Kelanjutan HGBT Makin Runyam, Kemenperin Tetap Minta Dilanjutkan
- Sejak program HGBT digulirkan, pemerintah telah kehilangan penerimaan negara lebih dari Rp45,06 triliun
Energi
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, pentingnya berlanjutnya program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi peningkatan daya saing industri dan masuknya investasi, serta pertumbuhan perekonomian nasional.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE Kemenperin), Taufiek Bawazier mengatakan, tak hanya dilanjut progra, HGBT ini juga baiknya diperluas tak hanya di 7 industri saja.
“Kami juga meminta agar program HGBT sesuai Perpres Presiden Jokowi dilanjutkan bahkan diperluas dengan prinsip no one left behind, bukan hanya untuk tujuh sektor industri yang saat ini menerima fasilitas,” jelas Taufiek dilansir pada Senin, 25 Maret 2024.
- 7 Tips Memilih Mobil Rental untuk Mudik Lebaran
- Hacker Buktikan Bisa Membajak Mobil Tesla dengan Perangkat Murah dan Legal
- 3 Cara Agar Anda Tak Tergantikan oleh AI
Sejatinya rapat teknis sempat diadakan untuk mendapat kepastian perpanjangan HGBT industri dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Jumat, 22 Maret 2024 lalu.
Namun Menperin nampak tak hadir dalam rapat tersebut sehingg tidak membuahkan hasil kelajutan HGBT dalam rapat tersebut.
Lebih lanjut, Taufiek melaporkan total nilai HGBT yang dikeluarkan termasuk untuk listrik dari 2021 hingga 2023 sebesar Rp51,04 Triliun. Sedangkan nilai tambahnya bagi perekonomian nasional sebesar Rp157,20 Triliun, atau meningkat hampir tiga kali lipat.
Menurutnya manfaat dan multiplier effect-nya sangat besar bagi ekspor, pendapatan pajak, pengurangan subsidi pupuk, dan investasi. Dari tujuh sektor industri penerima HGBT, industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp84,98 Triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp48,49 Triliun.
Bukan hanya ekspor, diakui Taufiek pajak diperoleh senilai Rp27,81 Triliun. Multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi.
Maka dari itu, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat. Hal ini juga menyebabkan produk menjadi tidak kompetitif, yang dapat berakibat pada penutupan pabrik serta PHK. Taufiek mengingatkan, industri butuh gas murah baik sebagai energi dan feedstock.
HGBT 2023
Dari portfolio penerima HGBT, di tahun 2023, industri penerima berjumlah 265 perusahaan dan kelistrikan sebesar 56 perusahaan dengan total penerima sebesar 321 perusahaan. Alokasi gas industri hanya 1222,03 BBTUD dan kelistrikan sebesar 1231,22 BBTUD. Artinya, masih lebih banyak sektor kelistrikan penerima alokasi HGBT dibandingkan industri.
Kemenperin dengan tegas mengatakan, HGBT memiliki ragam nilai positif dibanding bila program ini tidak dilanjutkan. Kepastian industri mendapatkan gas murah menjadi prioritas.
Telan Subsidi Rp45 Triliun
Di sisi lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang melakukan evaluasi terhadap keberlanjutan program HGBT yang telah berlangsung sejak April 2020 dan akan berakhir pada Desember tahun ini.
Evaluasi dilakukan menyusul besarnya penerimaan negara yang hilang akibat program harga gas USD 6 per mmbtu yang ditujukan kepada 7 industri tertentu ini. Sejak program ini digulirkan, pemerintah telah kehilangan penerimaan negara lebih dari Rp 45,06 triliun.
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian ESDM, nilai pendapatan negara yang hilang di sektor hulu migas akibat program HGBT mencapai sekitar Rp 45,06 triliun. Perinciannya, penerimaan negara tahun fiskal 2023 sekitar USD 1 miliar atau setara dengan Rp 15,67 triliun (kurs Rp 15.676 per dolar AS), tahun 2021 sebesar Rp 16,46 triliun dan Rp 12,93 triliun pada tahun 2022.