gurun timteng.jpg
Sains

Kekerasan di Timur Tengah Kuno Memuncak dengan Terbentuknya Negara dan Kekaisaran

  • Fenomena ini  meningkat lagi ketika kekeringan dan negara adidaya melanda sekitar 3.200 tahun yang lalu.

Sains

Amirudin Zuhri

JAKARTA-  Penelusuran mendalam terhadap kekerasan yang terjadi di Timur Tengah selama hampir 12.000 tahun menunjukkan,  pertumpahan darah meroket ketika negara  proto atau masyarakat tingkat negara mulai muncul sekitar 6.500 tahun yang lalu. 

Fenomena ini  meningkat lagi ketika kekeringan dan negara adidaya melanda sekitar 3.200 tahun yang lalu.

Hal itu diungkap berdasarkan analisis tengkorak dan tulang manusia yang babak belur. Tengkorak dan tulang tersebut  terdiri lebih dari 3.500 orang yang terluka dalam konflik di Timur Tengah selama masa pra-Klasik (12.000 SM hingga 400 SM). Mereka  berasal dari wilayah geografis yang mencakup Turki, Levant (tanah di sekitar Mediterania timur), Mesopotamia dan Iran. 

Sisa-sisa manusia ini dipelajari oleh tim peneliti internasional yang tertarik untuk menguji hipotesis tentang naik turunnya kekerasan di zaman pramodern.  Penelitian diterbitkan pada 9 Oktober di jurnal Nature Human Behavior .

Tim menyelidiki trauma tengkorak dan luka terkait senjata pada kerangka orang-orang yang tinggal di Timur Tengah selama salah satu dari empat periode waktu. Periode tersebut adalah Neolitikum (12000 hingga 4500 SM), Zaman Tembaga (4500 hingga 3,300 SM), Zaman Perunggu (3300 hingga 1200 SM) dan Zaman Besi (1200 hingga 400 SM). 

Timur Tengah kuno adalah tempat yang ideal untuk mencari petunjuk untuk memahami kekerasan pada manusia. Ini  karena wilayah geografis ini penting bagi beberapa inovasi besar dalam budaya manusia. Mulai dari domestikasi tumbuhan dan hewan hingga penciptaan kota pertama yang dimulai sekitar 11.000 tahun yang lalu.

Tujuan para peneliti adalah menguji asumsi tentang tingkat kekerasan dalam periode waktu tersebut. Misalnya saja, kepadatan penduduk yang rendah pada periode Neolitik kemungkinan besar berarti rendahnya tingkat kekerasan. Sementara munculnya negara dan kerajaan pada periode selanjutnya kemungkinan  telah meningkatkan kekerasan antarpribadi, terutama ketika masyarakat mulai hidup berdekatan satu sama lain di kota-kota awal.

Melalui analisis  terhadap cedera traumatis yang diidentifikasi pada tengkorak kuno, tim menemukan bahwa kejadian kekerasan meningkat secara dramatis di Zaman Tembaga. Ini  ketika konflik terorganisir berskala besar muncul di negara-negara proto pertama. Peningkatan  kemudian terjadi di Zaman Besi karena pergolakan besar yang mencakup kekeringan selama 300 tahun, dan kebangkitan negara adidaya militer seperti Kekaisaran Asiria.

Penurunan di Zaman Perunggu

Namun peneliti menemukan penurunan kekerasan secara substansial terjadi pada Zaman Perunggu antara tahun 3000 dan 1500 SM.  Meskipun terdapat banyak tantangan terkait iklim dan urbanisme. Mereka menyimpulkan bahwa kemungkinan besar penurunan kekerasan terjadi pada saat negara-negara awal mencapai kapasitas yang besar untuk mengurangi konflik dalam masyarakatnya.

Berkurangnya kekerasan di Zaman Perunggu kemungkinan besar disebabkan oleh inovasi sosial yang mengubah individu menjadi warga negara. 

 “Tampaknya cukup jelas bahwa sistem hukum berkembang pesat selama Zaman Perunggu, dan bahkan warga negara yang bebas pun menikmati perlindungan hukum pada tingkat tertentu,” kata co penulis studi Giacomo Benati kepada Live Science Selasa 17 Oktober 2023.  “Ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin memiliki cara damai untuk menyelesaikan perselisihan.”

Namun perdamaian hanya berumur pendek. Pada Zaman Besi terdapat tingkat kesenjangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan  berkurangnya sumber daya. Juga  meningkatnya peperangan terkait dengan bangkitnya kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan Het yang menguasai wilayah yang kini menjadi bagian dari Turki. 

“Penemuan trauma tengkorak bagian atas pada zaman Tembaga dan Besi mungkin menunjukkan bahwa  pukulan di kepala mungkin merupakan cara paling umum untuk membunuh pada periode pra-modern,” kata Benati.

Tim peneliti berencana untuk melakukan studi lanjutan untuk membahas aspek-aspek tambahan dari tren kekerasan antarpribadi dari waktu ke waktu. Seperti apakah laki-laki atau perempuan lebih mungkin terkena dampaknya.

“Data kerangka secara unik sangat cocok untuk memahami perubahan dalam kesejahteraan manusia,” kata Benati.