PT Indofarma Tbk (INAF)
BUMN

Kembang Kempis Napas Indofarma Tertimbun Utang

  • Jika seluruh aset dijual untuk membayar pinjaman, Indofarma masih harus nombok sisa utang sebesar Rp105,35 miliar
BUMN
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Sudah 13 tahun pasca upaya kuasi reorganisasi pada 30 September 2011, rupanya napas PT Indofarma (Persero) Tbk masih saja berat.

Saking ngos-ngosan-nya, BUMN farmasi ini tak sanggup membayar gaji karyawan bulan Maret 2024. Berdasarkan publikasi keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), 
Direktur Utama Indofarma, Yeliandriani, mengonfirmasi bahwa perseroan memang belum membayarkan gaji karyawan untuk periode yang dimaksud.

“Saat ini perusahaan belum memiliki kecukupan dana operasional untuk memenuhi kewajiban pembayaran upah karyawan,” tulis Yeliandriani melalui keterbukaan informasi BEI, pada Rabu, 17 April 2024. 

Akan tetapi, emiten bersandikan saham INAF ini telah membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) karyawan per tanggal 5 April 2024 secara penuh sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama Indofarma.

  • Baca Juga: BUMN Indofarma (INAF) Benarkan Belum Bayar Gaji Karyawan, Bagaimana Keuangannya?

Histori Keuangan

Kesulitan keuangan yang dihadapi Indofarma bukan baru-baru ini terjadi. Lebih dari satu dekade lalu, Indofarma pernah melakukan kuasi reorganisasi.

Kuasi reorganisasi merupakan upaya memperbaiki tampilan neraca keuangan dengan menilai kembali akun aktiva dan kewajiban pada nilai wajar dan mengeliminasi saldo laba negatif. Saldo laba digunakan sebagai dana cadangan yang dapat digunakan untuk investasi di masa mendatang maupun untuk pengembangan perusahaan bahkan untuk keperluan yang tidak pasti.

Saat itu, perseroan mengeliminasi saldo akumulasi kerugian atau defisit per tanggal 30 September 2011 sebesar Rp57,66 miliar.

Tapi per September 2023, saldo laba negatif Indofarma bukannya berubah jadi positif melainkan bengkak jadi minus Rp807,99 miliar. Nilai itu memburuk dari posisi per 31 Desember 2022 yang negatif Rp616,29 miliar. 

Tidak hanya itu, utang Indofarma bahkan sudah melampaui nilai aset. Berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2023, liabilitas Indofarma bertambah jadi Rp1,59 triliun dari Rp1,44 triliun pada akhir 2022.

Sementara, jumlah aset Indofarma berjumlah Rp1,49 triliun. Nilai asetnya menyusut dari Rp1,53 triliun pada 31 Desember 2022. Dengan kata lain, jika seluruh aset dijual untuk membayar pinjaman, Indofarma masih harus nombok sisa utang sebesar Rp105,35 miliar.

Porsi liabilitas Indofarma didominasi oleh utang jangka pendek senilai Rp1,15 triliun. Pada pos ini, Indofarma paling banyak berutang kepada pihak ketiga yang nilainya mencapai Rp447 miliar. Disusul utang pajak Rp211 miliar, utang ke pemegang saham Rp199 miliar, pinjaman bank jangka pendek Rp153 miliar, dan sebagainya.

Kemudian pada pos liabilitas jangka panjang Indorfarma menanggung sejumlah Rp439,94 miliar. Beban terberat pada pos ini adalah utang ke pemegang saham yang nilainya sebesar Rp414,65 miliar.

PKPU

Carut marut keuangan mengharuskan Indorfarma bertaruh di ranah hukum. Mereka telah mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada PT Foresight Global, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa outsourcing. 

Permohonan PKPU ini disetujui oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 28 Maret 2024. Emiten tersebut diberi waktu PKPU selama 42 hari sejak putusan PKPU diumumkan.

Selama periode PKPU ini, Indofarma akan melakukan upaya restrukturisasi utang-utangnya kepada para kreditornya secara menyeluruh, dengan menyusun rencana-rencana yang akan dijelaskan dalam sebuah proposal perdamaian.

“Adanya putusan PKPU ini tidak berdampak secara langsung pada operasional. Perusahaan akan tetap beroperasi sebagaimana mestinya dengan tetap berkoordinasi dengan tim pengurus yang ditunjuk pengadilan sesuai ketentuan perundang-undangan,” ungkap Yeliandriani.

Di samping itu, Indofarma juga dituduh melakukan kecurangan (fraud). Manajemen INAF menyatakan bahwa indikasi fraud yang terungkap dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat ini sedang dalam proses audit investigasi lebih lanjut.