Penting! Catat Cara Isoman yang Benar dari A Sampai Z
- Cara-cara menjalani isoman yang benar harus diperhatikan agar pasien COVID-19 tidak sampai meninggal sebelum mendapatkan pertolongan medis.
Gaya Hidup
JAKARTA -- Kematian pasien yang menjalani isolasi mandiri (isoman) akibat terpapar COVID-19 telah mencapai 2.641 orang pada 24 Juli 2021. Cara-cara menjalani isoman yang benar harus diperhatikan agar pasien COVID-19 tidak sampai meninggal sebelum mendapatkan pertolongan medis.
Data kematian pasien isoman salah satunya dirilis oleh LaporCovid19, situs berbagi informasi seputar COVID-19 di Indonesia. Menurut data tersebut, jumlah pasien isoman meninggal terus bertambah. Mereka adalah kelompok pasien yang dirawat di rumah, di luar fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.
Di Provinsi DKI Jakarta, data yang sama menyebutkan bahwa ada 1.161 pasien isoman yang tak sempat tertolong nyawanya selama menjalani isoman di rumah. Di Jawa Barat, kasus serupa terjadi. Sudah 684 pasien isoman meninggal dunia.
- Menang Lelang Hang Nadim Batam, BUMN Wijaya Karya Rambah Bisnis Bandara
- BRPT dan TINS Masuk, Ini Daftar Lengkap Saham Indeks LQ45 Agustus 2021 – Januari 2022
- BEI Kocok Ulang Indeks IDX30 dan IDX80, Berlaku Mulai Agustus 2021
Di sekiranya 17 provinsi dan 84 kabupaten/kota, jumlah pasien isoman terus meninggal, menyisakan cacat bagi model penanganan pasien terpapar COVID-19.
Untuk itu, sosialisasi cara-cara yang benar mengenai isoman harus terus digalakan agar keluarga pasien atau orang-orang terdekat bisa melakukan tindakan preventif menolong momen-momen kritis pasien COVID-19.
Cara Isoman yang Benar
Menurut protokol WHO, isolasi digunakan untuk orang dengan gejala COVID-19 atau yang telah dites positif virus corona.
Berada dalam isolasi berarti dipisahkan dari orang lain, idealnya di fasilitas medis agar pasien dapat menerima perawatan klinis.
Jika isolasi di fasilitas medis tidak memungkinkan dan pasien tidak termasuk dalam kelompok risiko tinggi terkena penyakit parah, isolasi dapat dilakukan di rumah.
Selama menjalani isoman, pasien COVID-19 diharapkan memperhatikan beberapa protokol isoman agar tidak memperluas zona penularan virus kepada orang lain.
Misalnya, dengan menaati prosedur pelacakan kontak untuk menghentikan penyebaran virus; tetap di rumah dan jangan lakukan kontak dengan orang lain selama 14 hari; tidak pergi ke kantor, sekolah, atau tempat-tempat umum; meminta seseorang mencukupi kebutuhan; menjaga jarak minimal 1 meter dari orang lain, termasuk anggota keluarga pasien COVID-19.
Selain itu, pasien juga wajib mengenakan masker medis, termasuk ketika perlu meminta perawatan medis; mencuci tangan secara rutin, menggunakan ruangan yang terpisah dari anggota keluarga lain, dan selalu kenakan masker medis. Pastikan juga ventilasi ruangan selalu baik dan bersih.
Menurut informasi yang dihimpun dari situs KawalCOVID19, setidaknya ada beberapa cara isoman yang bisa menjadi rujukan pasien COVID-19. Cara-cara tersebut direkomendasikan antara lain oleh dr. Sayuri Suwandi dan dr. Driga Sakti Rambe.
Menurut mereka, pasien dengan hasil tes positif COVID-19 jangan langsung isoman tanpa berkonsultasi dengan dokter. Dokter lah yang berkompeten memutuskan apakah pasien cukup isoman di rumah, di fasilitas isolasi terpusat, atau perlu dirawat di RS.
Selain itu, dokter juga-lah yang berwenang untuk menentukan pemeriksaan lanjutan terhadap pasien COVID-19, antara lain pemeriksaan darah atau foto thorax.
