pengadaan pembangunan pabrik BFC dan dimenangkan oleh Konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering. Awalnya pendanaan biaya pembangunan pabrik BFC ini ditanggung oleh Bank Export Credit Agency (ECA) dari China.

Namun pada pelaksanaannya ECA tidak menyetujui pembiayaan proyek karena kinerja keuangan Krakatau Steel tidak memenuhi syarat. Kemudian, pihak Krakatau Steel mengajukan pinjaman sindikasi ke Bank BRI, Mandiri, CIMB, ICBC, BNI, OCBC, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Pada 19 Desember 2019, pekerjaan pun dihentikan karena pekerjaan belum 100% dan operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasaran. Pekerjaan pun belum melakukan serah terima dengan kondisi tidak dapat beroperasi alias mangkrak.

Berdasarkan hal tersebut diindikasi adanya tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 jo. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.