Kekayaan Pemilik Uniqlo Tadashi Yanai Menanjak saat Penjualan Fesyen Rebound
JAKARTA – Kekayaan bersih orang terkaya Jepang si empunya merek fesyen Uniqlo, Tadashi Yanai, mencapai puncaknya pada pekan ini, senilai US$41,6 miliar. Forbes memberitakan pendorong kekayaan bersih itu yakin hiruk pikuk belanja pakaian ramah pandemi Uniqlo dari masker hingga baju olahraga. Kekayaan Yanai didukung kenaikan 114% saham Fast Retailing sejak Maret 2020, setelah sempat jatuh […]
Industri
JAKARTA – Kekayaan bersih orang terkaya Jepang si empunya merek fesyen Uniqlo, Tadashi Yanai, mencapai puncaknya pada pekan ini, senilai US$41,6 miliar.
Forbes memberitakan pendorong kekayaan bersih itu yakin hiruk pikuk belanja pakaian ramah pandemi Uniqlo dari masker hingga baju olahraga.
Kekayaan Yanai didukung kenaikan 114% saham Fast Retailing sejak Maret 2020, setelah sempat jatuh di tengah aksi jual global yang dipicu pandemi.
Yanai memiliki 47% saham di pengecer pakaian terbesar ketiga di dunia itu. Dia telah melipatgandakan kekayaannya lebih dari dua kali lipat sejak daftar World’s Billionaires Forbes. Sebelumnya, dia menduduki peringkat ke-41 dengan kekayaan bersih US$19,7 miliar.
Selain Uniqlo, Fast Retailing memiliki sejumlah merek lain seperti Theory, Helmut Lang, J Brand, dan GU.
Analis mengaitkan lompatan saham Fast Retailing dengan strategi digital baru perusahaan dan fokusnya pada pakaian praktis sehari-hari yang disukai oleh mereka yang bekerja dari rumah.
“Penjualan bagus karena lini produknya sesuai dengan permintaan orang yang tinggal di rumah,” kata Dairo Murata, analis senior di JP Morgan di Tokyo.
Menurutnya, Fast Retailing selalu mempromosikan konsep LifeWear dan menjual pakaian yang sangat sesuai dengan gaya bekerja dari rumah.
Pakaian Sederhana & Bermutu Tinggi
Fast Retailing menawarkan rangkaian LifeWear yang dipromosikannya sebagai pakaian sederhana dan pakaian sehari-hari berkualitas tinggi. Saat ini, retailer Jepang itu memiliki lebih dari 3.600 toko di 26 pasar yang mencakup Asia, Amerika Utara, dan Eropa
Fast Retailing menggabungkan teknologi eksklusif seperti Heattech yang mengubah kelembapan menjadi hangat. Saat ini digunakan dalam segala hal mulai dari loungewear hingga T-shirt dan kaus kaki.
Fitur penting lainnya adalah teknologi “AIRism”, yang membuat kain tetap bernapas dan saat ini digunakan dalam berbagai jenis masker kain. Masker AIRism tiga lapis dengan filter bakteri yang diluncurkan pada Juni 2020 di Jepang dengan cepat diburu pelanggan online dan offline.
Selama pandemi, pendapatan dan keuntungan tahunan Fast Retailing terpukul karena penutupan toko. Pendapatan tahunan yang berakhir pada 31 Agustus 2020 turun 12% menjadi 2 triliun yen, setara dengan US$ 19 miliar. Laba bersih merosot 44% menjadi US$853 juta.
Uniqlo menutup hampir setengah dari 748 tokonya di China pada Januari, lantas membukanya kembali pada akhir April. Di Jepang, 311 dari 817 tokonya ditutup pada akhir Maret dan dibuka kembali pada awal Mei.
Meskipun toko-toko ini tutup, bisnis Uniqlo Jepang memunculkan titik cerah. Dia mencatat peningkatan laba 2%, bahkan ketika pendapatan naik 20% tahun ke tahun di kuartal Juni hingga Agustus.
Penjualan Uniqlo Jepang didorong oleh penjualan e-commerce yang naik 29,3% untuk tahun fiskal yang berakhir Agustus.
“Penyebaran Covid-19 telah mendorong perubahan nilai dan mendorong kami untuk meneliti cara kami hidup,” kata Yanai.
“Arti pakaian juga berubah saat kita menyaksikan pergeseran yang kuat dari pakaian yang dikenakan untuk mempercantik atau menekankan status sosial pemakainya ke pakaian yang dirancang untuk bertahan dan meningkatkan kenyamanan kehidupan sehari-hari.”
Bangkit dari Pandemi
Uniqlo membuka dua toko baru di Ginza Tokyo dan di pusat perbelanjaan Harajuku pada Juni 2020.
Lantas, pada November 2020 perusahaan mengumumkan kemitraan dengan desainer Jerman Jil Sander. Juga mengumumkan koleksi baru untuk pakaian pria dan wanita mulai dari sweater turtleneck hingga cardigan dan celana chino.
Bulan lalu, ia juga memulai debutnya di Pameran Impor Internasional China tahunan di Shanghai dengan pameran merek global LifeWear.
Berdasarkan asumsi bahwa Covid-19 akhirnya dapat diatasi setelah Maret 2021, Fast Retailing memperkirakan kenaikan pendapatan 10% untuk tahun fiskal 2021 dan kenaikan laba bersih sebesar 83%.
Yanai awalnya tumbuh dari toko pakaian orang tuanya di kota kecil di prefektur Yamaguchi di barat daya Jepang.
Saat ini, Inditex Spanyol yang terkenal dengan merek Zara adalah pengecer pakaian terbesar di dunia dengan penjualan tahunan sebesar US$31,6 miliar. Berikutnya, H&M dari Swedia dengan penjualan US$24,8 miliar.
Pendiri Inditex, Amancio Ortega, adalah miliarder pakaian terkaya di dunia dengan kekayaan bersih US$76,9 miliar, sementara Stefan Persson dari H&M dengan proyeksi kekayaan mencapai US$20,4 miliar berada di tempat ketiga setelah Yanai.