Mengapa harus merujuk pada petunjuk dokter, karena dokter bisa melakukan pengobatan sesuai kondisi, dan mengantisipasi memburuknya kondisi pasien saat menjalani isoman.
Sampai saat ini cukup banyak pasien COVID-19 bergejala ringan yang melakukan isoman tanpa konsultasi dengan dokter lalu kondisi tiba-tiba memburuk, atau kemudian mengalami gejala pneumonia lalu meninggal.
Ketika kondisi pasien tiba-tiba memburuk, dokter di RS akan lebih sulit untuk menangani bila tidak ada catatan atau pengamatan sejak awal terhadap pasien.
Tim medis pun menyarankan agar pasien isoman setidaknya harus memiliki nomor kontak dokter tempat mereka melakukan tes antigen atau PCR awal.
Dengan nomor kontak, pasien mudah berkonsultasi melalui telepon atau WhatsApp, dan kondisi pasien selalu terpantau. Konsultasi dengan dokter selama isoman juga penting untuk menghindari tebaran informasi baik dari keluarga atau media mengenai makanan atau minuman selama isoman. Dengan begitu, bisa menghindari hoaks.
Jika perlu, pasien harus memiliki alat kesehatan seperti termometer untuk mengecek suhu tubuh minimal dua kali sehari pada waktu yang sama, lalu melaporkan catatan suhu tubuh kepada dokter secara berkala.
Siapkan juga oximeter, alat untuk memantau kadar saturasi oksigen dalam tubuh. Normalnya, oximeter akan menunjukkan angka di atas 95. Jika oximeter menunjukkan angka 95 atau lebih rendah, segera kontak dokter dan rumah sakit.
Namun jika tidak memiliki oximeter, ada beberapa gejala pneumonia yang bisa dikenali dalam tubuh pasien COVID-19.
Misalnya, terasa berat saat menarik nafas; frekuensi tarik nafas lebih dari 20 kali per menit; dada terasa sakit, dan/atau batuk disertai sesak; demam yang tidak turun setelah mengonsumsi obat turun panas dan obat-obatan lain; bibir dan ujung jari berwarna biru atau ungu; dan tidak bisa makan dan minum.
Dan yang tak kalah penting adalah dukungan keluarga, komunitas dan teman sekitar baik berupa dukungan moril maupun spiritual.
Tidak hanya itu, pasien COVID-19 juga harus menyiapkan sedini mungkin beberapa kebutuhan darurat jika sewaktu-waktu harus dilarikan ke rumah sakit.
Misalnya, KTP dan fotokopinya, Kartu BPJS dan fotokopinya; kartu berobat di RS; baju ganti; peralatan yang bisa menemani selama di RS, seperti buku atau gadget.
Untuk pasien isoman, biasanya diberikan resep obat oleh dokter. Karena itu, jangan beli obat sendiri, apalagi menyontek obat penyintas COVID-19 orang lain.
WHO tidak merekomendasikan pengobatan sendiri dengan obat apapun, termasuk antibiotik, sebagai pencegahan atau penyembuhan COVID-19.
Antibiotik tidak bekerja melawan virus; mereka hanya bekerja pada infeksi bakteri. COVID-19 disebabkan oleh virus, jadi antibiotik tidak berfungsi. Untuk itu, antibiotik tidak boleh digunakan sebagai sarana pencegahan atau pengobatan COVID-19.
Di rumah sakit, dokter terkadang menggunakan antibiotik untuk mencegah atau mengobati infeksi bakteri sekunder yang dapat menjadi komplikasi COVID-19 pada pasien yang sakit parah. Mereka hanya boleh digunakan seperti yang diarahkan oleh dokter untuk mengobati infeksi bakteri.
Untuk pasien isoman, dianjurkan untuk minum vitamin, terutama vitamin C dan D walaupun tidak terus-menerus. Sumber vitamin yang utama tetap dari sayuran dan buah-buahan, termasuk berjemur.
Penting juga untuk melaporkan kepada Ketua RT bahwa di lingkungan terdapat pasien COVID-19 yang sedang isoman. Dengan begitu, ada pengawasan langsung dari otoritas setempat terhadap pasien.*