Kawasan Persawahan Penghasil Padi
Nasional

Kemarau Panjang Tak Bikin Petani Bali Boncos, Ini Sebabnya

  • Kemarau panjang yang melanda Bali ternyata tak membuat petani di Bali mengalami kerugian yang signifikan. Karena mereka telah mengantisipasi dengan menanam komoditas lain selain padi.

Nasional

Rumpi Rahayu

JAKARTA - Kemarau panjang yang melanda Bali ternyata tak membuat petani di Bali mengalami kerugian yang signifikan. Karena mereka telah mengantisipasi dengan menanam komoditas lain selain padi. 

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali Gede Sedana.

“Tidak signifikan karena para petani kita saat tidak menanam padi bisa mengusahakan tanaman lain, di beberapa subak petani-petani menanam bunga, sehingga bisa mendapat penghasilan dari sana selain itu sayuran, hortikultura juga ada, jadi pengalihan komoditas,” kata Gede Sedana. 

Lebih lanjut Gede Sedana mengatakan bahwa kerugian sebenarnya yang dirasakan petani adalah ketidakmampuan memanfaatkan 100 persen lahannya untuk menanam pagi karena musim kemarau panjang. 

Namun, lanjutnya pemasukan tetap jalan lantaran respon cepat mereka dengan menanam tanaman yang cepat panen sebagai pengisi lahan. 

“Di musim kemarau panjang yang paling menyulitkan petani adalah ketersediaan air, masalah ini menyebabkan intensitas tanam menurun sehingga lahan untuk menanam padi terbatas,” terang Gede Sadana. 

Sedana juga menyebut jika tak ada gagal panen sejauh ini, bahkan petani bisa menaikkan harga gabahnya. Dan konsekuensinya ketika gabah menjadi beras dan masuk ke pasar, petani juga harus membeli dengan harga tinggi. 

Adapun terkait peralihan komoditas ini, Ketua HKTI Bali itu menyampaikan bahwa para petani beralih ke tanaman mudah panen yang tidak memerlukan banyak air, jadi setiap 3-5 minggu mereka bisa memperoleh hasil. 

Tanaman-tanaman ini mayoritas adalah sayuran. 

“Ada sayur, jadi beberapa daerah misalnya di Tabanan banyak mereka menanam sayuran dan itu tanaman berumur pendek, ada kacang, pakcoy, bayam cabut yang umurnya 3 minggu kangkung itu setiap hari bisa panen,” terangnya. 

Nyatanya, di kemarau panjang ini petani tetap menanam padi meski tidak di seluruh arealnya.

“Sebenarnya bukan karena cuaca yang panas, tetapi mereka sudah mencoba untuk melakukan diversifikasi tanaman, mereka tetap menanam padi tapi tidak di seluruh arealnya,” jelas Sadana. 

Berseberangan dengan pemahaman orang pada umumnya, Sadana berpendapat bahwa kondisi umum kemarau justru menurutnya lebih baik daripada musim hujan. Karena risiko gagal panen yang akan lebih tinggi. Bahkan diprediksi 10-15% dari petani padi mengalami gagal panen nanti. 

Dari pengalaman HKTI Bali, yang harus diwaspadai ketika musim hujan adalah kerusakan jaringan irigasi pada momen ini petani memiliki pekerjaan tambahan yaitu memperbaiki saluran air. 

Selanjutnya ketika musim hujan sawah akan kekurangan sinar matahari ditambah angin kencang yang berpotensi merobohkan tanaman, sehingga produksinya tidak maksimal. 

Untuk diketahui, Bali saat ini tengah menyandang status siaga darurat kekeringan sejak 19 Oktober 2023 sampai dengan 1 November 2023. Penetapan status ini dilakukan merespon kondisi bencana kebakaran dan kekeringan yang tengah terjadi di Bali. 

Salah satu TPA yang ada di Bali yaitu TPA Suwung Denpasar juga sempat dilanda kebakaran pada Kamis, 12 Oktober 2023 diduga karena teriknya sinar matahari dan gas metan yang dihasilkan dari tumpukan sampah.