
Keluhan Ojol terkait BHR: Kecil dan Tidak Merata
- Meskipun kebijakan Presiden Prabowo Subianto menekankan kesejahteraan pekerja informal, kenyataannya BHR bagi mitra driver masih tidak memiliki payung hukum yang jelas.
Nasional
JAKARTA - Bonus Hari Raya (BHR) bagi mitra driver ojek online (ojol) menjadi sorotan. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mengimbau perusahaan transportasi online untuk memberikan BHR sebagai bentuk apresiasi terhadap mitra pengemudi.
Namun, tanpa regulasi yang mengikat, BHR tetap bersifat sukarela dan tidak ada jaminan bahwa semua pengemudi akan menerimanya secara merata.
Meskipun kebijakan Presiden Prabowo Subianto menekankan kesejahteraan pekerja informal, kenyataannya BHR bagi mitra driver masih tidak memiliki payung hukum yang jelas.
Hal ini berarti perusahaan bebas menentukan nominal, mekanisme, dan bahkan kebijakan pemberian BHR kepada mitra driver mereka. Tanpa adanya regulasi yang mewajibkan, banyak pengemudi ojol yang merasa dirugikan karena tidak mendapatkan bonus yang layak.
Para pengamat dan serikat pekerja mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan aturan yang lebih tegas. Mereka berpendapat bahwa BHR seharusnya menjadi hak pekerja informal, bukan sekadar inisiatif sukarela yang bergantung pada kebijakan perusahaan.
- Lo Kheng Hong Panen Miliaran dari Dividen BBRI, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?
- AdaKami Peringatkan Modus Baru Penipuan di Ramadan, Ini Cara Menghindarinya
- Cinema XXI (CNMA) Sepakat Tebar Dividen Rp750 Miliar
BHR Gojek dan Maxim: Ada, Tapi Tidak Merata
Beberapa perusahaan ojol telah memberikan BHR dengan mekanisme dan nominal yang berbeda. Gojek, misalnya, membagi penerima BHR dalam lima kategori, yaitu Mitra Juara Utama, Mitra Juara, Mitra Unggulan, Mitra Andalan, dan Mitra Harapan.
Besaran bonus yang diberikan kepada mitra juara utama roda dua paling besar menerima Rp900.000, sementara mitra roda empat paling besar menerima Rp1.600.000. BHR Gojek dihitung berdasarkan sekitar 20% dari rata-rata penghasilan bersih dalam masing-masing kategori.
Sementara itu, Maxim memberikan BHR dalam rentang Rp500 ribu hingga Rp1 juta untuk pengemudi roda dua dan Rp500 ribu hingga Rp1,2 juta untuk pengemudi roda empat.
BHR ini disalurkan melalui e-wallet Maxim Driver atau langsung ke rekening pengemudi, dengan kriteria penerima yang mencakup aktivitas berkendara yang rutin, rating tinggi, serta minim keluhan pelanggan.
Namun, meskipun ada mekanisme pembagian, banyak pengemudi yang merasa jumlah bonus yang diterima terlalu kecil atau bahkan tidak mendapatkannya sama sekali.
- Lo Kheng Hong Panen Miliaran dari Dividen BBRI, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?
- AdaKami Peringatkan Modus Baru Penipuan di Ramadan, Ini Cara Menghindarinya
- Cinema XXI (CNMA) Sepakat Tebar Dividen Rp750 Miliar
Keluhan Pengemudi: Kecil dan Tidak Merata
Sejumlah pengemudi ojol mengaku kecewa dengan jumlah BHR yang mereka terima. Marwan, seorang pengemudi ojol di Ciputat, Tangerang Selatan, mengungkapkan bahwa sebagian besar pengemudi hanya menerima Rp50.000.
Ia juga membantah video viral yang menunjukkan mitra Gojek menerima hingga Rp900.000.
“Sedih banget kalau cerita soal THR. Rata-rata cuma dapat Rp50.000. Itu video yang bilang ojol dapat Rp900.000 itu bohong, yang ada di video itu orang-orang Gojek sendiri,” ujar Marwan Kepada TrenAsia, di Ciputat, Senin, 24 Maret 2025.
Sementara itu, Seorang pengemudi ojol di Solo, Abdul Hakim, juga mengalami hal serupa. Karena ia hanya bekerja sebagai pengemudi di akhir pekan, ia mengaku tidak mendapatkan BHR sama sekali.
“Narikin cuma Sabtu-Minggu kayaknya enggak dapat THR, nggak saya cek juga. Rata-rata teman ojol saya juga cuma dapat Rp50.000,” ujar Hakim kepada TrenAsia di Solo.
Dengan adanya keluhan yang terus muncul dari para pengemudi ojol, desakan agar pemerintah mengeluarkan regulasi yang lebih jelas semakin kuat.
Jika dibiarkan tanpa aturan yang mengikat, BHR hanya akan menjadi janji manis yang tidak selalu terealisasi. Serikat pekerja berharap pemerintah segera turun tangan agar kesejahteraan mitra driver benar-benar terjamin dan tidak sekadar bergantung pada kebijakan perusahaan.
Tanpa payung hukum yang jelas, BHR bagi pengemudi ojol tetap menjadi perdebatan dan dianggap oleh sebagian besar driver sebagai omong kosong belaka.