Kejaksaan Agung.
Nasional

Kejagung Usut Dugaan Korupsi di LPEI, Ada Dua Kelompok Nilainya Rp5,5 Triliun

  • Kejaksaan Agung sedang mengusut adanya dugaan korupsi terkait penyelenggaraan pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sejak tahun 2019. Dua kelompok dalam kasus tersebut sedang dalam proses penyelidikan.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyambangi Kejaksaan Agung pada Senin, 18 Maret 2024, untuk melaporkan dugaan fraud (penipuan) dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

“Hari ini khusus kami sampaikan 4 debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp 2,5 triliun,” ujar Sri Mulyani di Kejagung, pada Senin, 18 Maret 2024.

“Kami juga mendorong LPEI untuk terus melakukan koreksi dan inovasi, dan bersama-sama tim terpadu tadi untuk terus melakukan pembersihan di dalam tubuh LPEI dan neraca LPEI,” ujar Sri Mulyani.

Kejaksaan Agung sedang mengusut adanya dugaan korupsi terkait penyelenggaraan pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sejak tahun 2019. Dua kelompok dalam kasus tersebut sedang dalam proses penyelidikan.

Untuk kelompok pertama, empat perusahaan menjadi fokus penyelidikan pidana oleh Jampidsus. Informasi ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani secara langsung kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin.

“Teman-teman, itu (laporan Sri Mulyani terkait permasalahan debitur Rp2,5 triliun) yang tahap pertama. Nanti ada tahap keduanya,” kata Burhanuddin dalam keterangan persnya, pada Senin.

Pada laporan tersebut, terdapat empat perusahaan yang menjadi debitur, yaitu:

1. PT RII sebesar Rp1,8 triliun

2. PT SMS sebesar Rp 216 miliar

3. PT SPV sebesar Rp144 miliar

4. PT PRS sebesar Rp305 miliar

Kredit yang mengalami masalah ini merupakan hasil temuan tim terpadu dari LPEI, BPKP, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

Sebelumnya, dugaan penyimpangan Rp2,5 triliun ini akan diselesaikan melalui Jamdatun. Tapi, belakangan ditemukan adanya indikasi korupsi di dalamnya.

“Jadi, penyelesaian perkara ini awalnya ada di Bidang Datun. Tapi setelah dilakukan penelitian ternyata ada unsur penyimpangan dalam pembelian fasilitas atau pembiayaan kredit dari LPEI kepada para debitur tadi. Sehingga, karena sudah macet dan sebagainya, kita serahkan ke bidang pidsus untuk me-recovery aset,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana.

Untuk kelompok dua, diduga melibatkan 6 perusahaan sebagai debitur. Mereka terindikasi bermasalah dalam pemberian dana ekspor tersebut. Nilainya ditaksir mencapai Rp 3,085 triliun.

“Jaksa Agung menambahkan bahwa akan ada Batch 2 yang terdiri dari 6 perusahaan yang terindikasi fraud senilai Rp3 triliun dan 85 miliar masih dalam proses pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI dan akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDatun) dalam rangka recovery asset,” ujar Ketut menambahkan penjelasan Jaksa Agung.

Jaksa Agung mengingatkan kepada enam perusahaan tersebut agar segera menindaklanjuti kesepakatan dengan Jamdatun, BPKP, dan Inspektorat Kementerian Keuangan. Jika tidak, akan diproses pidana.

“Tolong segera tindak lanjuti ini, daripada ada perusahaan ini nanti akan kami tindak lanjuti secara pidana. Sampai saat ini masih pemeriksaan,” imbuhnya.