Kekecewaan FSP RTMM-SPSI atas Penyeragaman Kemasan Rokok Tanpa Merek
- Sudarto menyampaikan bahwa FSP RTMM-SPSI telah melakukan berbagai aksi untuk menyuarakan kekhawatiran mereka. Sebelumnya, pihak serikat pekerja sudah diterima berdiskusi dengan Kemenkes, menyampaikan dampak besar bagi pekerja tembakau jika penyeragaman kemasan diberlakukan.
Nasional
JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) kembali menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang mengharuskan kemasan rokok tanpa identitas merek.
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, menekankan bahwa keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk tetap mendorong aturan tersebut, meskipun sudah dilakukan modifikasi, tidak mempertimbangkan aspirasi serikat pekerja.
Menurut Sudarto, aturan ini melanggar Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), karena identitas merek yang telah dilindungi sertifikat HAKI adalah hak pelaku usaha untuk melindungi produk dan merek mereka.
"Kami kecewa karena Kemenkes sama sekali tidak mau mendengarkan masukan dan terus memaksakan aturan restriktif pada industri hasil tembakau. Perjuangan dan suara kami para pekerja yang terdampak langsung sama tidak dianggap dan diterima sama sekali," kata Sudarto dalam media briefing di Depok, Rabu, 30 Oktober 2024.
- Misteri Keberadaan Adrian Gunadi Usai Skandal Investree Terungkap
- Pertumbuhan Kredit Meningkat di Semua Segmen, Laba Bersih BCA Naik 12,8 Persen
- Dari Presiden ke Presiden: Janji Tinggal Janji
Kemenkes Abaikan Masukan dari Pekerja Tembakau
Sudarto menyampaikan bahwa FSP RTMM-SPSI telah melakukan berbagai aksi untuk menyuarakan kekhawatiran mereka. Sebelumnya, pihak serikat pekerja sudah diterima berdiskusi dengan Kemenkes, menyampaikan dampak besar bagi pekerja tembakau jika penyeragaman kemasan diberlakukan.
Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa Kemenkes tetap mempertahankan klausul yang memaksa kemasan rokok tanpa identitas merek.
Kemenkes tetap bersikeras dengan isi Rancangan Permenkes yang membatasi ciri khas merek pada kemasan rokok, termasuk warna, huruf, dan berbagai elemen pembeda lainnya.
Akibatnya, berbagai merek produk tembakau tampak seragam, menimbulkan ancaman serius terhadap identitas produk serta potensi pemutusan hubungan kerja di sektor ini.
Perumusan Aturan Dianggap Tidak Sejalan dengan Mandat Undang-Undang
Sudarto menegaskan bahwa aturan ini jauh melenceng dari mandat Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU 17/2023). UU tersebut hanya mengatur mengenai graphic health warning (GHW) sebesar 50% pada kemasan rokok, tidak ada mandat mengenai seragam kemasan tanpa merek.
Ia juga menambahkan bahwa aturan ini tampaknya mengadopsi konsep kemasan polos (plain packaging) yang terdapat dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), meskipun Indonesia tidak meratifikasi perjanjian internasional tersebut.
- Misteri Keberadaan Adrian Gunadi Usai Skandal Investree Terungkap
- Pertumbuhan Kredit Meningkat di Semua Segmen, Laba Bersih BCA Naik 12,8 Persen
- Dari Presiden ke Presiden: Janji Tinggal Janji
FSP RTMM-SPSI Harap Pemerintahan Baru Prioritaskan Kepentingan Nasional
Sudarto menyampaikan harapannya agar pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dapat lebih mempertimbangkan kesejahteraan pekerja nasional dalam merumuskan kebijakan.
FSP RTMM-SPSI akan terus mengawal dan memperjuangkan agar Rancangan Permenkes ini tidak diberlakukan, mengingat dampaknya yang luas bagi industri dan para pekerja tembakau.
Selain itu, serikat pekerja menuntut agar PP 28/2024 dapat direvisi, serta membatalkan Rancangan Permenkes ini untuk mencegah potensi pemutusan hubungan kerja yang luas di industri tembakau.