Kemendikdasmen Wacanakan Lagi UN, Muncul Petisi Penolakan
- Melalui petisi di situs www.change.org berjudul "Tolak Ujian Nasional, Wujudkan Pendidikan Baik", gerakan masyarakat tersebut menyoroti keresahan yang muncul di publik usai kajian ulang terhadap UN sedang dilakukan.
Nasional
JAKARTA -- Aliansi Pendidikan Baik merilis petisi yang menolak rencana penerapan kembali Ujian Nasional (UN) bagi siswa sekolah di Indonesia. Penggalangan dukungan ini muncul usai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof Abdul Mu'ti menyatakan sedang melakukan pengkajian ulang terhadap UN.
Melalui petisi di situs www.change.org berjudul "Tolak Ujian Nasional, Wujudkan Pendidikan Baik", gerakan masyarakat tersebut menyoroti keresahan yang muncul di publik usai kajian ulang terhadap UN sedang dilakukan. Banyak pihak menolak atas pengkajian yang bisa saja menjurus pada penerapan kembali UN setelah dihentikan sejak 2021. Terlebih lagi, DPR melalui Komisi X dengan lingkup tugas di bidang pendidikan menyatakan keterbukaan atas pertimbangan baru seputar UN.
"Menolak diadakan Ujian Nasional sebagai ujian terstandar yang menentukan kelulusan murid dan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru," tulis pernyataan Aliansi Pendidikan Baik dalam laman petisi yang rilis pada 1 November 2024.
Hingga Senin siang, 4 November 2024, petisi tersebut telah mengumpulkan lebih dari 1.000 tanda tangan. Jumlah ini terus bertambah dari waktu ke waktu. Desakan penolakan itu disampaikan untuk Komisi X DPR RI, Prof Abdul Mu’ti, dan Menteri Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro.
- Dukung Perekonomian Lewat Digitalisasi, Bank Mandiri Sabet Gelar The Strongest Bank in Indonesia 2024
- PT BJA Sumbang Devisa Ekspor Terbesar di Gorontalo
- Pembiayaan Lender Fintech Lending Anjlok, OJK dan AFPI Soroti Masalah Tata Kelola
Menurut Aliansi Pendidikan Baik, penerapan UN bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 58 Ayat (1). Pada poin itu memuat tentang evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Penerapan UN dinilai tidak menghargai profesi guru dan satuan pendidikan yang mempunyai kompetensi dan otonomi profesional dalam melakukan evaluasi pembelajaran peserta didik. Selain itu, kebijakan tersebut dapat membuat pembelajaran di sekolah hanya fokus pada pencapaian hasil ujian saja. Padahal, penguasaan kompetensi dan penguatan karakter peserta didik lebih perlu didorong untuk persiapan menghadapi tantangan kehidupan.
"Ujian Nasional tidak adil mengukur kemampuan murid dalam waktu singkat dan mengalahkan pengamatan dan asesmen yang terjadi sepanjang proses pembelajaran," tulis pernyataan Aliansi Pendidikan Baik dalam petisi tersebut.
- Dukung Perekonomian Lewat Digitalisasi, Bank Mandiri Sabet Gelar The Strongest Bank in Indonesia 2024
- PT BJA Sumbang Devisa Ekspor Terbesar di Gorontalo
- Pembiayaan Lender Fintech Lending Anjlok, OJK dan AFPI Soroti Masalah Tata Kelola
Aliansi Pendidikan Baik mendesak agar pihak yang pengambil keputusan melakukan kajian secara terbuka dan inklusif atas keputusan penerapan kembali UN. Perlu adanya pelibatan pihak yang paling berkepentingan pada pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, hingga orang tua.
Mereka justru mendorong agar Kemendikdasmen menyempurnakan konsep dan implementasi Asesmen Nasional serta Rapor Pendidikan yang sebelumnya telah diberlakukan. Pengembangan asesmen terstandar yang berkualitas dan berkeadilan dapat berfokus pada Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian sebelumnya mengatakan usulan terkait penerapan kembali UN harus dikaji secara mendalam serta mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kondisi psikologis peserta didik. "Yang jelas kesejahteraan psikologis anak juga harus jadi pertimbangan yang penting ya. Jangan orang tuanya yang sebenarnya semangat ada UN supaya anaknya belajar sendiri. Kan itu tanggung jawab kita," jelas Hetifah.
Selain itu Hetifah mengatakan, sering kali terjadi kecurangan-kecurangan pada saat UN diterapkan, sehingga rencana penerapan kembali UN harus dikaji kembali. “kalaupun UN diterapkan fungsinya apa, dan bagaimana isinya, apa yang dites dan pemanfaatannya untuk apa. Apakah untuk kelulusan atau untuk data pemetaan," kata Hetifah.