Ilustrasi Tes swab PCR
Gaya Hidup

Kemenkes Akan Tutup Peluang Tarif PCR yang Merugikan Masyarakat

  • Kementerian Kesehatan akan menutup peluang tarif PCR yang merugikan masyarakat

Gaya Hidup

Justina Nur Landhiani

JAKARTA - Baru-baru ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan tarif baru untuk pemeriksaan real time-polymerase chain reaction (RT-PCR). Tarif tes PCR telah diturunkan menjadi Rp275.000 untuk pulau Jawa dan Bali, serta sebesar Rp300.000 untuk luar pulau Jawa dan Bali.

Tidak hanya itu, Dirjen Pelayanan Kesehatan Prof. dr. Abdul Kadir juga mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan akan menindak tegas fasilitas kesehatan yang melayani pemeriksaan RT-PCR yang tidak mematuhi ketentuan terbaru tarif pemeriksaan RT-PCR.

Kini, Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi menegaskan bahwa pemerintah akan secara berkala melakukan evaluasi tarif swab RT-PCR. Hal ini dilakukan untuk memastikan masyarakat agar mendapatkan pemeriksaan sesuai dengan harga yang seharusnya dibayarkan.

“Kami secara berkala bersama BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) melakukan evaluasi terhadap tarif pemeriksaan, menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Proses evaluasi merupakan standar yang kami lakukan dalam penentuan harga suatu produk maupun layanan, untuk menjamin kepastian harga bagi masyarakat,” tegas dr. Nadia, seperti yang dilansir dari laman Sehat Negeriku pada Minggu, 7 November 2021.

Evaluasi terhadap tarif pemeriksaan RT-PCR oleh Kementerian Kesehatan bersama BPKP sudah dilakukan sebanyak tiga kali.

Pertama pada tanggal 5 Oktober 2020 ditetapkan pemeriksaan RT-PCR Rp900.000. Kedua, pada tanggal 16 Agustus 2021 ditetapkan pemeriksaan RT-PCR Rp495.000 untuk pulau Jawa dan Bali serta Rp525.000 untuk luar pulau Jawa dan Bali.

Terakhir pada tanggal 27 Oktober 2021 ditetapkan Rp275.000 untuk pulau Jawa dan Bali dan Rp300.000 untuk luar pulau Jawa dan Bali.

“Saya tegaskan sekali lagi, dalam menentukan harga RT- PCR, Kementerian Kesehatan (Dirjen Yankes) tidak berdiri sendiri, namun dilakukan bersama dengan BPKP. Proses evaluasi harga ini tentunya dilakukan untuk menutup masuknya kepentingan bisnis dan menjamin kepastian harga bagi masyarakat,” tegasnya.

Perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, terdiri dari komponen-komponen jasa pelayanan/SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

“Reagen merupakan komponen harga paling besar dalam pemeriksaan swab RT-PCR, mencapai 45-55%,” jelas dr. Nadia.

dr. Nadia juga menganalogikan tinggi dan langkanya stok masker dan APD di awal pandemi yang juga berpengaruh terhadap harga saat itu. Namun kondisi ini berangsur-angsur membaik dengan semakin bertambahnya produsen masker dan APD seiring berjalannya waktu.

Demikian juga dengan reagen swab RT-PCR, di mana pada saat awal hanya terdapat kurang dari 30 produsen yang ada di Indonesia. Namun saat ini sudah terdapat lebih dari 200 jenis reagen swab RT-PCR yang masuk ke Indonesia dan mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan harga yang bervariasi. Ini artinya sudah terjadi persaingan variasi dan harga untuk komponen reagen swab RT-PCR.

Swab RT-PCR hingga saat ini masih menjadi gold standar dalam mendiagnosis kasus positif COVID-19, tidak hanya di Indonesia, namun juga pada level global. Kebutuhan akan pemeriksaan RT-PCR didorong oleh peningkatan pemeriksaan spesimen di Indonesia, di mana angka positivity rate di Indonesia saat ini sudah di bawah 0,4% dari standar yang ditetapkan WHO.

“Semakin cepat kasus positif ditemukan, semakin cepat dapat dipisahkan dari orang yang sehat, tentunya ini dapat mencegah penyebarluasan virus COVID-19 di dalam masyarakat,” jelas dr. Nadia.