Dollar US
Makroekonomi

Kembali Kurang Darah, Rupiah Meroket ke Rp16.260 Per US$1

  • Meskipun pasar keuangan selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor-faktor ekonomi makro dan perubahan dalam kebijakan moneter, namun ketegangan politik di kawasan Timur Tengah dapat menjadi pemicu percepatan pelemahan nilai tukar Rupiah.
Makroekonomi
Muhammad Imam Hatami

Muhammad Imam Hatami

Author

JAKARTA - Ketegangan geopolitik yang terjadi pasca-serangan Iran ke Israel telah memberikan tekanan tambahan pada nilai tukar rupiah, yang terus mengalami pelemahan dalam beberapa waktu terakhir. 

Meskipun pasar keuangan selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor-faktor ekonomi makro dan perubahan dalam kebijakan moneter, namun ketegangan politik di kawasan Timur Tengah dapat menjadi pemicu percepatan pelemahan nilai tukar Rupiah.

Kondisi ini tercermin dalam lonjakan nilai dolar AS terhadap rupiah, yang telah menembus angka Rp16.260 per dolar AS pada hari ini Jumat(19/4).

Ketegangan geopolitik, seperti serangan Iran ke Israel, memang dapat memengaruhi pasar keuangan global dan nilai tukar mata uang. 

Ketika terjadi ketidakpastian politik atau keamanan di kawasan tertentu, investor sering kali cenderung mencari perlindungan dengan cara menjual mata uang negara-negara yang terkena dampak dan beralih ke mata uang yang dianggap lebih stabil, seperti dolar AS atau Euro.

Hal ini dapat memperpanjang ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun upaya pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengendalikan pelemahan nilai tukar rupiah telah dilakukan. 

Oleh karena itu, strategi yang cermat dan responsif dari pemerintah dan otoritas moneter menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.

Selain faktor geopolitik, ada juga faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, seperti kondisi ekonomi domestik, kebijakan moneter Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi global, dan lain sebagainya.

Ketika terjadi kenaikan nilai dolar AS terhadap rupiah, dampaknya bisa sangat terasa dalam ekonomi domestik. 

Salah satu dampak utamanya adalah kenaikan harga barang impor, karena biaya impor menjadi lebih tinggi dalam mata uang lokal. 

Hal ini dapat menyebabkan inflasi, karena biaya produksi barang-barang yang menggunakan bahan impor akan naik.

Selain itu, kenaikan nilai dolar AS juga berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, karena harga barang-barang yang diimpor atau menggunakan komponen impor menjadi lebih mahal.

Untuk mengendalikan pelemahan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia dan pemerintah memiliki beberapa opsi. 

Salah satunya adalah intervensi pasar, di mana Bank Indonesia dapat membeli rupiah dengan menjual cadangan devisa negara untuk menstabilkan nilai tukar. 

Selain itu, pemerintah juga dapat menaikkan suku bunga untuk membuat investasi dalam mata uang lokal menjadi lebih menarik, sehingga dapat menahan laju pelemahan nilai tukar.